KEARIFAN LOKAL DALAM SELOKO JAMBI

0
9505

Oleh : Novendra

A. Pengantar
Kearifan lokal (local wisdom merupakan suatu bentuk warisan budaya Indonesia yang telah berkembang sejak lama. Di dalam kearifan lokal terkandung nilai-nilai, norma-norma, sistem kepercayaan, dan ide-ide masyarakat setempat. Kearifan lokal berkaitan erat dengan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Masyarakat mengembangkan cara-cara tersendiri untuk memelihara keseimbangan alam dan lingkungannya guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kearifan lokal masyarakat Jambi muncul sejak zaman Kerajaan Melayu kuno, dan mencapai puncaknya pada masa zaman Kesultanan Melayu Jambi. Banyak terdapat kearifan local yang disusun dari ajaran agama Islam dan adat resam Melayu. Kearifan local ini dapat dilihat dari seloko adat Jambi.
Seloko adalah sastra Melayu yang latar belakang penulisannya dipengaruhi sastra dan budaya Islam. Seloko merupakan kumpulan budaya lisan yang dapat digolongkan ke dalam puisi pengajaran atau puisi didaktif.

B. Seloko dan Kearifan Lokal
Isi dari Seloko, jelas terlihat bagaimana pelaku budayanya memberikan tentang banyak hal. Khususnya pada aspek pendidikan moral dan akhlak. Dari masalah keimanan sampai bagaimana layaknya seorang pemimpin dengan tanggungjawabnya yang dipikulkan di atas pundaknya.
Dari berbagai macam seloko yang disampaikan dapat diklasifikasikan masing-masing persoalan yang disampaikan. Namun secara umum pada hakekatnya ada dua konsep umum yang ingin disampaikan seloko, yaitu hablumminallah dan hablumminnass, yaitu konsep vertikal bagaimana berhubungan dengan kholiq (sang pencipta) dan konsep horisontal, bagaimana berhubungan dengan sesama manusia.
Seloko ternyata menitik beratkan kepada pesan-pesannya pada realitas kehidupan manusia sebagai manusia itu sendiri dan manusia dalam konteksnya dengan manusia yang lainnya. Tentunya berpedoman kepada nilai-nilai transendental yang termuat pada seloko. Kemudian masing-masing seloko mempunyai karakteristik dan keistimewaannya masing-masing.
Para pemerhati seloko menyebutkan bahwa seorang manusia khususnya orang Islam (baik muslimin ataupun muslimah) di dalam proses kehidupannya haruslah dari hari ke hari haruslah menjadi lebih baik dan seharusnyalah ada peningkatan dalam tatarannya, sehingga ia nantinya akan dikategorikan menjadi orang yang sempurna hidupnya. Dimana hal ini menjadi impian setiap manusia di seluruh pelosok penjuru dunia.
Dalam pelaksanaannya seseorang itu dapat saja membalikkan urutannya antara yang satu dengan yang lainya khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan syareat, tarekat dan ma’rifat atau sebaliknya, sehingga seseorang akan menjadi manusia yang sempurna.
Kebahagian itu tidak dapat diukur dengan berapa banyak harta yang dia punyai, berapa tinggi pangkat seseorang, dan segala kemewahan duniawi yang dimiliki. Tetapi sesungguhnya kebahagiaan seseorang itu terletak pada ketenangan hati seseorang. Banyak orang yang kaya dengan harta, tetapi kekayaannya tidak menjamin hatinya lebih tenang, bahkan sebaliknya, kekayaan yang ia kumpulkan justru menyibukkan dirinya untuk mengejar kekurangan, karena berapapun harta benda yang dimiliki masih saja dianggap kurang.
Spesifikasi dari seloko, menyangkut tentang penyakit-penyakit yang berasal dari dalam jiwa manusia. Menyangkut fungsi hati, mengumpat, marah, bohong dan lain-lainnya. Pasal ini mengingatkan kita kembali pada sebuah hadist Nabi yang berbunyi, “sungguh di dalam diri manusia itu ada segumpal daging, yang apabila baik daging itu, maka baik pulalah manusia itu, tetapi apabila buruk daging itu maka buruk pulalah manusia itu, daging itu adalah hati”.
Sesungguhnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah tidak mengajarkan kepada manusia untuk mengerjakan perbuatan yang mungkar yang tidak mempunyai nilai ahklak yang luhur, tetapi sebaliknya Islam menyuruh manusia berakhlakul karimah, berbudi baik, beradab sempurna, yang pada hakikatnya manusia sendirilah yang akan memperoleh faedahnya kepada pribadi pemiliknya, seperti berlaku; jujur, tidak berdusta, tidak berbuat maksiat; dan nantinya akan bermanfaat bagi masyarakat umum, seperti bersedekah, bermurah tangan, memberi pertolongan dan sebagainya.
