Putar Film The Bajau dan Diskusi Orang Laut Kepri

0
483
Foto bersama usai pemutaran film The Bajau dan Diskusi Orang Laut Kepri di kantor AJI Tanjungpinang, Senin (13/1) malam.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Tanjungpinang membuat kegiatan kreatif, yakni pemutaran Film Dokumenter The Bajau sekaligus diskusi tentang Orang Laut Kepulauan Riau, Senin (13/1) malam di Kantor AJI Tanjungpinang.

Film The Bajau diproduksi Rumah Produksi WatchDoc Documentary yang diprakarsai wartawan senior, Dhandy Dwi Laksono. Film berdurasi 80 menit ini menyajikan potret kehidupan Suku Bajau, suku nomaden pengembara lautan yang banyak tersebar di perairan Indonesia, Malaysia dan Filipina. Dalam film ini digambarkan pergeseran kehidupan keluarga Bajau semenjak 13 tahun silam pasca dimukimkan dan dipaksa menjalani peradaban darat. Digambarkan nasib Suku Bajau yang berada di perairan Konawe kini mulai kehilangan sumber mata pencaharian mereka akibat aktivitas pertambangan yang destruktif. “Film ini sangat relevan dengan kondisi Kepri. Di daerah kita ini, Orang Laut-nya juga banyak. Tersebar di sejumlah kabupaten/kota. Kondisinya juga relatif sama. Makanya kita putar film The Bajau ini, baru didiskusikan dengan potret Orang Laut di Kepri,”kata Ketua AJI Tanjungpinang, Jailani sebagai pengantar diskusi.

Kepala Dinas Sosial Provinsi Kepri, Doli Boniara mengatakan, dulunya Orang Laut di Kepri masuk dalam kategori Komunitas Adat Terpencil (KAT). Namun, sejak tahun 2015, Kementrian Sosial mengeluarkan Orang Laut di Kepri sebagai KAT, dengan sejumlah argumentasi. “Namun, kami tetap berupaya dalam pemberdayaan saudara-saudara kita Orang Laut ini. Bagaimana meyakinkan pemerintah pusat dan juga melalui APBD usaha untuk pemberdayaan mereka. Hal terpenting kita jaga kearifan lokal Orang Laut. Membangun dengan memperhatikan kebutuhan mereka,”kata Doli.

Dinsos Kepri, katanya telah membuat kajian kerjasama dengan Umrah dalam penelitian Orang Laut di Linau Batu, Lingga dan Suku Akit di Karimun. Kajian ini nantinya jadi rekomendasi dalam membuat kebijakan pemberdayaan Orang Laut. Sayangnya, anggaran dari pusat melalui Kemensos untuk KAT ini tak bisa direalisasikan. “Ini pekerjaan rumah kita bagaimana meyakinkan pusat tentang nasib Orang Laut Kepri,”ujarnya.

Peneliti Sejarah BPNB Kepri, Dedi Arman menyoroti tentang database tentang Orang Laut di Kepri yang diyakini belum valid. Ini tugas bersama dalam pendataan ini. Kata Dedi, memandang permasalahan Orang Laut jangan memandang dalam perspektif orang luar. “Jangan melihatnya dalam cara pandang kita. Mereka terbelakang, kita modern. Kita bangun rumah, mereka tak butuh. Kearifan lokal mereka harus sangat diperhatikan. Biar program untuk mereka tepat sasaran. Jangan ada pemaksaan mereka beragama, bersekolah,”kata Dedi.

Sementara, Wakil Ketua I DPRD Kepri, Dewi Kumalasari menilai, pemberdayaan Orang Laut harus memanusiakan mereka. Semua program tujuannya untuk mensejahterakan mereka. “Kalau ingin memindahkan mereka ke darat. Kehidupan di darat harus lebih baik kondisi sebelumnya. Tugas pemerintah menyiapkan fasilitas untuk mereka. Perumahan sampai perekonomian mereka. Alat tangkap dan sebagainya,”kata Dewi.

Ia mencontohkan, disejumlah wilayah di Kepri, pemberdayaan Orang Laut cukup bagus. Misalnya Kampung Panglong, Berakit dan sejumlah kampung di Batam. Ada program pemberdayaan untuk mereka secara rutin. Bisa dilihat nantinya bagaimana kondisi mereka di daerah baru. “Kampung Panglong cukup bagus. Fasilitas keagamaan, pendidikan dan juga bantuan untuk perekonomian masyarakat. Orang Laut Kabupaten Lingga yang perlu sentuhan. Kami di DPRD Kepri siap membackup Dinas Sosial kalau punya program untuk Orang Laut ini,”kata Dewi. **