Selampit Simpea Dalam Arsitektur Tradisional Kerinci

0
1869

Oleh: M Ali Surakhman SE (Peminat Sejarah di Jambi)

Bentuk asli perkampungan yang ditempati oleh kumpulan orang di daerah Kerinci disebut “nagehi” (negeri) atau dusun, dimana negeri telah mempunyai tatanan kemasyarakatan yang dipimpin oleh kepala – kepala suku yang berpangkat Ninik Mamak dan depati, kampung orang Kerinci ini semacam republik kecil yang berpemerintahan. Negeri berasal dari bahasa Sanskerta berarti kota, perkotaan atau kerajaan. Umumnya istilah dusun lebih populer di kerinci, sedangkan dusun ada yang besar dan ada pula yang kecil, tergantung kepada faktor jumlah penduduk yang bermukim pada satu perkampungan. Dusun atau negeri di Kerini merupakan kesatuan geografis, yuridis, politik dan administrasi.

Mendirikan sebuah dusun erat kaitannya dengan faktor manusia dan lingkungan, seperti dipinggir sungai atau danau, diatas dataran perbukitan. Pada zaman dahulu untuk melindungi dari serangan musuh ataupun binatang buas, sekeliling dusun digali parit – parit pertahanan dan dipagar dengan tumbuhan sekuang (pandan duri) atau aur duri. Berdirinya sebuah dusun tersimpul pada ungkapan lama yang berbunyi : berdiri rumah sekata tungganai berdiri luhak sekata penghulu berdiri alam sekata raja. Dusun pada hakekatnya mencerminkan negeri keseluruhan atau dusun merupakan sebutan lain dari negeri, dusun dibangun pada sebidang tanah dalam garis empat persegi panjang. Bangunan rumah didalam garis empat persegi panjang memiliki dua tipe, yaitu rumah panjang (type longhouse) dan rumah mandiri (type singlehouse). Ukuran tanah tempat berdirinya bangunan rumah tradisional kerinci. panjang + 75 m, ukuran ini bisa lebih besar sesuai dengan topografi lahan dan kebutuhan perkembangan masyarakat. Tanah empat persegi panjang ini dinamai “parit bersudut empat”, status tanah parit bersudut empat adalah tanah hak adat atau menurut ketentuan adat Kerinci dinamai tanah arah – ajun ninik mamak. Tanah parit bersudut empat adalah milik kaum ibu (anak betino) atau pihak perempuan, merekalah yang memiliki hak pakai tanah untuk bangunan rumah, dan diatur menurut ketentuan hukum ninik mamak. Penguasaan atas tanah arah – ajun menjadi hak milik pribadi tidak diperkenankan, apalagi diperjual – belikan oleh si pemakai.

Untuk lebih jelasnya asal pemukiman penduduk di daerah Kerici, yang mana masuk kepada kata pusaka turun – menurun disebut “negeri yang empat”, yaitu :

  1. Talang atau Taretak, ialah pondok didalam hutan di pinggir sungai yang ditempati sekelompok kecil orang.
  2. Koto, ialah tempat pertama pemukiman manusia, tempat mula – mula orag meneruko negeri sebagai cakal – bakal perkembagan masyarakat.
  3. Kampung, ialah tempat dimana orang sudah mempunyai lembaga lembaga kerapatan (musyawarah adat), adat di atas tumbuh lembaga di atas tuang.
  4. Dusun, ialah tempat pemukiman manusia banyak berpuak – puak dan bersuku – suku, tatanan kehidupan masyarakat sudah teratur, memiliki balai adat dan masjid, lengkap dengan kebesaran adat lama pusaka usang.

Rumah tradisional Kerinci terbagi atas dua tipe yaitu :

  1. Rumah Panjang sering juga disebut Rumah Larik, yang mana bangunan atapnya merupakan garis lurus (simetris).
  2. Balai Bagonjong Dua atau rumah berpucuk dua, yang mana bangunan atapnya sedikit melengkung ujung ke ujung seperti lentik perahu kayu, rumah ini merupakan corak mandiri.