Dalam kehidupannya manusia itu tidak hanya melulu menekankan kepada masalah ukrowiyah saja, tetapi juga mengatur masalah duniawi, dan tidak ketinggalan mengajarkan masalah kemasyarakatan. Seperti, abad berumah tangga, hidup bertetangga yang baik, bermu’amallah dan lain sebagainya. Pendek kata tidak ada satu permasalahan didunia ini yang tidak tercakup di dalam kehidupan orang mukmin, semuanya ada didalamnya. Oleh karena itu bagi siapa yang ingin hidupnya bahagia sejahtera di dunia maupun di akhirat, hendaklah ia mengikuti jejak para nabi atau aulia. Karena pada diri mereka itulah sesungguhnya terdapat suri tauladan yang baik.
Pada seloko terkandung konsep budi bahasa. Budi adalah sesuatu ungkapan dari beberapa sikap dan sifat tentang kebaikan dan keiklasan. Berbuat budi adalah berbuat baik kepada sesama manusia dengan tulus iklas dan sedikutpaun tidak mengharapkan balasannya. Seloko lama berpesan;
Pisang emas bawa berlayo
Masak sebiji di dalam peti
Hutang emas boleh dibayo
Hutang budi di bawa mati
Dari sebait seloko di atas jelas bahwa bagi orang Melayu di Jambi, budi tidak akan pernah terbalaskan, sampai dia nanti matipun budi itu akan tetap dibawa atau dikenang.
Berbahasa, bukan berarti pandai menggunakan dan memainkan bahasa. Tetapi yang diinginkan dengan berbahasa adalah mengerti dan faham akan makna akan kata-kata yang tersurat dan tersirat dari orang lain. Maka kata budi selalu beriring dengan bahasa.
Dari beberapa seloko memberikan kriteria orang yang berbangsa , walaupun ia rakyat biasa tetapi berbudi serta berbahasa, maka ia adalah seorang yang berbangsa. Dan, walaupun raja sekalipun, tetapi tidak berbudi dan berbahasa dengan baik, maka ia bukan termasuk dalam kriteria orang yang berbangsa.
Membedakan orang yang berilmu, dapat dilihat dari hadist di atas, dan seloko memberikan pedoman kepada kita semua agar lebih lanjut, untuk mengenal orang yang berilmu, maka bertanya adalah sifatnya dan belajar adalah kebiasaannya. Orang yang sudah berilmu bukan berarti ia berhenti untuk bertanya dan belajar, tetapi sebaliknya ia akan lebih sering bertanya dan belajar.
Seloko diantaranya juga menyatakan hati-hati kepada orang yang terlalu banyak mengobral kata-kata. Atau hati-hatilah kepada diri sendiri jika terlalu banyak berkata-kata. Kata-kata adalah alat untuk menyampaikan informasi atau berita. Jadi jika terlalu banyak bercerita, berkata-kata sedikit banyak berdusta, berbohong maka tipupun akan masuk. Seloko sudah memastikan, jika banyak berkata-kata dusta akan mudah masuk.
Dalam seloko, ada ungkapan dari orang-orang tua kita janganlah terlalu banyak tertawa, nanti akan menangis, atau ada yang malah berfirasat, jika terlalu banyak tertawa biasanya nanti akan ada sesuatu yang menyebabkan kita menangis. Seloko juga sudah mewanti-wanti dan berfirasat, terlalu berlebihan bersuka-suka, maka tak lama lagi akan tertimpa oleh kesedihan dan duka yang mendalam.
Perkataan yang kasar akan dapat membuat orang lain justru sakit hati, bahkan melawannya. Maksudnya mungkin adalah agar orang yang lainnya akan menjadi takut dan segan kepadanya. Padahal kelak akan menimbulkan persoalan yang baru dan lebih rumit. Justru dengan perkataan yang lemah lembut orang lain akan merasa hormat, segan dan iklas untuk mengikuti apa yang kita inginkan dan bicarakan.
Seloko juga menekankan pada aspek kehidupan dalam berumah tangga dan bersahabat. Untuk anak, selamat dan tidak akan selamatnya badan serta murka tidaknya Allah, tergantung bagaimana kita menghormatinya. Janganlah sekali-kali kita melawan apalagi berbuat durhaka.
Terciptanya kehidupan berumah tangga yang baik itu karena adanya pernikahan yang dilakukan oleh calon suami dan calon isteri dimana keduanya ingin hidup bersama dalam satu atap dan satu cita-cita dengan memegang peranan dan tangungjawab menuntut posisi dan fitrahnya masing-masing.
Dengan begitu suatu rumah tangga akan menjadi bahagia tinggal tergantung dari pelakunya, yaitu suami dan isterinya. Kalau keduanya bisa saling memegang peranan tanggungjawab masing-masing sesuai dengan posisi fitrahnya, niscaya rumah tangga itu akan menjadi bahagia. Sebaliknya jika suami atau isteri di dalam rumah tangga sama-sama salah atau salah satu tidak bertanggungjawab atau mengingkari peranannya, maka rumah tangga itu akan berantakan. Hancurnya suatu rumah tangga sudah barang tentu menyebabkan tidak tenangnya suami isteri, ini berarti perkawinan yang dilakukan dengan tujuan memperoleh ketenangan hidup tidaklah berhasil.
Bagi para orangrua, seloko berpesan agar berhati-hati dalam mendidik anak. Janganlah kita lalai dibuatnya. Jika tidak akan sulit orang tua meniti karier, baik dalam bidang ekonomi ataupun bidang-bidang lainnya. Jika anak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan rasa malu dalam keluarga, maka sulit memperoleh kedudukan yang dihormati ditengah-tengah masyarakat.

