Setiap kota, warganya memiliki kharakteristik yang berbeda-beda. Termasuk juga warga Tanjungpinang, kota bersejarah yang jadi ibukota Provinsi Kepri. Gaya hidup dan gaya belanja warganya juga terbilang unik. Tak ada mal besar di kota ini. Tak ada juga jaringan ritel waralaba, seperti Alfamart atau Indomaret.
————————
Di kota yang berpenduduk 205 ribu jiwa ini, hanya empat mal. Ada Tanjungpinang City Centre (CTT), Bestari Mal, Bintan Mal dan Ramayana Mal. TCC yang baru hadir tahun 2016 lalu. Saat pembukaan, pengunjungnya terbilang ramai. Hypermart, salah tenan favorit di sana membludak. Tapi belum setahun sejak beroperasi, kini TCC bukannya semakin ramai, malah pengunjungnya jauh berkurang. Jumlah tenannya juga tak banyak bertambah sejak pertamakali diresmikan. Hanya arena permainan anak yang terbilang ramai. Sedangkan tenan lainnya sepi. Lebih banyak penjual ketimbang pembeli.
“Tenan-nya di malnya belum banyak. Masih sepi, resminya hanya awal-awal launcing. Sekarang sepi. Lihat saja pas kita ke toilet. Tak ada orang. Beda jauh
dengan mal-mal di Batam,”kata Deswita, salah seorang pengunjung mal TCC.
Selain pengunjung dari Tanjungpinang, mal itu ramainya karena pengunjung yang bukan warga yang tinggal di Tanjungpinang. Mereka datang dari Bintan. Malah, orang Lingga, Natuna dan Anambas yang ada urusan ke Tanjungpinang yang meramaikan mal.
Mereka berbelanja membeli pakaian, makanan dan kebutuhan lain di Pinang sebelum kembali ke kampung halaman.
Mal lain kondisinya tak jauh beda. Ramayana dan Bestari Mal juga tak ramai. Malahan yang ramai malah supermarket dan minimarket. Sebut saja Pinang Lestari di Batu 9
, Pinang Kencana, Metro di Batu 8 kondisinya jauh lebih ramai. Kondisi ini tak terlepas dari letaknya yang dekat dengan pemukiman penduduk. Warga lebih suka belanja
ke perbelanjaan dekat rumahnya. Supermarket lainnya di kawasan pusat kota juga terbilang ramai. Khusususnya supermarket di daerah kawasan pemukiman penduduk yang padat.
Warga Tanjungpinang suka belanja ke Batam. Khususnya para pegawai dan juga pengusaha. Jaraknya cukup dekat, satu jam naik kapal feri. Di Batam serba lengkap, serba ada. Malnya berserak. Setiap akhir pekan, warga ramai-ramai menyebrang ke Batam. Pulang dari Batam, biasanya balik ke Tanjungpinang membawa makanan. Pilihannya J.Co Donuts. Tak lengkap pulang ke pulang tak bawa oleh-oleh J.Co Donuts. Tak hanya belanja makanan, belanja pakaian juga di Batam, meski di Tanjungpinang juga menjual pakaian merek serupa.
Selain ke Batam, setiap akhir pekan atau hari libur, warganya juga biasa melancong ke Malaysia dan Singapura untuk sekedar jalan-jalan dan belanja. Meski kualitas
pakaiannya biasa, namun produk made in Singapura dan Malaysia tetap saja membuat bangga. Tak heran di media sosial, warga kota ini terbilang aktif mengupload aktivitasnya sedang berada di negara tetangga. Bagi orang Tanjungpinang, negeri jiran itu seperti kampung sendiri. Hal ini wajar karena dulunya kawasan ini dibawah satu wilayah pemerintahan, Kesultanan Riau Lingga, Johor dan Pahang.
Tak hanya mal, gaya hidup warga kota ini yang terbilang unik dan jadi ciri khas adalah kebiasaan mengopi. Kedai kopi ada dimana-mana. Saat muncul kedai kopi baru muncul yang menawarkan tampilan beda, dipastikan ramai pengunjung. Ini tak sekedar rasa kopi, tapi juga kenyamanan dan letak kedai kopi. Kedai kopi lama yang legendaris selalu bisa bertahan
karena menjual rasa kopi. Nama-nama kedai kopi Hawai, Morning Bakery, kedai kopi Aman, kedai jalan Bintan dan sejumlah kedai kopi lain begitu familiar namanya bagi warga. Malah nama sejumlah kedai kopi lebih populer ketimbang nama perumahan atau alamat perkantoran.**