Adi Lingkepin, Maestro Violin dari Kepri

0
551
Adi Lingkepin

Supriyadi Hanasin nama lengkapnya. Nama panggungnya, Adi Lingkepin. Saat ini namanya begitu populer untuk dunia kesenian Provinsi Kepri. Ia piawai main violin. Main gambus pun juga oke.
Bagaimana kiprahnya?
————————-
Nama asli musisi muda Kepri asal Dabo Singkep Lingga ini sebenarnya Supriyadi Hasanin. Adi adalah sebuah nama kecil. Sedangkan Lingkepin yang kini melekat di belakang namanya merupakan kependekan dari Lingga Kepulauan Riau. Ia sejak lama tertarik dengan musik Melayu. Bermain violin, ia berguru pada Azmi Mahmud, maestro violin lain Kepri yang jauh lebih senior. Adi lahir dan besar di Kabupaten Lingga. Ia hijrah untuk kuliah di Stisipol Tanjungpinang. Disinilah, minatnya bermusik terus tumbuh.

Bagi sejumlah kalangan, khususnya seniman Kepulauan Riau, karya Adi bersama Samudra Esemble yang dia dirikan tahun 2013, sudah tidak asing lagi. Musiknya telah sering diperdengarkan di berbagai iven kesenian berskala besar di tingkat provinsi, baik tari maupun sastra. Ketiklah Samudra Esemble di kolom pencarian chanel Youtube, dan Anda akan menemukan itu. Salah satunya adalah Progresive Makyong, lagu yang diilhami dari kesenian teater Makyong yang mungkin tak asing di telinga Anda.

Bersama 12 temannya, di rumah toko yang difungsikan sebagai studio tak jauh dari Simpang Dompak, Tanjungpinang, Adi kini terus mengembangkan musik tradisi Melayu, mengkreasikannya dengan aliran musik dunia, dan mengemaskan secara kekinian. Dengan upaya itu, ia berharap musik tradisi Melayu Kepri tetaplah sebuah irama yang segar, dan menarik untuk didengar dan dirasakan.
“Saya ingin menaikkan musik Melayu, setidaknya setara dengan musik dunia,” tegasnya.

Selain disibukkan dengan mengaransemen dan kemudian merekamnya untuk sebuah album, Adi menjelaskan jika saat ini ia juga tengah berupaya memburu berbagai literatur musik Melayu Kepulauan Riau. Mulai dari sejarahnya, hingga karya-karya terdahulu. Ini dia katakan sangat penting dalam pengembangan karya musik tradisi Melayu kedepan. “Saya masih terus belajar dan belajar,”sebutnya.

Soal pengalaman tampil, Adi terbilang sudah melanglang buana. Tak sekedar tampil di Malaysia atau pun di jakarta, serta kota-kota lainnya di Indonesia, ia telah sampai tampil di Australia.
Bulan Januari 2015, Adi berdiri di hadapan sejumlah pakar musik dari berbagai universitas ternama dunia di Melbourne, Australia. Dia mempresentasikan dua karyanya: Progresive Makyong dan Let Up Dangkong – intrumental berirama Melayu dikolaborasi berbagai genre musik dunia yang tahun ini akan dikemas dalam sebuah album bersama 8 hasil karyanya yang lain.

Menurutnya, presentasi pada Symposiun Malay Music Award di Melbourne dua tahun lalu itu adalah sebuah penyemangat untuk terus berkarya.
Simposium itu menurutnya adalah sebuah simbol bahwa dunia memiliki perhatian besar terhadap musik Melayu. Beberapa profesor musik yang hadir, diantaranya dari Australia, Malaysia, Singapura, dan Hawaii, dia nyatakan secara tidak langsung ingin menukar ilmu.
“Saya diberi pengetahuan musik barat dan mereka ingin mengetahui musik tradisi melayu Kepulauan Riau lebih dalam lagi,” terang Adi.

Di sebalik kebanggan tampil sebagai undangan dalam kegiatan itu, Adi mengaku punya kekhawatiran. Ia takut musik tradisi Melayu kedepannya akan jadi asing di negeri sendiri dan justru akan jauh lebih berkembang di negeri orang. Ini menurutnya bukan suatu yang mustahil ketika musisi yang ada di Kepulauan Riau terlena dan tidak mengembangkan musik tardisi Melayu.
“Inilah yang menjadi dasar saya membentuk Samudra Esemble. Eksistensi musik Melayu harus ditegakkan. Generasi kedepan harus tetap mengenal musik Melayu,” ujarnya.

Adi ingin musik tradisi Melayu Kepri bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman, tapi tetap mengedepanankan identitas musik tradisi itu sendiri. Musik tradisi tetap sebagai benang merah. Ia juga berkeinginan nantinya anak-anak Kepulauan Riau yang memiliki minat dalam musik dengan kebanggaan mempelajari musik tradisi.
Adi kini merasa cukup bangga menyaksikan anak-anak Kepri sudah menegakkan dada, memainkan gambus dengan riang gembira. Mereka punya minat besar mempelajari musik Melayu kreasi, tetapi mereka juga tetap punya keingian yang kuat untuk mengetahui musik aslinya.**