Ramon Damora Raih Anugerah Jembia Emas 2020

0
680
Ramon Damora

Sastrawan Ramon Damora dinobatkan sebagai penerima Anugerah Jembia Emas tahun 2020. Sosoknya dinilai menonjol dari aspek ketunakan, karya, prestasi dan pengaruh.

Ada 10 nominator yang masuk dalam daftar calon penerima anugerah paling bergengsi di dunia seniman Kepri itu. Mereka adalah sastrawan dan budayawan Kepulauan Riau uang dianggap paling aktif berkarya dan karya-karyanya berpengaruh di tengah-tengah masyarakat. Tiga dewan juri yakni Rida K Liamsi, Abdul Malik dan Husnizar Hood menjatuhkan pilihan pada Ramon Damora.

Anugerah akan diserahkan pada acara prosesi Anugerah Jembia Emas 2020, tanggal 24 September 2020 malam. Momennya pada pembukaan acara Festival Sastera Internasional Gunung Bintan ( FSIGB ) 2020 di halaman Gedung Daerah Tanjungpinang dan akan diserahkan Gubernur Kepulauan Riau H Isdianto.

Sosok Ramon Damora memang fenomenal di Kepri. Sosoknya dikenal sebagai wartawan yang pernah memimpin PWI Kepri dua kali periode. Selain habitatnya di dunia jurnalistik, Ramon juga aktif berkesenian. Puisi-puisinya sejak lama di muat di surat kabar nasional. Buku-buku puisinya juga berkelas.

Profil Ramon

Ramon Lahir di Muara Mahat (Kampar), Riau, 2 April 1978. Ia alumni MAN PK Koto Baru Padangpanjang (Sumbar) dan S1 ditamatkan di UIN Sultan Syarif Qasim, Pekanbaru. Sejak di Aliyah, ia sudah kerap menulis puisi dan memenangkan lomba cipta puisi. Di Kampus, ia aktif di Teater Latah Tuah, sementara di luar kampus ia aktif di Bengkel Teater Pekanbaru.

Di kampus Ramon semakin tunak berkecimpung di dunia sastra, jurnalistik, dan teater. Tahun 1997, bersama GP Ade Dharmawi, Wahyu Kurniawan, Heri Budiman, Zulfan Amrin, Kunni Masrohanti, dll, mendirikan Teater Latah Tuah sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa yang bergerak di bidang seni teater, puisi, musik, dan tari. Di luar kampus, ia juga aktif di Bengkel Teater Pekanbaru

Sastra, terutama puisi, menjadi minat yang sangat ditekuninya. Sajak-sajaknya tersebar di media massa lokal dan nasional, juga terhimpun di lebih dari 20 antologi puisi berbahasa Indonesia, Inggris, dan Perancis, di antaranya Matahari Cinta Samudera Kata (Editor: Rida K Liamsi, 2016), Yang Datang Setelah Chairil (Editor: Sutardji Calzoum Bachri, 2016), Peradaban Baru Corona 99 Puisi Wartawan-Penyair Indonesia (Editor: Remy Silado, 2020).

Dua puisinya yang berjudul ‘Nude’ (Nota untuk Desember) dan ‘Gurindam Setengah Mayam’ dimuat di halaman Bentara, Kompas, edisi Jum’at 4 Juli 2003 dan tercatat sebagai puisi dari penyair Kepulauan Riau pertama yang dimuat di Kompas sejak surat kabar nasional tersebut mulai membuka rubrik puisinya (kala itu masih bernama ‘Bentara’). Sejak itu, sajak-sajaknya secara rutin tayang di media-media nasional seperti Kompas, Koran Tempo, Republika, Media Indonesia, Jawa Pos, Suara Merdeka.

Tahun 2008, Yayasan Sagang memberi laluan kepada Ramon untuk menerbitkan buku kumpulan puisi pertamanya, Bulu Mata Susu.Setahun setelah Bulu Mata Susu terbit, Ramon Damora diundang sebagai peserta Festival Utan Kayu Litterary Biennale 2009 di Komunitas Salihara, JakartaDi Utan Kayu Litterary Biennale Festivale 2009, puisi-puisi Ramon Damora diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan termaktub dalam antologi dwi-bahasa ‘Traversing/Merandai’ (Salihara, 2009). Di tahun yang sama, Anugerah Pena Kencana memilih puisi-puisinya untuk antologi ’60 Puisi Indonesia Terbaik 2009′ (Gramedia, 2009).

Tahun 2011, sajak-sajak pendeknya bertema cinta dimuat dalam antologi ‘Cinta, Kenangan, dan Hal-hal yang Tak Selesai’ (Gramedia, 2011). Antologi ini memuat puisi-puisi cinta yang pendek, kurang dari 200 karakter, yang dipublikasikan di medium mikroblog Twitter pada akun @sajak_cinta. Selain Ramon, buku antologi ‘Cinta, Kenangan…’ juga memuat penggalan sajak-sajak cinta musisi Anji, artis Olga Lidya, sastrawan Agus Noor, Warih Wisatsana, Gunawan Maryanto Hasan Aspahani.

Tahun 2015, proposal ‘Puisi Soneta dari Melayu’ Ramon Damora lolos dan diterima oleh Ketua Jurusan Bahasa Melayu INALCO, Dr Etienne Naveau. Bersama sastrawan Fachrunnas MA Jabbar, Ramon diundang mengajar kelas Bahasa Melayu dan membacakan puisi-puisi sonetanya di kampus INALCO selama hampir satu bulan pada sebuah penghujung musim semi. Eksperimen Ramon pada puisi-puisi bergaya soneta menarik perhatian Dr Naveau. Tahun 2016, bersama sejumlah pengamat sastra Melayu asal Perancis yang tergabung dalam Association Franco-Indonessienne Pasar Malam, Etienne membuat proyek antologi ‘Florilege Plus de 120 Sonnets Indonesiens de Muhammad Yamin a Sapardi Djoko Damono’ (Florilege dan 120 Soneta Indonesia dari Muhammad Yamin ke Sapardi Djoko Damono). Dua puisi soneta Ramon Damora, Soneta Anai-anai dan Soneta bagi Pelukis Monet, termaktub dalam antologi tersebut dalam terjemahan Perancis: Sonnet de la termite dan Sonnet-Monet.

Tahun 2017, Ramon Damora menerbitkan buku puisi keduanya ‘Benang Bekas Sungai’ yang terpilih sebagai 15 Besar Sayembara Buku Puisi Hari Puisi Indonesia 2017 dari 269 buku puisi yang masuk. Di luar buku puisi, Ramon juga menulis dan mengeditori sejumlah buku-buku jurnalistik, di antaranya ‘Membaca Sani’ (Akar Indonesia, 2013), ‘Kamus Kalbu’ (Kumpulan Kolom Bahasa Ramon Damora, PWI Pusat, 2015).

Di dunia wartawan. Ramon memulai karir jurnalistiknya sejak tahun 2000. Hampir 20 tahun mengabdi di jurnalistik, ia tercatat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kepri 2 Periode. Ia juga merupakan jurnalis asal Kepri yang mendapatkan lisensi dari Dewan Pers dan PWI Pusat sebagai Asesor/Penguji UKW (Uji Kompetensi Wartawan). Sekarang Ramon dipercaya sebagai Ketua Departemen Budaya PWI Pusat, dan Ketua Bidang Pendidikan, Pelatihan, dan Literasi Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Pusat. **