Budayawan Melayu, Rida K Liamsi meluncurkan buku “Prasasti Bukit Siguntang dan Badai Politik di Kemaharajaan Melayu 1160-1946, Jumat lalu. Pembahasan buku dilakukan Dr Mukhlis PaEni, Dr Ahmad Dahlan, Drh Chaidir, Aswansi Syahri dan Rida K Liamsi.
Sejarah Kemaharajaan Melayu yang mengalami pasang surut dari permulaan di Bukit Siguntang (Palembang) hingga Riau Lingga ini, ternyata erat kaitannya dengan Prasasti Bukit Siguntang antara Pembesar Melayu di Palembang Demang Lebar Daun dengan Sang Sapurba keturunan Raja Iskandar Zulkarnain dari Mekadonia.
Kaitan yang erat ini dipaparkan Rida K Liamsi dalam bukunya. Prasasti berbunyi : “Barang siapa hamba melayu derhaka, mengubahkan janjinya dengan Rajanya, dibalikkan Allah Taala bumbung rumahnya ke bawah, kaki yang ke atas. Jika Raja melayu mengubah janjinya dengan hamba melayu, dibinasakan Allah Taala Negeri dan tahta Kerajaannya,” (Versi Siak, DR M. Yusuf hasyim 2015). Ada juga versi lain, tergantung penulisnya seperti Ahmad Dahlan, 2014, Versi Malaysia W.G Shellabear, namun maksudnya tetap sama.
Dalam buku itu menceritakan jatuh/runtuhnya dinasti akibat penguasa yang sudah lupa dan mengabaikan isi dari Prasasti Bukit Siguntang (versi Drh Chaidir MM, atau Kontrak Politik versi Ahmad Dahlan ataupun Kontrak Sosial Melayu versi Zainal Klang).
“Setelah sang Sulthan yang zalim itu rebah terkulai, maka Laksmana Megat Sri Rama mengucapkan “Raja Alim Raja di Sembah, Raja Zalim Raja di Sanggah,” tulis Rida, dalam bukunya.
Sebagian orang melayu, sebagian besar sudah tahu setelah Sulthan Mahmudsyah II (mangkat dijulang) wafat dikabarkan tidak memiliki keturunan (meskipun versi Siak bahwa Raja Kecik adalah turunan dari selirnya dengan Wan Pong, yang dilarikan ke Pagaruyung), maka di gantikan oleh Bendaharanya, yaitu Tun Abdul Jalil. Maka tamatlah Dinasti Johor lama. Masih banyak lagi pelanggaran-pelanggaran penguasa melayu, seperti hancurnya Melaka tahun 1511 oleh Portugis pada zaman Sulthan Mahmud (I), peristiwa Traktat London dan lain-lain, yang menurut Rida bukan hanya akibat dari ketamakan penjajah saja, tapi juga karena kelalaian orang melayu sendiri, yang sudah mulai lupa dan menghianati Prasasti Bukit Siguntang.
Dalam acara pelauncuran buku, Gubernur H Nurdin Basirun menginginkan sejarah Melayu, terlebih sejarah Kepulauan Riau sudah diajarkan kepada anak-anak sejak awal di sekolah-sekolah. Jika diberi sejak awal, mungkin pemahamannya akan semakin baik.
“Kalau sudah menjauh dari sejarah dan budaya kita, gempuran sejarah dan budaya asing sangat cepat,” kata Nurdin.
Tanggapan Nurdin itu diberikan setelah sejumlah audien menginginkan agar sejarah Melayu, khususnya Kepulauan Riau masuk dalam pelajar di sekolah. Ia mengaku sudah mulai membaca buku karya Budayawan Rida K Liamsi itu.”Saya terpesona dengan buku ini,” kata Nurdin.
Gubernur mengaku tak ingin persoalan Marwah Melayu ke depan hanya tinggal slogan. Kebijakan yang dibuat, kata Gubernur, harus untuk kepentingan masyarakat. Apalagi kebijakan yang dibuat menyebabkan masyarakat Kepri hanya jadi penonton.**