Abdul Gani, Maestro Makyong Bintan Berpulang

0
410

Abdul Gani, Maestro Makyong Bintan. (foto: istimewa)

Satu persatu pelaku seni tradisi di Kepulauan Riau berpulang. Beberapa waktu lalu maestro bangsawan Lingga, Ibrahim dipanggil ilahi. Berita duka kembali datang. Abdul Gani, pelatih makyong Sanggar Seni Bungsu Sakti Kecamatan Mantan, Kabupaten Bintan, meninggal dunia, Senin (12/8) pukul 20.00 di Puskesmas Mantang.

Abdul Gani, salahsatu tokoh makyong yang eksis di Kepri. Sepanjang hidupnya ia tunak dalam melestarikan makyong di kampung. Gani juga sering tampil disejumlah daerah, termasuk Singapura dalam bermain makyong. Boleh dibilang Abdul Gani dan Satar, dua pelaku makyong yang tersisa. Ironisnya, Abdul Gani meninggal dunia dan masa depan makyong di Mantang Arang bakal kian meredup.

Saat ini grup makyong yang eksis di Kepri bisa dihitung dengan jari. Grup makyong Mantang Arang pimpinan Abdul Gani, Sanggar Makyong Warisan di Kampung Keke Kijang, grup makyong di Pulau Panjang, Batam dan sanggar Konservatori Seni yang eksis mengembangkan makyong muda dengan pemain para pelajar. Pertunjukkan makyong terakhir digelar Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepri di lapangan Hotel Sunrise, Tanjungpinang, beberapa waktu lalu. Diundang sanggar makyong dari Bintan, Batam, Tanjungpinang hingga Kelantan. Sanggar Abdul Gani juga ikut tampil.

Menurut sejarawan, Aswandi Syahri,kisah makyong bermula pada 1780, di mana dua pemuda asal Mantang, Encik Awang Keladi dan Encik Awang Durte pergi ke Kelantan untuk mencari jodoh. Takdir mempertemukan jodoh mereka dengan gadis Kelantan. Selepas nikah, mereka menetap di Pulau Tekong, perbatasan Johor dengan Singapura. Mereka bercerita kepada penduduk bahwa ada kesenian Makyong di Kelantan. Penduduk Pulau Tekong yang tertarik, pun kemudian sepakat belajar Makyong ke Kelantan pada 1781.
Menjelang 10 tahun kemudian, penduduk Pulau Tekong berhasil menggelar pementasan pertama Makyong. Setelah itu, Makyong pun semakin berkembang, hingga kabar pun terdengar oleh telinga Sultan dari Kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang, Sultan Mahmud Syah III (1757-1811). Ia mengundang pemain Makyong untuk tampil di Pulau Penyengat. Dari titik itulah, Makyong kemudian masuk ke Kepri.

Makyong di Indonesia mengalami kejayaannya pada masa keemasan kesultanan Riau-Lingga dan pada masa sekitar tahun 1950-an. Pada masa kejayaannya ini Makyong pernah dianggap sebagai kesenian istana. Hal ini juga dituliskan Aswandi dalam bukunya Makyong, Teater Tradisional Kabupaten Kepulauan Riau yang diterbitkan atas kerja sama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kepulauan Riau dengan Yayasan Khasanah Melayu tahun 2005. **