Mengenal Joged Sonde, Tarian Tradisi Suku Akit

0
3331
Joged Sonde

Joged Sonde tahun 2016 ditetapkan Kemdikbud sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia. Tarian tradisi ini tumbuh dan berkembang pada masyarakat Suku Akit di Desa Sonde, Kecamatan Rangsang Pesisir, Meranti.
===================

Tari Tradisi Joget Sonde dipertunjukkan pertama kali di pada tahun 1960-an dalam acara pesta perkawinan. Dari dulu, sejak ratusan tahun lalu hingga sekarang, mereka masih memelihara Joget  Sonde. Namanya joget, pasti ada gerak, ada musik, bahkan ada nyanyian. Dilantunkan. Serupa syair. Utuh, sesuai bahasa mereka. Menceritakan kehidupan, alam, dan kebiasaan sehari-hari.

‘’Dang kung.. dang kung..’’. Suara tetabuhan dipukul sejak pukul 15.00 WIB hingga 17.00 WIB oleh kaum lelaki. Tabuhan ini membuktikan, mengabarkan dan sebagai lambing jika malamnya aka nada pementasan Joget Sonde. Saat tetabuhan dimulai, saat itu jugalah para gadis bersolek di atas rakit. Berbedak, bergincu dan beralis tebal. Konon, bersolek bukan sembarang solek. Dandan bukan
sembarang dandan. Konon, ada mantra saat alis ditebalkan. Yang sederhana menjadi molek. Yang biasa memukau silau.

Gelap datang. Para penjoget naik ke darat. Lengkap dengan kostum joget: kebaya pendek, kain dan selendang panjang. Mak penjoget pun bersiap. Duduk di sudut ruang. Persis di samping pemusik. Ada gendang pendek dan biola. ‘’Dang kung… dang kung.. dang kung…’’ Tarian dimula. Bukan tari biasa. Tangan kiri seiras dengan kaki kiri. Begitu juga tangan kanan, seiras dengan kanan. Maka, penjoget tegelek-gelek, tegelek-tegelek.

Joget berlangsung lama. Panjang. Sampai para lelaki berdiri mencari pasangannya. Ikut menari, ikut tegelek-gelek. Terlebih saat selendang panjang disangkutkan ke leher lelaki itu. Semakin tegelek. Kecantikan para penjoget sungguh menawan. Para lelaki tak hendak lepas dari lilitan selendang. Bahkan sampai joget usai, penjoget kembali ke laut, kembali ke rakit, para lelaki turut masuk ke dalam lumpur tepian.

Begitulah besarnya pengaruh Joget Sonde ketika itu. Dilakukan hanya sesekali untuk kepentingan ekonomi. Cerita ini pada ketika itu. Waktu itu, joget dinilai tabu. Tak baik. Sehingga tak banyak anak-anak gadis yang mau menjadi penjoget. Padahal, ada kekayaan kebudayaan di sana. Satu sisi, joget sebagai sumber ekonomi, mencari uang lebih untuk rezeki keluarga. Di sisi lain, joget sonde mengandung mistik. Ada mantra yang dibaca saat para gadis mulai bersolek. Ada kekayaan bahasa dari syair yang dilantunkan. Ada pesan kehidupan juga dalam sayir-syair itu.
Tarian ini awalnya dikoreografi (diciptakan) oleh Cik Minah yang merupakan masyarakat asli suku Akit dari Desa Sonde, Kecamatan Rangsang Pesisir Kabupaten Kepulauan Meranti. Pada awalnya Joget Sonde ini diciptakan untuk mengungkapkan kebahagiaan si koreografer dan hanya sebagai sebuah tarian bergembira dan tarian hiburan.

Tari ini terciptanya di Desa Sonde maka diberilah nama dengan sebutan Tari Joget Sonde. Sejarah Desa Sonde itu sendiri adalah pada zaman dahulu pohon sonde hanya terdapat di daerah kampung tersebut, di mana getah pohon sonde tersebut bisa dijual dengan harga yang tinggi. Karena banyak orang yang pergi mengambil kayu sonde dan daerah tersebut tidak memiliki nama maka masyarakat setempat memberi nama Sonde.

Tarian ini mempunyai peranan yang sangat penting sebagai sarana hiburan. Tari ini dapat membangun solidaritas yang tinggi dalam lingkungan masyarakat karena mengajarkan kepada generasi mudanya bagaimana bekerja sama dan membina rasa kekeluargaan antar masyarakat.

Kekayaan dalam Joget Sonde dinilai penting. Harus dipertahankan. Harus diturunkan kepada generasi berikutnya. Meski zaman berubah. Meski Suku Akit tak lagi tinggal di rakit. Kebudayaan tak boleh berubah. Bahasa tak boleh kalah. Tak heran, hingga kini, Joget Sonde masih banyak ditemukan. Tak lagi menjadi sesuatu yang tabu. Tak lagi dikhususkan untuk satu kegiatan. Justru banyak dipanggungkan saat resepsi pernikahan, penyambutan tamu atau acara-acara tertentu lainnya. Saat ini, ketika Suku Akit lebih maju. Berpenghasilan lebih dan berpendidikan layak.

Kasi Sejarah dan Purbakala Dikbud Meranti, Abdullah menyebutkan, masih banyak karya budaya lain di Meranti yang belum terangkat dan pantas diajukan sebagai WBTB Indonesia.
“Meranti baru punya satu karya yang ditetapkan, yakni Joget Sonde. Tahun depan kita ajukan beberapa karya budaya. Kita sedang persiapkan pengumpulan dan pencatatan karya budaya,”kata Abdullah, kemarin (14/6) di Selatpanjang.

Salahsatu tradisi lain yang menjadi ikon Meranti adalah tradisi Perang Air (Cian Cui). Hingga
saat ini belum diajukan sebagai WBTB.**