Orang Laut Kepri dalam Ingatan

0
903
Pulau Lipan, Kecamatan Selayar, Lingga. Orang Laut mendiami pulau ini sejak tahun 1953.

Mengenal Orang Laut

Di Kepulauan Riau, ada etnik yang sejak Orde Baru dikategorikan oleh pemerintah sebagai suku/orang terasing/ komunitas adat terpencil. Belakangan status KAT dihilangkan. Tiga etnik itu adalah Suku/Orang Laut, Orang Akit dan Orang Darat. Orang Akit di Karimun, sementara Orang Darat (Hutan) di Pulau rempang (Batam). Orang Laut ada di hampir semua Kabupaten/kota di Kepri. Terbanyak di Kabupaten Lingga, Batam dan Bintan.  AB Lapian menyebut Orang Laut adalah suku bangsa yang bertempat tinggal di perahu dan hidup mengembara di Perairan Provinsi Riau dan Pantai Johor Selatan.  (Lapian,2011:109).

Ini konsep lama dalam perkembangannya Orang Laut sebagian besar sudah menetap. ¢Data tahun 1972, jumlah orang laut di Riau sebanyak 5.205 jiwa. Ini gabungan orang laut yang ada di Kepulauan Riau dan Indragiri Hilir. ¢Orang Laut di Kepri terbagi atas kelompok (sub etnik), yakni Orang Barok dan Mantang. Orang Barok ada di Pulau Lipan dan Sungai Buluh (Kabupaten Lingga). Orang Mantang ada di Kelumu dan wilayah lainnya di Kabupaten Lingga, Bintan, Tambelan, hingga Desa Air Sena (Anambas). Orang Laut di Galang (Batam) ada yang menyebut sebagai Orang Tambus.  Orang Mantang yang menyebar diseluruh Kepulauan Riau mereka meyakini dulunya tinggal disebuah daerah bernama Tanjung Datok (Desa Mentuda di Lingga).

Perkawinan antar sub etnik ini banyak terjadi. Sesama ketua suku rata-rata saling kenal. Misalnya ketua suku Orang Laut di Pulau Lipan kenal dengan ketua suku Orang Laut di Kelumu, Linau Batu, Tajur Baru sampai ke wilayah Bintan. 

Jasa orang Laut

Orang laut dari tampilan fisik, wajah  agar keras dan warna kulit agak gelap. Orang laut diperkirakan bangsa proto Melayu (Melayu Tua). Ras austronesia. Dari kawasan Vietnam dan Kamboja menyebar ke utara Kalimantan dan berdiaspora ke Pantai Timur Sumatra. Pada masa Kerajaan Sriwijaya abad VII, orang laut telah ada. Orang laut jadi andalan armada maritim Sriwijaya. (Azhari,2019:155).

Orang Laut memiliki peran besar dalam kesejarahan diawali era Sriwijaya, Temasik (Singapura), Kerajaan Malaka dan Johor.  Orang Laut ikut berpindah dengan Sang Nila Utama ke Bintan dan ke Temasik. Orang Laut juga memiliki peran saat membantu Prameswara mendirikan Kerajaan Malaka. Dalam Kerajaan Johor, Orang Laut mendapat peran yang strategis. ¢Orang Laut selalu setia pada sultan. Perannya dalam Kerajaan Johor Riau Lingga dan Pahang semakin hilang dengan kuatnya pengaruh Bugis. Posisi kolonial Belanda juga semakin kuat yang menjadikan Orang Laut makin terlinggirkan.

Potret Orang Laut Kepri kekinian

Jasa besar orang laut masa silam seakan tak berbekas pada masa kini. Ada streotipe buruk memandang orang laut sebagai orang yang terasing, orang yang terbelakang, primitif, hidupnya kotor dan penuh magic. ¢Dari segi pendidikan formal, tingkat pendidikan orang laut yang ada di Kepulauan Riau jauh tertinggal dari orang laut yang ada di Provinsi Riau (Indragiri Hilir). Di Inhil, sudah banyak yang pendidikan sarjana. Sementara di Kepri, yang bersekolah hingga SLTA masih bisa dihitung dengan jari.

