Sebanyak 207 layang-layang dari lima negara dan dua belas kabupaten kota di Indonesia menghiasi langit sekitar Gurun Pasir di Desa Busung Kecamatan Seri Kuala Lobam, Bintan. Event yang bertajuk Festival Kite Bintan 2017 berlangsung selama dua hari, 21 hingga 22 Oktober.
Ketua Pelaksana Festival Kite Bintan 2017, Ari menuturkan, peserta lomba Festival Kite Bintan 2017 berasal dari 42 pelayang lokal, 16 pelayang dari daerah di luar negeri dan 44 pelayang daerah di Indonesia. Tujuan digelar festival ini untuk melestarikan budaya dan mempromosikan daerah sehingga banyak wisatawan mancanegara yang
datang ke Bintan.
Ada pun, dijelaskanya lima kategori yang dilombakan yakni kategori dua dimensi atau modern, tren naga, rokkaku, tradisional atau wow dan ekor panjang. Masing-masing tim akan dinilai, layang-layangnya, kemudian saat akan naik ke udara dan saat layang-layang berada di udara. Lima negara yang berpartisipasi dalam kegiatan festival layang-layang yakni Swedia, India, Malaysia, Singapura dan Thailand, sedangkan dua belas kabupaten kota diantaranya dari Jakarta, Surabaya, Jogyakarta, Banjarmasin, Pekanbaru, Batam, dan Tanjungpinang serta
Bintan.
Salah seorang pelayang dari Surabaya, Adieb menuturkan, dirinya membawa banyak jenis layang-layang, mulai dua buah layang-layang naga, layang-layang rokkaku dan layang-layang kaki seribu ekor panjang serta lainnya. Rencananya layang-layang tren naga akan dipertunjukkan pada saat pembukaan festival tetapi karena angin yang kurang, layang-layang seharga Rp 10 juta dengan panjang sekitar seratus meter itu tidak jadi
mewarnai langit. “Anginnya tidak stabil. Tak bisa naik sepertinya. Lagi pula kalau mau diterbangkan harus sepuluh orang yang memegang ekornya,” katanya.
Ia mengaku kecintaannya pada layang-layang dimulai sejak 18 tahun lalu. Bukan dirinya, istri dan anaknya juga mencintai hobi ini. Bahkan, dirinya rela membawa layang-layang dari daerahnya ke Bintan dengan total berat 26,7 kilogram yang tercatat masuk dalam bagasi
pesawat terbang. Itu melebihi berat dua tas yang dibawanya yang hanya berisikan pakaian.
Senada, pelayang asal Malaysia, Lim Kok Tiong mengaku dirinya ke Bintan membawa layang-layang bernama Smurf dengan berat 10 kilogram. Di rumahnya, di Malaysia, masih ada 5 lagi layang-layang Smurf yang tak dibawanya. “Ada sepaket, 6 macam gini. Smurf kan ada bapak, ibu dan empat orang anak. Jika dibawa semua beratnya bisa seratus
kilo,” ungkapnya sembari mengaku dirinya hanya membawa baju dan celana
secukupnya saja.
Ditanya harga satu layang-layang Smurf, ia mengaku membelinya seharga 4.200 ringgit Malaysia. Setelah dari Bintan, ia mengaku menyiapkan untuk mengikuti festival layang – layang di Taiwan. “Dari hobi layang-layang saya sudah ke banyak tempat, mulai Thailand,
Macau, Hongkong dan lainnya. Di Indonesia juga saya sudah mengunjungi banyak tempat. Festival layang-layang ini sebenarnya hampir digelar pada seminggu sekali, setahun saya hampir mengikuti empat belas event,” katanya.
Lain waktu ia berjanji akan kembali lagi ke Bintan untuk menikmati objek wisatanya. “next Time saya mau ke Tanjungpinang dan Lagoi,” kata dia.**