Dompak sebuah pulau di Kota Tanjungpinang saat ini begitu populer. Pulau ini menjadi pusat pemerintahan Provinsi Kepri. Di sana sudah berdiri sejumlah perkantoran yang megah, seperti Kantor Gubernur Kepri, DPRD Kepri, kantor sejumlah dinas, termasuk keberadaan Masjid Nur Ilahi yang menjadi ikon baru wisata religi Kota Tanjungpinang. Sungguh menarik melacak asal usul nama (toponimi) Dompak yang dulunya sebuah kampung itu.
Cerita mengenai asal usul nama Dompak ada dua versi. Versi pertama menyatakan jauh sebelum kemerdekaan, yakni masa Kerajaan Riau Lingga, Kampung Dompak Lama adalah tempat persembunyian perompak. Para perompak berasal dari sejumlah etnis, yakni Tioanghoa, Bugis, Melayu, Thailand dan ada juga yang Jawa. Ketua perompak adalah etnis Tionghoa. Pimpinan perompak yang menyediakan peralatan dalam merompak. Wilayah perompakan mereka di Perairan Selat Malaka, termasuk beraksi merampok di daerah kini masuk wilayah Malaysia, Singapura dan Bintan. Setiap selesai merompak (merampok), mereka beristirahat disebuah kampung Dompak Seberang. Kampung itu belum punya nama, namun sudah bermukim sejumlah orang Tionghoa (Cina). Kampung yang jadi lokasi tempat peristirahatan dan persembunyian itu diberi nama Kampung Lompak oleh Orang Tionghoa. Nama itu mengandung pengertian kampung para perompak. Namun, aktivitas mereka ditempat ini tak bisa bertahan lama karena ditentang pihak Kerajaan Riau Lingga dan mereka dibasmi. Setelah itu, oleh Orang Melayu yang bermukim dis sana, nama Kampung Lompak diubah Jadi Kampung Dompak. Artinya tetap sama kampung perompak.
Versi kedua menyebutkan, di wilayah Dompak Seberang tepatnya di Kampung Dompakm Lama adalah tempat persembunyian sekaligus tempat peristirahatan para perompak. Mereka adalah Orang Tionghoa, sedangkan penduduk aslinya Orang Melayu Kepri. Para perompak yang berada di daerah ini tidak menetap dan mereka tak menganggu penduduk daerah itu dan daerah sekitarnya. Penduduk asli selalu mewaspadainya. Saat mereka datang dari jauh, terdengar suara gongnya. Apabila mendengar gong itu, gadis-gadis Melayu penduduk asli langsung masuk ke dalam rumah.
Lokasi persembembunyian para perompak itu di hutan kayu bakau. Pada suatu hari, saat pimpinan perompak sedang tertidur, tiba-tiba dadanya ditimpa buah kayu bakau. Dia meraung kesakitan dan membuat anak buahnya heran. Ia merasa ada firasat jelek. Kejadian ini pertanda kehadiran mereka tak disukai penduduk asli kampung itu. Kepala perompak tak lama kemudian meninggal dunia. Anak buahnya memilih pergi dari kampung itu. Sebelum pergi, mereka memberikan informasi kepada penduduk kampung. Daerah ini takkan mereka tempati lagi. Penduduk asli timbul gagasan atau ide untuk memberi nama kampung mereka, Kampung Dompak artinya kampung para perompak.
Penduduk asli Dompak adalah orangn Melayu yang berasal dari Penyengat dan pulau-pulau di sekitar Pulau Bintan. Daerah pertama yang dihuni adalah kampung lama. Kampung ini jauh terisolir, maka penduduknya pindah ke kampung Dompak Lama. Dalam perkembangannya, penduduk juga pindah dan menyebar ke Tanjung Siambang, Dompak Seberang (Dompak Laut), dan Sei Jang (Dompak Daratan). Di Dompak Lama dan Dompak Seberang, penduduk Melayu berbaur dengan orang Bugis, Buton, Flores dan Tionghoa.
Sebelum terbentuk kota administratif Tanjungpinang, dulunya Dompak sebuah desa yang secara administrasi berada di wilayah Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kabupaten Kepri. Kini Dompak statusnya kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Bukit Bestari, Kota tanjungpinang. Wilayahnya mencakup seluruh Pulau Dompak dan Dompak daratan.
Sumber:
Suarman, et.al. (ed) Gatot Winoto. Dampak Pembangunan Pendidikan Terhadap Kehidupan Sosial Daerah Riau (Kasus Desa Dompak Kabupaten Kepulauan Riau). Tanjungpinang: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Riau TA 1995/1996.