Disamping kedua tipe rumah tersebut terdapat pula bangunan lumbung padi yang dinamai “rangkiyoa”, gunanya untuk tempat menyimpan padi. Konstruksi lumbung padi ini bahagian atas lebih besar dari bahagian atas melalui sebuah pintu berukuran, terlebih dahulu diangkut lewat jenjang yang terbuat dari sebatang kayu berakuk atau tangga jantan.

Rumah tradisional Kerinci saat sekarang boleh dikatakan hampir punah, karena penduduk kerinci lebih cenderung membangun rumah model baru mengikuti era kemajuan pembangunan. Pada umumnya sifat suku kerinci lebih mudah menyerap nilai – nilai budaya baru, disisi lainnya mereka juga lebih mudah melupakan produk kebudayaan nenek moyangnya, tentu menimbulkan kesulitan kita untuk menentukan konstruksi yang sebenarnya dari rumah tradisional Kerinci. Apalagi bentuk rumah corak mandiri sudah tidak ditemukan di daerah Kerinci, keterangan rumah corak ini hanya ditemukan dalam tambo. Kendala lain mungkin disebabkan bahan kayu pada saat sekarang sulit diperoleh, karena pembuatan rumah tradisional mempergunakan bahan kayu yang banyak, tentu masyarakat akan mengambil dari hutan TNKS. Untuk memeperoleh bentuk yang sebenarnya rumah tradisional Kerinci diperlukan penelitian seksama, hal ini menghindari tuduhan sebagai rekayasa seseorang.

Bangunan rumah orang Kerinci yang asli atapnya terbuat dari ijuk (Arenga Sacharifera Labill) dan sirap bambu, atap ini tidak terlalumeruncing (menonjol), bahagian yang meruncing terdapat pada hubungannya, pada hubungan atap diberi tambahan berupa papan kayu berukiran. Rumah Larik orang Kerinci terdiri dari dua ruang, bahagian sebelah dalam dan bahagian sebelah luar, antara kedua ruangan tersebut terdapat pembatas yang diberi pintu yang tujuannya untuk menghubungkan kedua ruangan tersebut. Ruangan sebelah dalam untuk tempat tinggal keluarga (Fammilie), sedangkan ruang sebelah luar tempat musyawarah pemuka – pemuka adat memperbincangkan tentang ketertiban dan keamanan masyarakat. Tiang rumah terbuat dari balok besar berukiran, dinding dari papan juga berukiran dipasang tidak pakai besi paku, untuk penguat susunan rumah dipakai pasak – pasak kayu (Van Aken, 1915; 12). Dari laporan Van Aken dapat diketahui bentuk rumah tradisional Kerini yaitu terdiri dari dua tipe, pertama rumah yang mempergunakan atap ijuk bercorak mandiri, kedua rumah yang mempergunakan atap bambu sebagai rumah panjang.

Hasil survei penulis manjadi konterpar (counterpart) bersama Prof.Dr. Reimar Schefold dan arsitek Ir. Gouden Dominig pada tahun 1995, telah dapat menemukan bentuk asli dari rumah tradisional Kerinci dengan berbagai pengertiannya. Konstruksi rumah mandiri dan rumah panjang pada umumnya hampir sama, perbedaannya terletak pada hubungan atap dan bentuk kasau. Bentuk atap rumah tradisional Kerinci merupakan segi tiga lurus, tidak seperti sayap burung patah yang kita temukan pada rumah tradisional daerah Jambi. Rumah tradisional Kerinci kaya dengan ornamen ukiran yang spesifik, bahagian luar maupun bahagian dalam diberi ukiran sampai pada kasau – kasaunya juga diukir, dan ukiran – ukiran tersebut diberi warna – warna yang menyolok. Bahagian – bahagian dari rumah tradisional ini mempunyai pengertian tertentu, umumnya pandangan hidup suku Kerinci.