Di Riau, orang lautnya identik dengan Melayu. Dalam struktur Lembaga Adat Melayu (LAM) Provinsi Riau, Orang Laut diakomodir. Hal ini dikarenakan orang laut yang ada di Indragiri Hilir beragama Islam.  Hal ini berbeda dengan di Kepulauan Riau. Orang laut di Kepri beragam agama. Di Kabupaten Lingga ada yang beragama Islam, Kristen Protestan dan Konghucu. Di Batam, ada yang Islam dan Kristen Protestan. Di Bintan, ada yang Katolik (Berakit) dan ada yang Islam di Air Klubi, Kawal Pantai dan Mapur.  Toleransi (kerukunan)  beragama Orang Laut bagus.

Orang Laut di Kepri tidak memiliki kesenian yang beragam. Ada tari merawai yang ada di Pulau Lipan (Lingga) kondisinya hampir punah. Tarian ini tahun 1960-an juga dimainkan orang laut di Tambelan.  Ada joget Mantang. Ritual (tradisi) juga banyak yang hilang. Di Pulau Mensemut (Lingga) dulunya ada tradisi semah laut. Di Kelumu dulunya juga ada upacara pengobatan, buang ancak (buang  temakok) dan juga ada buang jong.

Beberapa Harapan

Dalam beberapa tahun belakangan cukup banyak penelitian tentang Orang Laut di Kepri. Hal yang mengembirakan. Tapi perlu pendataan yang akurat, jumlah riil Orang Laut di Kepri ¢Kepri memiliki kekayaan budaya dengan adanya Orang Laut. Ironisnya, masyarakat Kepulauan Riau banyak tidak tahu, khususnya generasi muda tentang Orang Laut. Dalam pelajaran di sekolah, tidak ada materi tentang Orang Laut. Buku-buku paket disekolah, seperti Airlangga, Grasindo, Esis, tak ada materi tentang Orang Laut.

Orang Laut hendaknya tidak hanya sebagai objek penelitian, objek pembangunan dengan orientasi proyek yang belum tentu mereka butuhkan. Orang Laut jangan dijadikan sekedar hiburan, seperti fotografi dan film. Ada fenomena Orang Laut jadi komersil. Tamu yang datang dianggap pasti memberikan bantuan atau memberikan uang. 

Perkampungan Orang Laut bisa jadi daya tarik wisata. Seperti halnya Kampung Panglong (Desa Berakit, Bintan). Pariwisata berdampak pada peningkatan perekonomian Orang Laut di sana. Di Bintan, ada  Museum Bahari yang ciri khasnya koleksi Orang Laut. Ini jadi sarana bagus untuk mengenal Orang Laut.

Keberadaan Komunitas Orang Laut sesuatu yang menarik. Ada namanya Lembaga Adat Budaya Orang Laut Internasional (Labboli) yang pusatnya di Pekanbaru (Riau). Bergabungnya sejumlah Orang Laut dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk juga dari Malaysia, Philipina, Singapura. Tahun 2017, Riau juga menggelar Pertemuan Orang Laut se-Dunia.  Judulnya: Orang Laut Menyapa Dunia.

Presiden Labboli Haryono asal Inhil pernah diundang Presiden Jokowi ke istana negara. Fenomena menarik pengakuan negara atas keberadaan Orang Laut. Labboli dibawah Haryono cukup eksis. Menjalin koordinasi ke Kementrian KKP untuk bantuan nelayan asli Orang Laut, termasuk dengan Pemprov Riau untuk program beasiswa anak sekolah dan beasiswa mahasiswa untuk Orang Laut di Riau.

Sumber

A.B Lapian, Orang Laut, Bajak Laut Raja Laut. Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX.  Jakarta: Komunitas Bambu, 2011.Daud Kadir, dkk.

Upacara  Tradisional: Upacara Kematian di Daerah Riau. Pekanbaru: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi, Depdikbud, 1982.

Ichwan Azhari, Dekonstruksi Sejarah Lokal di Kepulauan Riau. JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol.28 No 2 Desember 2019.

(Tulisan ini dipresentasikan dalam Bincang Budaya Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepri dengan tema Orang Laut Kepulauan Riau Riwayatmu Kini, 19 Mei 2020).