Satuan Pengawasan Intern (SPI) yang ada dilingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbud mesti berperan dan diberdayakan. SPI mesti memiliki program kerja sehingga keberadaannya dirasakan.
Berbagai permasalahan yang dialami SPI terungkap dalam kegiatan Workshop Penguatan SPI dilingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, 21-23 Desember 2018 di Hotel Novotel, Jakarta. Peserta 79 orang dari 39 satuan kerja (Satker) dibawah Ditjen Kebudayaan.
Narasumber Auditor Ahli Utama Kemdimbud, Mangalus Pangabean menegasan, SPI bukanlah auditor dan dalam bekerja sifatnya membantu tugas membantu pimpinan unit kerja. “Jadi laporannya jangan ribet. Jangan panjang-panjang yang rumit seperti auditor. SPI itu dibentuk sesuai kebutuhan organisasi. Kalau kantornya jumlah pegawai hanya belasan orang, untuk apa dibentuk SPI. Pimpinan bisa mengerjakan sendiri,”kata Mangalus.
Mangalus menyebutkan, tugas SPI ada empat, yakni menyusun program kerja, melaksanakan pengawasan, menyusun laporan dan memonitor hasil (tindaklanjut). Hasil pekerjaan dilaporkan ke pimpinan. “Kalau tak ditindaklanjuti, jangan marah. Intinya SPI bekerja dan bekerja dengan keikhlasan. Sifatnya kan hanya tugas tambahan,”sebutnya.
Ia mengakui selama ini SPI dilingkungan Ditjen Kebudayaan, Kemdikbud belum optimal. Terkesan antara ada dan tiada. Padahal telah ada aturan, yakni Permendikbud 22 Tahun 2017 tentang SPI yang menjadi dasar SPI bekerja. “Pimpinan unit kerja juga mesti mengerti tugas SPI. Jangan asal bentuk saja,”tukasnya.
Dalam workshop ini, para peserta juga dilatih membuat program kerja untuk tahun 2019. Nantinya laporan ini akan ditagih dan dicek apakah betul-betul dilaksanakan tahun 2019. Selain Mangalus, ada tiga narasumber lain, yakni Subiyantoro (Auditor Madya Kemdikbud), Asmayani dan Sogol Sugiharto. **