Banyak sekali definisi pesantren kalau merujuk pendapat para ahli. Pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata “santri” sendiri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansekerta) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Poerwadarminta mengartikan pesantren sebagai asrama dan tempat murid-murid belajar mengaji. Definisi lain menurut Imam Zarkasyi bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan islam dengan sistem asrama atau pondok, dimana kiai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama islam dibawah bimbingan Kiai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya. Dalam pandangan Abdurrahman Wahid pesantren dapat dilihat sebagai laboratorium kehidupan, tempat para santri belajar hidup dan bermasyarakat dalam berbagai segi dan aspeknya.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua dalam sejarah nasional yang hingga kini masih merupakan aset bangsa yang cukup mengakar dalam kehidupan masyarakat. Sebagai lembaga dakwah, pesantren mempunyai peran besar dalam kehidupan dalam pembinaan umat. Pondok pesantren dapat dilihat sebagai lebaga pendidikan yang telah mencetak kader-kader ulama, mencerdaskan masyarakat, menanamkan semangat kewiraswastaan, semangat berdikari, dan memiliki potensi untuk menjadi pelopor pembangunan masyarakat di lingkungannya. Kehadiran pondok pesantren adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan dan keagamaan di daerah-daerah, baik di pedesaan maupun perkotaan di Indonesia yang tersebar luas di hampir seluruh wilayah tanah air. (Kadir, 2012)
Menurut para ahli, lembaga pendidikan ini sudah datang sebelum Islam datang ke Indonesia. Sebagaimana dikatakan Nurcholish Madjid bahwa pesantren telah ada di Indonesia sejak pada masa kekuasaan Hindu Bdha sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga yang sudah ada. Pesantren tidak saja identik dengan makna keislaman tetapi juga mengandung unsur keaslian indonesia (indigenous).
Masuknya Islam ke Riau yang dalam perjalanannya terpecah menjadi Provinsi Kepri sebagai daerah Melayu erat hubungannya dengan keadaan dan letak geografis daerah ini. Keadaan geografis yang mayoritas kepulauan telah menyebabkan mudahnya pedagang-pedagang mencapai daerah ini. Dagang merupakan cara yang efektif pada masa lampau untuk menyampaikan ajaran Islam, selain untuk kepentingan ekonomi. Ada beberapa pendapat tentang sejarah masuknya Islam ke daerah ini. Pendapat pertama menyebutkan Islam sudah ada masuk sejak Abad 7. Pendapat lain Islam baru ada sejak zaman Kesultanan Melaka tahun 1295 M, meskipun Sultan Melaka Prameswara baru memeluk Islam tahun 1414 M. Dengan fakta ini membuktikan bahwa Islam terlebih dahulu dianut oleh masyarakatnya karena interaksi dengan pedagang Arab, Parsi dan Gujarat. (Hamidy,1994).
Masuknya Islam berdampak pada munculnya lembaga pendidikan Islam. Pada awalnya Puak Melayu baru mengenal lembaga pendidikan bernama surau. Dalam perjalanannya, Kerajaan Riau Lingga memulai merintis pendidikan Islam. Dalam Tuhfat al Nafis diceritakan, Yang Dipertuan Muda Riau V Raja Ali Ibni Daeng Kamboja yang berkedudukan di Pulau Bayan (Tanjungpinang) telah berguru Tarekat Syamaniah kepada guru tarekat Syaikh Abdul Gafar Madura. Sementara, Tarekat Naksyahbandiah dibawa ke daerah ini oleh Syaikh Ismail. Tarekat ini telah ada di Riau Lingga sejak tahun 1857 M. Raja Haji Abdullah yang mengantikan Raja Ali tahun 1857 telah menjadi mursyid dalam tarekat ini.
