Mencari Anak Hilang dalam Tradisi Perkawinan di Limbur Merangin

0
1007

Kabupaten Merangin, Jambi tak hanya memiliki keindahan alam berupa Geopark yang sudah mendunia. Tradisi masyarakatnya juga kaya. Ada tradisi dalam perkawinan di salah satu desa bernama Limbur Merangin yang unik dan berbeda dengan daerah lainnya di Jambi.

Tahun 2014, dua orang staf Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepri, Dedi Arman dan Jauhar Mubarok melakukan penelitian tentang tradisi anak hilang di Limbur Merangin ini. Latar Belakang munculnya tradisi anak hilang dalam tradisi perkawinan di Desa Limbur Merangin, Kabupaten Merangin, Jambi berawal dari sejarah Limbur Merangin.

Dalam tulisan yang ditulis Haramaini, tokoh adat Desa Limbur Merangin, penamaan Limbur Merangin berasal dari nama Limbun Bungin. Ada sebuah keluarga dan anak perempuannya yang berladang di Ujung Tanjung. Anak tersebut hilang dalam timbunan pasir (limbun bungin). Awalnya nama  rio (desa) Limbun Bungin. Orang Belanda sulit menyebut nama Limbun Bungin dan selalu menyebutkan salah. Mereka menyebut Limbur Merangin

Anak perempuan berumur  10 tahun. Ayah ibunya pergi ke ladang dan melarang anaknya makan sebelum mereka pulang dan Si anak perutnya lapar. Ia tak berani makan nasi. Ia keliling rumah dan dilihatnya ada puar. Buah puar yang dimakan isinya. Jelang senja orang tua pulang dan memarahi anaknya karena dianggap makan nasi. Si anak dipukul ibunya. Begitu orang tuanya pergi ke sungai, si anak lalu keluar rumah sambil menangis. Ia duduk di dekat kubangan pasir dan menimbun dirinya.

Orang tuanya balik ke rumah dan mencari si anak. Mereka tak menemukan dan hanya mendengar seperti suara anaknya  bersenandung. “ngalimbak nanglimbua, limbak limbun lah aku. Kato induk aku makan nasi, padahal aku makan pua mudo“.Kedua orang tua si anak akhirnya juga bunuh diri karena merasa bersalah.

 

Dari sejarah anak hilang inilah, tokoh adat dan pemuka masyarakat menyepakati setiap adanya pesta perkawinan yang ada memotong kerbau, ada prosesi mencari anak hilang. Menurut tokoh adat Desa Limbur Merangin, Haramaini dan Abu Hasan, tradisi ini sudah ada sejak abad 11 M. Benda-benda cagar budaya peninggalan leluhur masih ada tersimpan dan digunakan dalam prosesi perkawinan. Ada keris dan ada juga tombak. 

Hal yang menarik dalam setiap ada pesta perkawinan  di Desa Limbur Merangin ada prosesi mencari anak hilang.  Namun yang dicari bukan lagi anak kecil, tapi yang dicari anak dara atau pengantin wanita. Ada semacam drama atau pertunjukkan teater saat keluarga pengantin wanita mencari anaknya yang hilang. Dalam proses pencarian melibatkan orang pintar atau dukun. Setelah beberapa saat, pengantin wanita akhirnya didapati berada di rumah pengantin laki-laki. Namun, pihak rumah keluarga pengantin laki-laki menolak adanya keberadaan pengantin wanita.

Terjadilah dialog atau perundingan antara kedua belah pihak menggunakan petatah petitih khas Limbur Merangin. Setiap pesta perkawinan yang ada proses mencari anak hilang ini wajib memotong kerbau. Tanpa memotong kerbau,prosesinya dianggap tak sah.**