Rumah tipe mandiri atapnya terbuat dari bahan ijuk yang disusun sedemikian rupa, pada hubungan atap yang melengkung seperti perahu ujung ke ujung diberi tambahan kayu berukir yang berfungsi sebagai puuk rumah. Ujung kasau sebelah bawah sedikit lentik (bentuk kurva) dan pada ujung ini diberi ukiran. Kontrstruksi dasar bentuk empat persegi panjang rumah panggung, panjang tiang rumah sama dengan panjang tiang hubungan dan dapat ditarik menjadi garis belah ketupat. Petak ruang merupakan bilangan ganjil seperti 3 ruang, 5 ruang dan 7 ruang. Tiang dari balok kayu sisi 8 dengan garis tengah ± 25 cm sampai 50 cm, ditegakkan pada batu sendi yang juga dipahat bersisi 8. Loteng terdiri dari dua tingkat, tingkat pertama terbuat dari papan dan tingkat kedua terbuat dari susunan bilah – bilah bambu. Rumah ini berfungsi sebagai tempat musyawarah pemuka – pemukan adat, orang Kerinci manamai rumah ini “Umoh Gedea” atau “Umoh Pesusun” sering juga disebut Balairung Bergonjong Dua, tidak khusus untuk rumah tinggal tetapi ada penghuninya yang disebut Panatih.

Rumah Larik atau tipe panjang masih dapat kita temukan dalam dusun – dusun di daerah Kerinci, walaupun tidak utuh secara keseluruhan, tetapi bentuk asal menunjukkan bangunan asli rumah Kerinci. atap rumah terbuat dari bilah – bilah bambu atau sering juga dipakai papan – papan tipis dari kayu yang sudah dibelah, sekarang atap ini sudah ditukar dengan seng. Rumah Larik bertingkat dua sama dengan rumah mandiri, terbagi atas beberapa ruang bilangan genap seperti 2, 4 dan 6. petak ruangan muka dapat dihubungkan satu sama lainnya oleh sebuah pintu, sehingga satu larikan rumah dapat dipertemukan seluruhnya. Biasanya pintu penghubung ini dibuka jika penduduk ingin mengadakan musyawarah besar seperti Kenduri Seko, acara perkawinan dan sebagainya. Bahagian dalam Rumah Larik dibuat bilik – bilik untuk dapat tidur keluarga, bahagian luar tidak dubuat bilik terdapat anjungan setinggi ± 1 jengkal dari lantai, gunanya tempat tamu terhormat atau pemuka – pemuka adat. rumah larik ini dapat mencapai panjang 100 m bahkan bisa lebih, dusun terdiri atas beberapa jajar rumah larik, sehingga sebutan untuk dusun (negeri) dikenal juga sebagai “parit nan bersudut empat – larik nan berjajar”. Konstruksi rumah larik tidak mempergunakan besi paku, dimana lembaran – lembaran papan yang lebar dimasukkan kedalam alur kemudian disentung dengen balok kayu berukir, seterusnya dipasang pasak – pasak kayu. Rumah larik adalah rumah tinggal untuk keluarga – keluarga Kerinci, namun dapat juga berfungsi sebagai “Umoh Gedea” atau “Umoh Pasusun” tempat menyimpan benda – benda pusaka nenek moyang yang dikeramatkan.

Motif ukiran rumah tradisional Kerinci umumnya bermotifkan flora, tidak pernah kita temukan ukiran yang bermotif fauna atau manusia. Ini kemungkinan pengaruh peradaban Islam yang melarang membuat gambar (ukiran) binatang maupun manusia pada rumah, ukiran binatang seperti ular, ulat ketadu atau benda lainnya seperti matahari, binatang dirobah kedalam bentuk ukiran flora. Iri khas ukiran Kerinci disebut “selampit simpae” yaitu, sejenis ukiran pilin berganda yang tidak diketahui awal dan akhir ukiran, jenis ukiran lain dalam bentuk – bentuk geometris sederhana berupa pola anyaman.

 

Sumber : M. Ali Surakhman, Arsitektur Traditional Kerinci, ( Kerinci Long House) Dept. Social and Science, Royal Netherlands Institute