Pemkab Lingga Diminta Kaji Ulang Wacana Pergantian Nama Pulau Berhala

0
138

Peneliti Sejarah Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kepri, Dedi Arman meminta Pemkab Lingga untuk kembali mengkaji wacana pergantian Pulau Berhala di Kecamatan Singkep menjadi Pulau Berlian. Sejak dulu bahkan sebelum Zaman Kesultanan Riau Lingga nama Pulau Berhala sudah sangat populer dan dikenal dunia Internasional.

“Jangan gegabah mengambil kebijakan yang tidak bernilai penting. Saya melihat dari sisi kesejarahan. Pulau Berhala memang kecil namun sangat populer di dalam pelayaran dan perdagangan internasional sejak lama. Sejak Kerajaan Sriwijaya berjaya di Nusantara, nama Pulau Berhala sudah sangat dikenal. Pulau Berhala itu banyak makna,” Kata Dedi Arman, Rabu (8/7).

Diceritakan, berdasarkan perjalanan sejarah pada abad pertama masehi pelaut Hindu dari India telah berlayar ke Nusantara dan mereka menyinggahi pulau-pulau di pantai timur Sumatra. Pelaut itu kemudian singgah di pulau dan mendirikan tempat pemujaan. Pulau inilah yang diberi nama Pulau Berhala. Setelah itu, pelaut-pelaut Arab yang singgah ke Pulau Berhala memusnahkan berhala-berhala yang digunakan untuk tempat pemujaan dewa.

“Pelaut-pelaut Arab memyebutkan Pulau Berhala tempat tinggalnya Dajjal sehingga patung-patung yang ada di musnahkan,” ucapnya.

Keberadaan Pulau Berhala, sambung Dedi juga ditulis penulis Arab bernama Ibn Khordadhbeh alias Abul Kasim pada abad IX masehi. Pulau Berhala saat itu berada dibawah Kerajaan Sriwijaya. Pulau Berhala saat itu sudah dihuni. Pada malam hari dari pulau itu terdengar alunan suara musik yang merdu dan menghanyutkan. Cerita-cerita misteri ini menjadikan Pulau Berhala begitu dikenal dan menjadikan banyak pelaut yang penasaran untuk singgah. Pelaut-pelaut Arab, Parsi dan Turki selalu singgah ke Pulau Berhala.

“Berhala dikenal juga karena makam Datuk Paduko Berhala yang ada di sana. Orang Turki yang keturunannnya memegang kekuasaan di Kerajaan Jambi,” sebutnya.

Lebih jauh dia memaparkqn, banyak sumber-sumber sejarah kolonial Belanda yang menyebut tentang keberadaan Pulau Berhala ini. Pulau Berhala dikelilingi tiga pulau satelit, yakni Pulau Telor atau Anak Berhala, Pulau Laya dan Pulau Manjin. Ini catatan penulis JWJ Wellan tahun 1925.

“Pelaut-pelaut internasional yang melewati Selat Berhala menjadikan Pulau Berhala sebagai titik pandang dan rambu-rambu. Sejak masa lampau, pelaut yang ingin berlayar ke pelabuhan-pelabuhan Jambi pastinya menjadikan Pulau Berhala sebagai rambu agar pelayaran tidak kandas,” kata Dedi.

Pentingnya keberadaan Pulau Berhala membuat Kolonial Belanda membangun mercusuar. “Pulau ini sangat penting artinya di dunia pelayaran. Kalau diganti namanya Pulau Berlian,
dipastikan banyak orang mempertanyakan,” tegasnya

Selanjutnya, pada masa Kesultanan Johor, Riau, Lingga Pahang dan nantinya berubah menjadi Kesultanan Lingga Riau, nama Pulau Berhala tetap dikenal sebagian wilayah secara administrasi bagian dari Singkep. Jepang saat menguasai Indonesia juga pernah menjejakkan kakinya di Pulau Berhala dan membangun sejumlah fasilitas di sana.Dalam sengketa antara Provinsi Jambi dan Provinsi Kepri, nama Pulau Berhala kembali jadi sangat populer. Kepemilikan Pulau Berhala akhirnya sah oleh Provinsi Kepri. “Ketimbang menganti nama pulau yang tidak ada nilai pentingnya, lebih bagus memikirkan bagaimana memajukan potensi pulau itu. Pulau Berhala begitu diminati dan dipuja orang Jambi. Mereka suka berwisata ke Berhala. Ini potensi yang luar biasa. Tinggal melengkapi fasilitas yang ada di Pulau Berhala,” imbuhnya. ** (dimuat di luarbiasa.id, 9 Juli 2020)