Belajar dari Keberhasilan Sawahlunto Jadi Warisan Budaya Dunia

0
97

oleh:
Dedi Arman SS
(Peneliti Sejarah Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepri)

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menetapkan pertambangan batubara era kolonial Ombilin di Sawahlunto, Sumatra Barat sebagai warisan dunia kategori budaya dalam sidang ke-43 Komite Warisan Dunia UNESCO PBB di Azerbaijan tanggal 6 Juli 2019. Pengajuan tambang zaman kolonial Belanda tersebut sebagai warisan dunia terjadi pada tahun 2015. Proses pengumpulan data, penyusunan dokumen pendukung, hingga diskusi panjang dengan para ahli dan akademisi dari dalam dan luar negeri intensif dilakukan. Sawahlunto kemudian masuk dalam daftar sementara warisan dunia kategori budaya. Perjuangan panjang yang melelahkan dan berakhir dengan hasil manis tahun 2019.

Sejak 1991, Pemerintah Indonesia sudah memiliki 4 warisan dunia kategori alam, yaitu Komodo National Park (1991), Lorentz National Park (1999), Tropical Rainforest Heritage of Sumatera (2004), dan Ujung Kulon National Park (1991). Sedangkan 4 warisan dunia kategori budaya, yaitu Borobudur Temple Compounds (1991), Prambanan Temple Compounds (1991), Sangiran Early Man Site (1996), dan Cultural Landscape of Bali Province: the Subak System as a Manifestation of the Tri Hita Karana Philosophy (2012).

Ada dua kriteria utama yang menjadi pertimbangan tambang Ombilin lolos penjurian. Pertama, adanya pertukaran penting dalam nilai-nilai kemanusiaan sepanjang masa atau dalam lingkup kawasan budaya, perkembangan arsitektur dan teknologi, seni monumental, perencanaan kota, dan desain lanskap. Kedua, tentang contoh luar biasa dari tipe bangunan, karya arsitektur, dan kombinasi teknologi atau lanskap yang menggambarkan tahapan penting dalam sejarah manusia. (Republika,6/7/19).

Harapan Penyengat
Pulau Penyengat hingga saat ini statusnya Kawasan Cagar Budaya Nasional yang ditetapkan pada tahun 2018 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dalam lembar Keputusan Menteri No.112/M/2018. Kawasan Cagar Budaya Pulau Penyengat menjadi Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional, dengan luas lahan 91,15 hektare dan memiliki 46 buah peninggalan Cagar Budaya.

Keberhasilan Sawahlunto dengan tambang Ombilin-nya jadi warisan dunia hendaknya jadi inspirasi dan pemacu dalam menjadikan Pulau Penyengat warisan dunia. Mengenang kembali kebelakang. Pulau Penyengat dideklarasikan sebagai warisan dunia dalam rangkaian kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) 2015 tanggal 6 Februari 2015. Ada sejumlah argumen yang menjadikan Penyengat layak jadi warisan budaya dunia. Pertama, dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20, Penyengat Indra Sakti telah dijadikan pusat pengembangan dan pembinaan Bahasa Melayu. Kedua, lahirnya karya-karya ilmu bahasa dan ilmu bidang lainnya dalam Bahasa Melayu. Keempat Bahasa Melayu Tinggi Standar Riau Lingga telah diakui sah sebagai asal Bahasa Indonesia baik secara ilmiah maupun secara politis oleh para pendiri dan pemimpin bangsa indonesia. Kelima, tahun 2004 Raja Ali Haji ditetapkan sebagai pahlawan nasional bidang bahasa.

Empat tahun berselang, tak terdengar lagi semangat membara mewujudkan Penyengat sebagai warisan budaya dunia. Kemdikbud RI, Pemprov Kepri dan Pemko Tanjungpinang, serta pihak terkait lainnya bisa menjadikan kasus Sawahlunto ini sebagai titik awal kembali dalam mewujudkan target besar dalam mewujudkan mimpi Penyengat jadi warisan dunia. Dipelajari strategi yang dipakai dalam meloloskan Sawahlunto. Selain itu juga dipetakan kelemahan dan kekurangan dalam menyiapkan target Penyengat. Bukan rahasia lagi proses pengumpulan data, penyusunan dokumen pendukung, hingga diskusi panjang dengan para ahli dan akademisi dari dalam dan luar negeri begitu luar bisa di Sawahlunto. Lintas kementrian, baik itu Kemdikbud, Kementrian Pariwisata, Pemprov Sumbar, Pemko Sawahlunto, Badan Ekonomi Kreatif semuanya fokus dan mampu bekerjasama dalam memajukan Sawahlunto.

