Menggesa Pendirian Fakultas Ilmu Budaya UMRAH

0
331

Salah satu rekomendasi hasil Kongres Bahasa Melayu yang digelar Pemko Batam dan Kemendikbud tanggal 14 dan 15 Juni 2015 adalah menggesa pendirian Fakultas Ilmu Budaya (FIB) di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH). Rekomendasi ini sangat penting karena keberlanjutan atau masa depan Bahasa Melayu dan Sejarah Melayu tak cukup hanya melalui forum seminar, kongres atau pun pengajaran muatan lokal Bahasa Melayu.

Tak satu pun perguruan tinggi di Provinsi Kepri yang membuka FIB. UMRAH yang merupakan satu-satunya perguruan tinggi negeri (PTN) berdiri tanggal 1 Agustus 2007. Proses pendiriannya melalui proses yang panjang dimulai dari terbitnya SK Mendiknas No. 124/D/O/2007 tentang izin berdirinya UMRAH hingga terbitnya Peraturan Presiden No. 53 Tahun 2011 tentang Pendirian UMRAH sebagai Perguruan tinggi negeri di Lingkungan Kementrian Pendidikan Nasional yang kini kembali kepada nama Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

UMRAH diawal berdirinya merupakan penggabungan dari STISIPOL Raja Haji dan Politeknik Negeri Batam, dengan ditambah beberapa program studi baru. Kemudian STISIPOL Raja Haji dan Politeknik Batam Memutuskan untuk berdiri kembali sebagai Perguruan Tinggi mandiri. Sampai saat ini, UMRAH sudah memiliki 17 program studi yang tersebar di lima fakultas. Yakni, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial Politik (Fisip), Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP), Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan (FKIP) dan Fakultas Teknik.

Pendirian FIB menjadi sangat penting karena pengembangan dan pelestarian bahasa dan Sejarah Melayu idealnya bisa dilakukan secara kelembagaan. Keberadaan FIB akan melahirkan sarjana atau akademisi baru yang belajar dan paham tentang bahasa dan sejarah Melayu. Mahasiswa dan dosen-dosennya akan aktif melakukan penelitian tentang bahasa sastra dan sejarah Melayu. FIB akan mencetak mahasiswa pencinta bahasa dan sejarah Melayu. Akan lahir buku-buku bermutu bahasa sastra dan sejarah Melayu yang dihasilkan mereka yang terdidik dari segi keilmuan bahasa, sastra dan ilmu sejarah.

PTN lainnya di Indonesia sejak beberapa tahun lalu telah mengubah Fakultas Sastra menjadi FIB. Di FIB dibuka sejumlah jurusan, seperti ilmu sejarah, Sastra Indonesia, Sastra Inggris dan Sastra Daerah. Nah, sastra daerah tiap perguruan tinggi fokusnya berbeda. Di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, sastra daerahnya fokus sastra Melayu Deli. Sementara di Universitas Andalas (Unand) Padang, sastra daerahnya fokus tentang Sastra Minangkabau. Mahasiswa dan dosennya bertungkus lumus dengan Sastra Minangkabau. Begitu juga dengan jurusan ilmu sejarah. Di Fakultas Sastra yang kini berubah jadi FIB Unand, almameter saya, di jurusan ilmu sejarah mahasiswanya juga wajib mengambil mata kuliah Sejarah Minangkabau dan nilainya cukup besar 4 SKS.

FIB UMRAH nantinya bisa dibuka jurusan sastra daerah yang fokus pada Sastra Melayu. Demikian juga pada jurusan Sastra Indonesianya, aktif pada pengembangan bahasa dan sastra Melayu. Jurusan ilmu sejarahnya juga bakal menarik. Sejarah Melayu menjadi mata kuliah wajib. Dapat dipastikan setelah FIB dibuka, beberapa tahun ke depan akan lahir para sejarawan, sarjana Sastra Indonesia dan Sastra Melayu dari Kepri. Lahirlah penerus DR Abdul Malik, DR Ahmad Dahlan atau pun sejarawan Aswandi Syahri atau nama lain yang yang tunak tentang Bahasa Melayu dan Sejarah Melayu. Lahirlah bibit-bibit baru pencinta sastra dan sejarah yang berlatar belakang akademis. Ini sesuatu yang mahal dan langka di Kepri.

Membuka FIB, UMRAH bisa bekerjasama dengan PTN lain yang sudah duluan membuka FIB. Termasuk soal pengadaan tenaga pengajar. Selain dari luar, di Kepri sendiri sejumlah orang berpotensi untuk menjadi tenaga pengajar, meski sifatnya untuk sementara. Di Umrah sendiri, selain DR Abdul Malik M.Pd, sejumlah dosen juga banyak bergelar magister Sastra Indonesia.Hal yang sama juga ada di Kantor Bahasa Kepri. Ada dua orang yang S2 linguistik. Sementara di kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Tanjungpinang, ada satu orang kandidat doktor bidang sejarah dan empat orang S2 yang ahli tentang museum, naskah kuno dan kebudayaan Melayu. Belum lagi sejumlah PTS yang ada di Kepri, banyak dosennya bergelar S2 sastra. Untuk bidang sejarah ada nama DR Ahmad Dahlan dan Aswandi Syahri.

Petinggi Kepri dan UMRAH harus menyadari pentingnya pengembangan dan pelestarian Kebudayaan Melayu. UMRAH jangan terjebak membuka jurusan karena mengikuti tren pangsa pasar. Membuka jurusan dengan argumen karena sesuai perkembangan dunia lapangan kerja. Akar kebudayaan Melayu tak boleh ditinggalkan. Buat apa kita hanya berbangga dengan motto Kepri Bunda Tanah Melayu. Sementara disisi lain, tak terlihat upaya kongkrit untuk pengembangan dan pelestarian bahasa, sastra dan sejarah Melayu.

Jika lalai percayalah ke depannya, Kepri akan kering mereka yang ahli tentang bahasa dan sejarah Melayu. Kalau pun ada, itu orang luar yang menempuh pendidikan di luar Kepri. Dampak lainnya, semakin sulit ditemui buku-buku bahasa dan sejarah Melayu yang ditulis anak-anak daerah. Termasuk buku-buku bahan ajar budaya Melayu yang diajarkan di sekolah-sekolah. Mari renungkan.** (terbit di harian sindo batam)