Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Tanjungpinang melakukan launcing kawasan wisata Pulau Basin, Ahad (30/4) kemarin. Tiap Sabtu dan Ahad, ada kapal pompong dengan harga tiket Rp20 ribu yang membawa wisatawan ke Pulau Basing. Apa keistimewaan pulau ini.
=============
Berita dibukanya secara resmi Pulau Basing menyebar dengan cepat di media sosial. Ruziana, salah seorang blogger Kepri dan juga traveller memposting informasi itu di facebook-nya. Ia pun bersemangat untuk ikut langsung turun ke Pulau Basing.
Pulau Basing memiliki panjang sekitar 750 meter dan di bagian terlebarnya 440 meter. Lokasinya tepat di depan pantai Tanjungsiambang, yang berada di Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari. Untuk mencapai pulau itu, bisa menggunakan pompong dari pantai Tanjungsiambang.
Asal usul penamaan Pulau Basing belum diketahui dengan pasti. Jika merunut dalam dialek Palembang, basing berarti sembarang. Tapi, warga Tanjungsiambang juga tidak tahu pasti kenapa pulau itu dinamai demikian.
Pulau Basing mulai terdengar gaungnya, sejak pusat Pemerintahan Provinsi Kepri dibangun di Dompak. Ditambah, sejak tahun 2013 lalu, Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang mulai memperkenalkan pantai Tanjungsiambang menjadi destinasi wisata baru bagi masyarakat Tanjungpinang, Pulau Basing pun perlahan naik pamor.
Saat menginjakkan kaki di pulau ini, mata akan dimanjakan oleh pemandangan asri, hamparan pasir putih turut menambah eksotis pantai di pulau perawan ini. Sama seperti pulau yang tidak berpenghuni pada umumnya. Pulau Basing juga ditumbuhi tanaman sejenis rumput liar nan rimbun yang tingginya melebihi pinggang orang dewasa, serta beragam semak lainnya. Pohon-pohon besar juga terlihat sangat rimbun dan lebat. Uniknya, pulau yang letaknya cukup strategis ini memiliki peninggalan berupa potensi cagar budaya, yang berwujud struktur bangunan. Jaraknya hanya sekitar 100 meter dari bibir pantai.
Bangunan tua itu berbentuk persegi, dengan permukaan yang datar. Sayangnya, tidak bisa diketahui pasti berapa luas bangunan itu. Pasalnya pepohonan rimbun dan semak belukar menutupi sebagian besar bagian bangunan lainnya. Hal unik lainnya, sepanjang dinding bangunan ditumbuhi pohon-pohon dengan akar yang memenuhi dinding. Membentuk pola indah, serupa sarang laba-laba.
Didepan bangunan terdapat satu bangunan kecil lain dengan luas sekitar 3×3 meter persegi, menonjol di depan bangunan utama yang menyerupai gua, seperti pintu masuk. Hanya saja, saat memasuki gua yang telah dihuni puluhan kelelawar itu, sudah dibangun tembok pembatas.
Ddiduga dahulunya gua tersebut adalah terowongan yang menjadi pintu masuk ke bangunan utama. Tapi sengaja dibangun tembok pembatas, supaya tidak ada yang bisa memasuki terowongan itu. Butuh kajian mendalam, terkait peninggalan bersejarah itu. Pasalnya, banyak cerita yang beredar, yang belum bisa dipastikan kebenarannya.
Perlunya dilakukan kajian terhadap bangunan itu, juga merunut dari laporan teknis Pulau Basing, Pengelolaan Kekayaan Budaya Kota Tanjungpinang tahun 2013, yang menyebutkan, pada tahun 2012 lalu telah dilakukan peninjauan oleh Balai Arkeolog Medan dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batu Sangkar. Dan telah merekomendasikan kepada Pemko Tanjungpinang, untuk segera dilakukan kajian-kajian menyangkut tingkat kerusakan yang ada di Pulau Basing. Dimana yang menjadi pertimbangan, yakni adanya nilai historis objek tersebut yang diperkirakan cukup tinggi, dengan kondisi fisik relatif bagus. Serta perlu segera mendapatkan penanganan yang tepat dan memadai bagi kepentingan lain yang lebih luas. Tapi, dalam laporan itu tidak disebutkan persis struktur bangunan apakah sebenarnya itu.
Teka-teki perihal sejarah bangunan tua itu menjadi buah bibir masyarakat Kota Tanjungpinang. Seorang warga Tanjungsiambang, Ibrahim yang pernah mendiami Pulau Basing pada tahun 1965-1971 malah menduga, struktur bangunan itu adalah peninggalan kerajaan Melayu yang masih berkaitan dengan kerajaan yang dulunya berada di Pulau Penyengat. “Itu penjara Raja Melayu,”ujarnya.