Banyak Kampung Boyan di Kepri

0
2480
Masjid di Kampung Boyan, Singkep (Lingga).

Bawean hanya pulau kecil, terletak di Laut Jawa. Sekitar 80 mil sebelah utara Surabaya. Secara administrasi masuk wilayah Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Menariknya, meski pulau kecil namun warganya terkenal dengan budaya merantau. Orang Boyan adalah sebutan untuk orang Bawean. Nama ‘Kampung Boyan’ pun ada dimana-mana. Di Kepulauan Riau, nama Kampung Boyan lebih banyak dari Kampung Jawa.
—————–
Nama Kampung Boyan di Kepri ada di Batam, Lingga, Tanjungpinang dan Bintan. Kedatangan Orang Boyan ke sejumlah daerah ini waktunya berbeda-beda dan motifnya juga berbeda.Saat ini juga banyak juga daerah yang tinggal nama Kampung Boyan saja, meski di sana tak ada lagi Orang Boyan. Di Dabo Singkep, terdapat juga sebuah kampung bernama Kampung Boyan. Di situ, dahulu, pada masa kejayaan PT Timah, terdapat sekelompok perantau dari Bawean. Mereka mencoba menggantungkan asa dari tambang yang telah terkenal ke sentaro dunia. Ada juga yang datang sebagai pedagang. Mereka ada yang datang langsung dari Bawean dan ada pula yang datang dari Bangka dan Belitung.

Meski tidak lagi ditemukan keturunan Bawean di kampung itu, sebenarnya, mereka masih ada yang menetap di pulau Singkep. Mereka telah tersebar ke beberapa kampung-kampung lainnya. Saat ini, lokasi yang paling terkenal dengan banyak warga ataupun keturunan Bawean itu sebuah kampung bernama Tangsi Rasip, Singkep Barat. Di sana, warga Bawean banyak yang memilih menjadi petani. Hasil pertanian mereka untuk memenuhi kebutuhan warga Singkep.

Di Batam lain lagi ceritanya. Meski tak lagi berbekas, Kampung Boyan yang berdiri di Jodoh empat dasawarsa lalu, tetap dikenang. Bahkan, saat perkampungan itu pindah ke Seipanas dan berganti nama Baloi Harapan II, tahun 1987 lalu, nama Kampung Boyan tak lekang dimakan waktu. Tanah rawa yang dibuka untuk perkampungan di tahun 1969 silam, itu kini berganti gedung perkantoran dan pusat bisnis, di jalan Imam Bonjol, seberang apartemen Harmoni.

Orang Bawean yang pernah menghuni kawasan itu, hanya bisa mengenang dan bercerita kisah mereka saat pertama kali membabat hutan bakau. Mohammad Ohsi, tetua warga Bawean di Sei Panas menyebutkan, ayahnya bernama membuka kebun di bawah Masjid Baitussyakur sekarang di kawasan Jodoh. Awalnya, hanya rumah Hasan yang berdiri di sana. Lalu, seiring dengan banyaknya warga Bawean yang datang ke Batam, rumah-rumah mulai tumbuh. Kampung baru itu menjadi tujuan hampir semua warga Bawean yang datang ke Batam.

Setahun-dua tahun, perkampungan tak bernama itu mulai ramai. Kemudian, untuk memudahkan penyebutan, dinamailah kampung itu dengan sebutan Kampung Boyan atau kampungnya orang-orang Bawean. “Sebetulnya namanya Kampung Bawean, tapi karena lidahnya orang Melayu susah nyebutnya, jadi namanya Kampung Boyan,”kata Ohsi.

