Dra Hj Evawarni M.Ag (58), nama lengkapnya. Kamis (30/4) siang, di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, Ia mohon pamit. Suasaranya serak saat berpamitan kepada rekan sejawat lewat dunia maya, aplikasi zoom meeting. Pengabdiannya selama 28 tahun berhenti 1 Mei 2020 saat memasuki usia pensiun. Kehilangan besar bagi Kepulauan Riau, khususnya BPNB Kepri. Kenapa tidak, sosoknya sulit tergantikan karena sangat tunak dalam naskah kuno Melayu yang sejak lama ditekuninya.
**********
Selama bekerja di BPNB Kepri yang dulunya bernama Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional (BKNST) Tanjungpinang, sosok Evawarni memang identik dengan naskah kuno. Hampir setiap tahun di BPNB Kepri, ia mendapat pekerjaan kajian (penelitian) naskah kuno Melayu. Tugasnya biasa mengkaji nilai-nilai yang ada dalam naskah kuno itu. Dalam mengkaji nilai naskah, tentunya harus memahami isi naskah. Disitulah dituntut kemampuan bisa membaca teks Arab Melayu, Arab gundul atau pun teks lainnya.
Inilah kelebihan Evawarni yang sangat tunak dalam membaca teks tersebut. Kemampuannya itu tidak hanya dipakai BPNB Kepri, melainkan juga dipakai instansi lain. Dalam beberapa tahun terakhir, Evawarni dan koleganya di BPNB Kepri kerap menggarap kajian naskah kuno di Badan Perpustakaan dan Arsip Provinsi Kepri. “Kalau soal naskah kuno, bu Evawarni di Kepri belum ada yang ngimpit. Paling tunak. Saya hanya pandai Arab Melayu. Kalau beliau, semua dibabatnya. Mau Arab Melayu, Arab gundul, ia jago baca,”kata Zulkifli Harto, rekan kerjanya di BPNB Kepri.
Bukan isapan jempol, penulis sendiri pernah melihat kemampuan langsung wanita asal Suliki (Sumbar) ini. Saat ada agenda di Museum Linggam Cahaya di Lingga, tahun 2017 lalu. Kami naik ke lantai II gedung museum itu. Di sana banyak sekali naskah kuno yang dipajang. Kami pun dibuat kagum saat beliau membaca naskah-naskah itu seperti orang umum membaca surat kabar. “Ini semua isinya kebanyakan naskah agama,”kata bu hajah.
Selama bekerja di BPNB Kepri yang dulunya bernama Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional (BKNST) Tanjungpinang, sosok Evawarni memang identik dengan naskah kuno. Hampir setiap tahun di BPNB Kepri, ia mendapat pekerjaan kajian (penelitian) naskah kuno Melayu. Tugasnya biasa mengkaji nilai-nilai yang ada dalam naskah kuno itu. Dalam mengkaji nilai naskah, tentunya harus memahami isi naskah. Disitulah dituntut kemampuan bisa membaca teks Arab Melayu, Arab gundul atau pun teks lainnya.
Inilah kelebihan Evawarni yang sangat tunak dalam membaca teks tersebut. Kemampuannya itu tidak hanya dipakai BPNB Kepri, melainkan juga dipakai instansi lain. Dalam beberapa tahun terakhir, Evawarni dan koleganya di BPNB Kepri kerap menggarap kajian naskah kuno di Badan Perpustakaan dan Arsip Provinsi Kepri. “Kalau soal naskah kuno, bu Evawarni di Kepri belum ada yang ngimpit. Paling tunak. Saya hanya pandai Arab Melayu. Kalau beliau, semua dibabatnya. Mau Arab Melayu, Arab gundul, ia jago baca,”kata Zulkifli Harto, rekan kerjanya di BPNB Kepri.
Bukan isapan jempol, penulis sendiri pernah melihat kemampuan langsung wanita asal Suliki (Sumbar) ini. Saat ada agenda di Museum Linggam Cahaya di Lingga, tahun 2017 lalu. Kami naik ke lantai II gedung museum itu. Di sana banyak sekali naskah kuno yang dipajang. Kami pun dibuat kagum saat beliau membaca naskah-naskah itu seperti orang umum membaca surat kabar. “Ini semua isinya kebanyakan naskah agama,”kata bu hajah.
Kemampuan Evawarni dalam membaca naskah kuno ini tidak terlepas dari latar belakang pendidikannya. Lepas sekolah dasar di kampungnya di Suliki, ia sudah ‘merantau’ menyambung sekolah di Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kubang, Kabupaten Lima Puluh Kota. Tamat MTs, madrasah aliyah ditamatkannya di MA Muhamadiyah, Padangpanjang, Sumbar. Pendidikan S1 Sastra Arab diselesaikan tahun 1989 di IAIN Imam Bonjol, Sumbar.
Dari Padang, ia merantau ke Tanjungpinang usai lulus sebagai pegawai BKSNT Tanjungpinang tahun 1992. Evawarni menyelesaikan pendidikan S2 Studi Islam di IAIN Susqa Pekanbaru tahun 2003.
Selama bekerja sebagai peneliti di BPNB Kepri, sebagian besar tulisannya tentang kajian naskah kuno. Sebut saja Pandangan Raja Ali Haji Terhadap Fiqh Perempuan (Analisis Syair Siti Shianah), Far’ul Makmur, Nasehat Perkawinan dan Pergaulan dalam Syair Nasehat, Naskah Kuno: Sumber Ilmu yang Terabaikan. Ada lagi tulisan Sifat Dua Puluh, Pelajaran Islam dan Mulquuthusy Syar’ilyati Lita’limishsabiyyi Wash Shabiiyyati. Selain naskah kuno, ada juga tulisannya tentang budaya. Diantaranya, Pantun Melayu Masa Silam dan Masa Kini, Kerajinan Anyaman Pandan di Jambi, Teknologi Tradisional yang Berkaitan Mata Pencaharian di Daik Lingga.
Ada sejumlah bukunya yang lain. Namun, bukunya yang banyak dicari dan jadi rujukan adalah Kearifan Lokal Masyarakat Adat Orang Laut di Kepulauan Riau. Buku ini ditulisnya bersama Sindu Galba tahun 2005. Banyak peneliti atau penulis yang ingin menulis tentang Orang Laut di Kepri dipastikan referensinya buku ini. Sejumlah jurnal, tesis dan buku-buku Orang Laut mencantumkan buku ini di daftar pustakanya. Meski bukunya terbilang tipis namun informasi yang disampaikan dalam buku itu sangat bagus. Bercerita daur hidup Orang Laut di Pulau Lipan, Lingga.
Mengutip lirik lagu Iwan Fals. Satu persatu sahabat pergi. Dan takkan pernah kembali. Boleh saja Evawarni pensiun atau purnabakti. Tapi hanya tugas formalnya di BPNB Kepri. Namun, persahabatan tetap akan kembali. Sosok wanita alim dan cukup vokal berbicara dalam kesehariannya itu, akan selalu dikenang di BPNB Kepri. Bu hajah sosok yang selalu mengingatkan waktu salat telah tiba. Ia memberi contoh dengan bersikap, bukan berbicara. Usai semua urusannya beres di Tanjungpinang, ia akan pulang dan menghabiskan usia tuanya di Pekanbaru. Menjalani masa pensiun dengan bahagia tanpa beban. Sesekali bisa pulang ke kampung halaman. Ke Suliki, Bu Hajah kembali. **