Kondisi inilah yang belum ada dalam upaya menjadikan Peneyngat jadi warisan budaya dunia. Antar kementrian, pemerintah provinsi dan pemerintah kota belum bersinergi dalam menyulap Penyengat. Pemprov Kepri melalui Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata selalu punya program di Penyengat tapi sifatnya sendiri-sendiri. Kemdikbud melalui Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumbar juga nyaris sepanjang tahun ada program di Penyengat. Belum lagi intansi lain yang juga punya program di Penyengat namun tak ada dalam upaya mempersiapkan Penyengat jadi warisan budaya dunia.

Mewujudkan mimpi besar Penyengat jadi warisan budaya dunia hal utama yang terpenting adalah keseriusan. Pemko Tanjungpinang dibawah nahkoda Syahrul-Rahma yang paling bertanggungjawab menyiapkan rencana mewujudkian mimpi itu. Hal yang sama dilakukan Sawahlunto yang berhasil karena kepimpinan Walikota Amran Nur yang memiliki komitmen besar dalam melestarikan warisan budaya. Kebijakan besar Pemko Sawahlunto berupa revitalisasi aset bersejarah kota tambang, memiliki pengaruh besar dalam mengantarkan Sawahlunto masuk daftar warisan dunia. Walikota Tanjungpinang, Gubernur Kepri dan stake holders lainnya harus punya komitmen yang sama kalau ingin status Penyengat meningkat lagi dari warisan budaya nasional jadi warisan dunia. Bukan sekedar penetapan, dampak terbesar sebuah daerah masuk daftar warisan budaya dunia adalah daerah tersebut menjadi daerah tujuan wisata level dunia. Efeknya nanti tak hanya pada Kota Tanjungpinang, namun juga kabupaten/kota lain di Kepri dengan semakin ramainya wisatawan yang datang.

Timah Dabo Singkep
Sawahlunto identik dengan tambang batubara. Kepri juga memiliki Dabo Singkep yang mengalami kejayaan dibidang tambang timah. Singkep tercatat sebagai salahsatu kawasan penghasil timah terbesar pada masa kolonial Belanda. Pada masa kolonial Belanda, timah di Singkep dikelola perusahaan bernama Singkep TIN Exploitatie Maatschappij (SITEM). Kemudian pada tahun 1953-1958, perusahaan itu diambil alih negara dan dikenal dengan nama PN Tambang Timah Singkep. Tahun 1992 PT Timah tutup dan berakhir sudah kejayaan penambangan timah di Singkep.

Keberhasilan Sawahlunto juga perlu dicontoh Kabupaten Lingga dengan menyulap Dabo Singkep menjadi daerah tujuan wisata. Dabo Singkep masih memiliki banyak peninggalan PT Timah yang menjadi aset berharga dalam menarik orang datang berwisata ke Lingga. Dituntut keseriusan Pemkab Lingga dalam memajukan Dabo Singkep sebagai daerah tambang timah.
Strategi yang dilakukan Sawahlunto mesti dipelajari. Setiap tahun banyak event dibuat di sana. Banyak sekali peneliti dalam negeri dan asing yang tertarik meneliti Sawahlunto. Ramainya wisatawan yang datang menjadikan industri usaha kecil menengah (UKM) berkembang pesat di Sawahlunto. Industri kreatif juga terus tumbuh. Hal ini tak terlepas dari komitmen berbagai instansi yang terus mendorong Sawahlunto terus dilirik.

Upaya Pemkab Lingga melalui Dinas Kebudayaan Lingga membangun Museum Timah Singkep patut dipuji. Namun, dituntut komitmen yang lebih Pemkab Lingga dalam menjaga dan melestarikan aset sejarah atau barang cagar budaya yang ada di Dabo Singkep. Jangan untuk alasan pembangunan, peninggalan bekas PT Timah dihancurkan, seperti halnya merobohkan implasemen eks PT Timah. Kondisi ini menyebabkan Kabupaten Lingga memiliki citra yang jelek dalam pelestarian cagar budaya. Mari jaga aset cagar budaya yang masih tersisa dan bukan menghancurkan. Saatnya mencontoh Sawahlunto. **
(Terbit di Tanjungpinangpos, 10 Juli 2019).