Yayasan Konservatori Seni Makyongmude Ledang Balai Tuan Habeb kembali menggelar pementasan makyong di Panggung RRI Tanjungpinang, Sabtu (18/2) malam. Kegiatan ini dalam perayaan hari ulang tahun yayasan yang kelima.
Pembina Yayasan KOnservatori Seni, Said Parman mengatakan, ada yang spesial pada pementasan kali ini. Dalam pementasan akan bergabung dengan rekan-rekan dari Universitas Malaya, Malaysia. “Kami fokus pembinaan anak-anak muda untuk main
makyong. Makanya diberi nama makyong mude. Kami rutin tampil,”kata Said Parman.
Berbeda dengan sanggar lain, Yayasan KOnservatori Seni fokus pembinaan makyong untuk anak usia muda. Tahun 2015, yayasan ini pernah mendapat bantuan fasilitasi rumah budaya nusantara (RBN) dari Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbud. Makyong muda pernah tampil disejumlah daerah, termasuk di Daik Lingga, Dabo Singkep, termasuk di Bintan.
Makyong bukan sekadar teater rakyat. Beberapa bentuk kesenian Melayu, yakni seni peran, sastra lisan, musik, dan tari, bisa disimak dalam pentas makyong. Makyong sebagai salah satu cara menikmati hampir semua bentuk kebudayaan Melayu dalam
satu panggung. Di Kepulauan Riau, makyong memang bukan satu-satunya teater rakyat yang dikenal. Di Lingga, Kepri, pernah hidup wayang bangsawan, sementara di Natuna ada Mendu. Namun, hanya makyong yang relatif lengkap merangkum dan menyajikan
bentuk-bentuk seni Melayu dalam satu panggung.
Makyong salah satu teater rakyat di tanah Melayu yang sudah hidup selama berabad-abad. Dimulai dari Thailand Selatan, Makyong menyebar hingga ke Indonesia. Setiap kali pentas, teater rakyat itu dibuka dengan musik dan dilanjutkan dengan
lagu yang lebih menyerupai mantra. Selepas lagu disampaikan, sambil menari lebih dari 15 menit, barulah dialog dimulai. Dalam dialog, para pemain kerap berbalas pantun.
Makyong tak hanya merangkum seni Melayu dalam satu panggung. Perjalanan makyong dari Thailand ke Kepulauan Riau sekaligus jadi salah satu bahan kajian sejarah suku Melayu. Pernah jadi primadona di Thailand selatan dan Malaysia, kini makyong nyaris hilang di tanah kelahirannya itu. Di Thailand, makyong sulit bertahan. Bukan hanya karena dianggap kuno,
melainkan karena makyong dianggap kebudayaan Melayu. Akibatnya, kurang diterima di Thailand.
Makyong salah satu teater rakyat di tanah Melayu yang sudah hidup selama berabad-abad. Dimulai dari Thailand Selatan, Makyong menyebar hingga ke Indonesia. Ironisnya, masyarakat Melayu Thailand kurang menerima makyong karena dianggap tak
sesuai dengan nilai-nilai Islam. Padahal, Melayu, saat ini, dianggap identik dengan Islam.
Alasan serupa juga pernah menenggelamkan makyong di Malaysia. Di sana, makyong dilarang karena pemain-pemain wanitanya memerankan tokoh pria. Selain itu, dalam cerita asli, ada bagian incest atau hubungan sedarah. Akibatnya, lebih dari satu dekade makyong dilarang.**