Pada 2022 ini Direktorat Jenderal Kebudayaan membuat kebijakan bagi para direktur (eselon I dan eselon II) untuk berkantor di daerah. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melihat situasi daerah secara langsung. Beberapa waktu yang lalu Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, berkantor di BPNB Provinsi Papua. Ahmad Mahendra, Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru, di BPNB Provinsi Sumatra Barat. Sjamsul Hadi, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, di BPNB Provinsi Kalimantan Barat.
Pada Senin (07/03) giliran BPNB Provinsi Kepulauan Riau yang kedatangan Restu Gunawan, Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan. Restu Gunawan dan stafnya yang akan berkantor di BPNB Provinsi Kepulauan Riau. Meskipun berkantor di BPNB Provinsi Kepulauan Riau, Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan tersebut tidak hanya akan duduk di kantor yang beralamat di Jalan Pramuka itu. Selama di Tanjungpinang ini Restu Gunawan telah mempunyai berbagai kegiatan yang terjadwal. Mulai dari berjumpa dan berbincang-cincang dengan komunitas budaya yang terlibat kegiatan Jalur Rempah di Kepulauan Riau dan pendamping Desa Pemajuan Kebudayaan (Daya Desa). Selain itu juga akan melakukan koordinasi dengan Gubernur dan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Kepulauan Riau, dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam.
Setibanya di bandara Raja Haji Fisabilillah Restu Gunawan bersama rombongan dengan ditemani Toto Sucipto langsung menuju Pulau Penyengat. Di pulau yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Melayu Riau-Lingga ini Restu Gunawan mengunjungi Balai Maklumat Pulau Penyengat untuk melihat-lihat koleksi manuskrip Jawi (Arab-Melayu).
Reorganisasi Unit Pelaksana Teknis
Selepas dari Pulau Penyengat Restu Gunawan berkesempatan bertatap muka dengan seluruh ASN BPNB Provinsi Kepulauan Riau. Selain tatap muka, pada kesempatan tersebut Restu Gunawan menyampaikan terkait reorganisasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Salah satu reorganisasi tersebut adalah dengan membentuk Balai Pelestarian Kebudayaan sebagai pengganti Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) dan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB). Kedua instansi tersebut akan dilebur. Dari salindia yang dipaparkan setidaknya akan ada 23 Balai Pelestarian Kebudayaan. Perubahan bukan hanya pada nama instansi, tapi juga pada wilayah kerjanya yang semakin kecil.
“Jadi bapak-ibu yang di BPNB Kepri ini sebaiknya mulai mempelajari tentang potensi cagar budaya di sini. Supaya nanti tidak hanya menjadi penonton saja. Terkait dengan wilayah kerja yang semakin kecil itu supaya lebih fokus”, masukan Restu Gunawan.
Ketika Balai Pelestarian Kebudayaan ditetapkan, tidak menutup kemungkinan akan ada mutasi pegawai-pegawai yang berlatar belakang arkeologi/cagar budaya dari instansi eks-BPCB ke Balai Pelestarian Kebudayaan Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang. Nantinya Balai Pelestarian Kebudayaan Provinsi Kepulauan Riau mempunyai wilayah kerja Provinsi Kepulauan Riau dan Riau.***
(Jauhar Mubarok)