Menyongsong Arus Balik Sejarah Kepulauan Riau

0
270
Aswandi Syahri. foto: picbear.com/inilahkepri.

Bertempat di Kedai Puisi Baru, Jumat (30/12) malam, Sejarawan Kepri, Aswandi Syahri menyampaikan pidato kebudayaan akhir tahun 2016. Aswandi menyampaikan gagasannya tentang “Menyongsong Arus Balik Sejarah Kepulauan Riau”. Rakyat dan pemerintah Kepri harus menyadari. Pada masa lampau negeri ini pernah gilang gemilang. Masa kini negeri ini juga sangat bernilai penting.

================

Keberadaan Provinsi Kepri harus dipahami sebagai hasil akhir yang nyata dari dari sebuah proses jatuh bangun pertarungan sosial politik dalam ruang dan waktu yang panjang. Upayakan menjadikan Kepri gilang gemilang dapat dicapai dengan bercermin kepada masa lalu. Menurut Aswandi, visi maritim pemerintahan Jokowi sangat cocok dengan Kepri. Jika visi ini terwujud dan dilaksanakan, Kepri yang paling diuntungkan. Alasannya sederhana saja. Kepri letak geografisnya di pusat perlintasan alur perdagangan maritim dunia. “Pada masa lampau, negeri ini punya pengalaman sebagai bandar dagang yang penting. Sungai Carang dulu bandar yang termasyur abad 17 hingga abad 18,”kata Aswandi.

Provinsi Kepri yang ada ada kini bukanlah sesuatu yang terberi. Akar semangat pembentukan Kepri dapat dirunut jauh ke masa-masa ketika Raja Khalid Hitam dan Raja Ali Kelana berjuang dengan gigih untuk mengembalikan pemerintahan Kerajaan Riau Lingga yang dimakzulkan Belanda tahun 1911 dan resmi dihapus 1913. “Proses jatuh bangun dan pertarungan sosial politik membawa Kepri kepada kondisi sekarang.Konflik-konflik sesungguhnya membawa kita kepada keadaan sekarang ini,”sebutnya.

Kebesaran masa lampau anak watan Kepri dari zaman Riau Lingga dapat ditandai dengan membangun industri batu batam di Batam. Pulau Batam telah dibuka sebagai kawasan penanaman modal asing sejak dekade abad ke 19.Jadi Batam telah menjadi pusat keramaian sebelum pemerintahan presiden Soeharto membangun Batam awal 1970-an. “Rakyat dan pemerintah Kepri harus sadar. Negeri ini masa lampau sangat punya potensi dan bernilai strategis.Hari ini Kepri juga bernilai penting. Kadarnya sama. Jangan sia-siakan,”ujarnya.

Jebolan Sejarah Unand Padang ini menyebut pada masa lampau, khazanah musik dan lagu-lagu Melayu sangat berkembang hebat. Ia mengutip catatan Letnan Angkatan Laut Belanda G.F de Bruijn Kops tentang seni musik dan seni tarik suara Melayu
pada masa Sultan Mahmud Muzzafarsyah di Daik Lingga (1841-1857). Catatan ini dimuat dalam sketsa panjang tentang Kepulauan Riau Lingga 1853. Penjelasan Bruijn Kops tentang Lagu Gunung Sayang yang ada hubungannya dengan seni musik
dan lagu Melayu dapat diringkas sebagai berikut:

“…Orang Melayu sangat menggemari dan nyanyian. Gunung Sayang adalah lagu Melayu yang sangat populer diantara sedikit lagu Melayu yang dikenal. Lagu Gunung Sayang yang merupakan untaian pantun biasa didendangkan pada malam hari yang cerah atau dibawah sinaran bulan purnama. Cara menyanyikannya lemah lembut, melankolis, menggunakan Bahasa Melayu yang lemah gemulai dan kata-kata yang diatur sedemikian rupa sesuaai ketukan irama musik….”

Arus balik sejarah tak hanya dinanti, tapi disongsong agar arus deras tak bergerak liar dan apa yang dicita-citakan terwujud.**