C. Penutup
Seloko adat Jambi sesungguhnya mengandung banyak sekali keteladanan dan kebijaksanaan hidup. Pentingnya kearifan lokal dari seloko karena merupakan bagian dari upaya meningkatkan ketahanan nasional kita sebagai sebuah bangsa. Kearifan local seloko bukan sekedar mengajarkan sesuatu yang benar dan yang salah tetapi juga menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga kita menjadi paham tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan nilai yang baik dan biasa melakukannya.
Seloko menerangkan segala aspek kehidupan sehari-hari, baik dalam rangka hubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia. Dalam rangka hubungan dengan sesama manusia ini ada kaitannya dengan kearifan lokal, karena banyak pesan moral terkandung di dalamnya.
Seloko dapat dipandang sebagai sebuah permata yang paling berkilau dari karya-karya sastra Melayu lama yang ada di Provinsi Jambi. Seloko ini telah membuktikan dirinya tahan terhadap perjalanan zaman karena sampai hari ini masih terus menerus dihayati dan diikuti pesan-pesan moral yang terdapat di dalamnya. Dalam rangka meningkatkan kearifan lokal, sangatlah tepat jika karya sastra ini disebarluaskan, terutama di kalangan pelajar dan para guru sehingga budi pekerti dan jati diri Melayu Jambi dapat terus dilestarikan.