Masjid Sultan Riau merupakan pusat pendidikan Islam masa Kerajaan Riau Lingga. Di masjid ini sering dilakukan diskusi oleh ulama-ulama terkenal masa itu membahas tentang Islam. Lembaga pendidikan formal di daerah ini yang pertama adalah Madrasah Muallimin yang berdiri tahun 1938 di Pulau Penyengat (Tanjungpinang). Madrasah ini memberikan pelajaran ilmu fardu ain dan fardu khifayah. SebelumnyaRaja Ali Kelana dan Syaikh Tahir Jalaluddin mendirikan pula Al Iqbal Al Islamiyah tahun 1909. Kemudian disusul oleh Madrasah Al-Junaid dan Al Syaqaf yang dipimpin oleh keturunan Arab Singapura. Setelah belajar di Riau seperti pulau Penyengat, Singapura maupun Tanjung Malim di Semenanjung Melaka (Malaysia, sekarang) para penuntut ini melanjutkan pelajaran ke negeri Arab, seperti Mesir dan Makkah di Arab Saudi.
Perkembangan Pesantren
Dalam buku Potensi Lembaga Pendidikan Islam di Daerah Riau yang ditulis UU Hamidy (1994), ada data menarik. Tahun 1985 jumlah pesantren di Riau yang juga mencakup wilayah Kepulauan Riau sebanyak 24 pesantren. Tahun 1993 jumlah meningkat menjadi 53 pesantren, termasuk diantaranya tiga pesantren di Kepulauan Riau. Tiga pesantren itu adalah Pesantren Miftahul Ulum (Tanjungpinang), Al Jabar (Batam). dan Darul Falah (Batam).
Pada periode 1980-1990-an, kondisi sarana dan prasarana di pesantren belum memadai. Keadaan gedung dan asrama belum layak untuk menjalankan aktifitas pendidikan dan tempat tinggal. Hanya sebagian kecil pesantren memiliki bangunan berupa gedung, pondok asrama dan masjid yang bentuknya megah dan membuat nyaman para santri. Kondisi yang miris ini mungkin menjadi salahsatu penyebab, masyarakat enggan menyekolahkan anaknya ke pondok pesantren.
Perkembangan kuantitas jumlah pesantren di Kepulauan Riau cukup mengembirakan. Data dari Kanwil Kemenag Kepri, hingga akhir 2019 lalu, ada 64 pesantren di Kepri. Dari data ini terlihat, terjadi kenaikan yang pesat jumlah pesantren di Kepri. Di Batam, yang awalnya hanya ada dua pesantren, kini naik menjadi 33 pesantren dan terbanyak di Kepulauan Riau. Pesantren terbanyak kedua ada di Kabupaten Karimun sebanyak 13 pesantren. Pesantren di Bintan menempati posisi keempat sebanyak enam pesantren. Posisi ketiga diraih pesantren di Lingga sebanyak tujuh pesantren. Sementara di Tanjungpinang, jumlah pesantren tahun 1994 sampai sekarang tidak mengalami peningkatan dan hanya ada satu pesantren, Jumlah siswa yang belajar di pesantren tahun 2020 sebesar 11.713 orang. Perinciannya. 5339 santri laki-laki dan 6.374 santri perempuan.
Dari segi fasilitas sarana dan prasarana, kondisi pesantren di Kepulauan Riau masa kini mengalami peningkatan dibandingkan periode tahun 1990-an. Minat para orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke pesantren yang ada di Kepri juga meningkat. Namun, animo untuk menyekolahkan anaknya ke pesantren yang ada di Pulau Jawa dan Sumatra jauh lebih tinggi. Hal ini tidak terlepas dari imej dan pengetahuan yang diterima, secara kualitas pesantren di luar Kepri jauh lebih baik. Tidak mengherankan para orang tua di Kepri menyekolahkan anaknya ke pesantren modern yang ada di Pulau Jawa, baik itu di Jawa Timur, Jawa Barat dan banyak juga ke Sumatra Barat, Jambi dan Riau. ** (Disiarkan di RRI Tanjungpinang bulan Juni 20201)