Kampung boyan tumbuh ramai mengalahkan perkampungan di sekitarnya, hingga menarik para pebisnis membuka usaha di sana. Bioskop pertama di Batam, berdinding papan di akhir tahun 1970-an berdiri di Kampung Boyan itu. Gedung tersebut bisa menampung hingga 200-an penonton. Seiring dengan pertumbuhan Batam yang menjelma menjadi kawasan industri, Kampung Boyan mulai tergerus laju pembangunan. Kampung itu, juga sering dilanda kebakaran. Hingga penduduk di sana berinisiatif pindah.
Maka, dipimpin Ohsi, warga Bawean mencari lokasi yang pas untuk tempat tinggal baru. Maka, dipilihlah hutan di dekat Kampung Melayu Seipanas, sebagai lokasi baru. Namun, untuk menjadikan hutan itu sebagai perkampungan, bukanlah mudah. Warga Bawean harus mendapatkan izin dari Otorita Batam, karena Otorita Batamlah badan yang mengelola Batam.

Saat perkampungan baru itu berdiri, di kanan kirinya sudah muncul perkampungan lain. Ada Baloi Harapan, ada Kampung Melayu dan lainnya. Agar kampung baru itu juga punya nama, ada warga yang mengusulkan agar kampung tersebut tetap dinamai Kampung Boyan. Tapi, usulan itu tak terwujud. ”Kami tak ingin tampil ekslusif. Kami ingin sama saja dengan perkampungan sebelah, makanya kampung ini dinamai Baloi Harapan II, Seipanas,” kata Ohsi.

Meski telah berganti nama, ternyata orang Batam kesulitan mencari alamat Baloi Harapan II. Orang-orang saat itu, tetap menyebut Kampung Boyan bagi kampung baru pindahan dari Kampung Boyan di Jodoh, itu. Hingga sekarang, Kampung Boyan tetap disebut-sebut. Di Batam, warga Bawean tetap melaksanakan tradisi kampung halamannya. Seperti memperingati maulid Nabi Muhammad dengan acara tukar-menukar ”angkatan” atau kado dalam ember besar berisi beragam makanan. Kesenian khas Bawean seperti rebana, pencak silat dan korcak juga tetap mereka lestarikan. Kampung Boyan, kampung yang dihuni warga perantau asal Pulau Bawean, tak hanya ada di Seipanas. Di kawasan hinterland, pulau Tanjungdahan, di ujung Galang Baru, Batam juga ada. Dari satu keluarga di tahun 1960, kini jadi satu kampung.

Tak hanya di Batam dan Lingga, di Tanjungpinang juga ada Kampung Boyan. Kampung Boyan adalah salah satu perkampungan pelantar yang berada di Senggarang. Dikampung ini banyak dihuni warga Tianghoa. Menariknya, di Kampung Boyan ini ada Klenteng Tien Shang Miao. Oleh warga lokal sering disebut Klenteng Beringin lantaran bangunannya yang seolah-olah ada di dalam pohon beringin.Klenteng ini berada hanya sekitar 5 meter dari bibir pantai. Dia berdiri di kawasan rumah penduduk kampung Boyan yang mayoritas adalah etnis Tionghoa. Tak jauh dari kawasan ini juga ada pasar, sekolah dasar dan lapangan yang jadi semacam alun-alun warga setempat. Menurut informasi, klenteng ini dulunya rumah seorang Kapiten bernama Chio Ch’en pada 1800-an. Setelah Kapiten itu meninggal, warga Senggarang pun menjadikannya rumah ibadah bagi etnis Buddha.

Bong Tan (70) adalah salah seorang warga yang sudah puluhan tahun tinggal di kampung tersebut. Ia ikut menyaksikan berbagai peristiwa sejarah.
“Kampung Boyan ini diambil dulu dari nama pahlawan perang, nama asli dan panjangnya saya lupa,” kata Bon Tan.

Pantauan koran ini, saat ini rumah-rumah di Kampung Boyan sudah banyak yang modern. Meski begitu, di kampung ini juga masih ada rumah-rumah yang terbuat dari kayu dan masih berdiri kokoh. “Memang rumah-rumah asli sudah banyak yang dirombak. Bahkan warga asli Kampung Boyan sudah banyak pindah ke Kota Tanjungpinang,”ujarnya.

Sumber: – catatan-ar-mawazi.blogspot.co.id
– ghazyan.wordpress.com
– Drajat Tri Kartono, Jurnal Masyarakat dan Budaya.