Menyebut joget dangkong di Provinsi Kepri takkan lepas dari dua nama maestro yang hingga kini masih aktif mentas dimana-mana. Dua maestro itu adalah Mak Dare dari Tanjungpinang dan Kak Long dari Pulau Moro, Karimun. Menarik kalau dikupas kiprah mereka, bagaimana perjalanan Mak Dare berkesenian?
=======================================================
Ada anggapan bahwa kesenian joget sangat dipengaruhi oleh tarian rakyat Portugis. Orang-orang Portugis yang datang ke Melaka pada abad ke-15 memperkenalkan sejenis tarian yang diiringi dengan iringan musik yang terdiri dari sebuah gendang tambur dan sebuah biola. Jenis tari dan rentak musik tersebut sangat menarik perhatian masyarakatMelayu. Lama-kelamaan kesenian itu berkembang dalam masyarakat Melayu Kepulauan Riau termasuk di wilayah Moro. Joget dipersembahkan untuk hiburan para nelayan di pantai. Seiring dengan perjalanan waktu, joget inilah yang dikenali dengan nama Joget Dangkong.
Joget dangkong dinamakan demikian berdasarkan bunyi dari alat musik joget tersebut ( dang-dang kung dang-dang kung dang-dang kung ). Alat music yang digunakan adalah biola, gong, dan gendang. Dangkong dahulunya biasa dilaksanakan pada upacara pernikahan dan pada hari raya. Pertunjukan ini lebih mengetengahkan unsur hiburannya. Hal ini terlihat jelas pada nyanyian, musik dan juga tarian yang tidak memiliki tujuan khusus.Dangkong tidak memiliki aturan khusus dalam pelaksanaannya.
Tempat pertunjukan joget dangkong boleh sembarang tempat ( bebas ) waktunya tidak dibatasi, biasanya selama satu malam boleh lebih. Penampilan joget dangkong tidaklah seperti penyajian seni yang sifatnya ritual atau upacara. Penyajiannya tidaklah dipersiapkan secara ketat atau menggunakan syarat-syarat khusus. Hal ini juga teridentifikasi dengan fungsi utamanya yang semata mata hiburan.
Grup joget dangkong tidak hanya terdiri dari pemain musik, tetapi juga kadang penari dan penyanyi. Para penari didandan dengan pakaian dan perhiasan yang mencolok sehingga mampu memberi daya tarik. Nyanyian atau musik dangkong lebih cenderung meriah seperti irama Joget Melayu, Dondang Singapura, Tanjung Katung dan lagu lainnya.
Kondisi kekinian, satu per satu budaya Melayu warisan leluhur hilang tergerus jaman. Tradisi joget dangkong satu diantara sekian budaya yang terancam hilang.Mak Dare, salah seorang pelaku kesenian tradisi ini yang masih aktif bermain.
Di usia senjanya, ia masih harus menanggung beban berat, melestarikan budaya Melayu, joget dangkung. Ia semakin sedih, karena disaat kebudayaan lain seperti barongsai, reog semakin eksis di ibukota provinsi ini, budaya asli Melayu joget dangkong malah meredup. Bagaimana tidak, kini di Tanjungpinang hanya Joget Dangkung Sri Melayu Dompak asuhannya yang masih mendendangkan irama dangkung. Itupun dengan susah paya Mak Dare menjaganya tetap eksis.
Nenek enam cucu ini mulai menghidupkan kembali tradisi joget dangkong pada 1999 lalu. Kala itu ia diajak oleh abang iparnya ikut berjoget dangkng dari kampung ke kampung, pulau ke pulau. Ia awalnya tak mau.Tapi daripada bekerja ke laut, jadinya ia terpaksa ikut. Keengganan Mak Dare ikut kelompok joget bukan tanpa alasan. Ia mengaku samasekali tak bisa menyanyi, walaupun menari masih bisa ia lakoni sedikit-sedikit.
Apalagi sebagai perempuan pesisir, seumur hidupnya yang ia kenal hanya jaring karena tadinya ia memang nelayan. Sekitar tiga bulan, abang iparnya tak sanggup lagi menghidupi kelompok joget dangkung. Jadilah Mak Dare yang ditawarkan mewarisi tongkat estafet. Pengetahuan joget dangkong samasekali ia tak punya, apalagi modal untuk menghidupi kelompok. Abang iparnya menawarkan menyewakan peralatan joget miliknya. Sendirian, ia mengumpulkan satu per satu pemain musik dari pelosok-pelosok. Ada yang ia temukan di Bintan, Tembeling dan Dompak. Karena keterbatasan biaya, kelompok ini tak pernah latihan. Tapi mereka mulai manggung dari satu acara ke acara lain. Mulai dari acara kawinan hingga perhelatan seni. Sekitar tahun 2000, nama kelompok joget dangkungnya didengar Walikota Tanjungpinang saat itu, Suryatati A Manan. Gedung Daerah menjadi saksi kelompok ini diberi bantuan alat musik dan soundsystem.
Kini hidup Mak Dare dan sebelas anggota Joget Dangkung Sri Melayu Dompak tampak memprihatinkan. Jika beruntung sebulan mereka bisa dapat job manggung dua hingga tiga kali, dengan bayaran Rp 1,5 juta yang dibagi untuk 13 orang.Malah kadang dalam sebulan tak ada panggilan sama sekali. Namun, kondisi ini tak menghalangi tekadnya untuk terus melestarikan joget dangkong. **