Meriam Karbit, Tradisi yang Hilang di Singkep

0
217

Berkembangnya dunia informasi dan teknologi berdampak tergerusnya permainan tradisional. Salahsatunya permainan meriam karbit yang ada di Desa Tanjung Harapan, Kecamatan Singkep, Lingga.

Informasi dari orang-orang tua, tradisi ini sudah sejak abad 19. Saat itu, Sultan Lingga Riau Abdul Rahman Muadzam Syah ( 1885-1911 ) datang ke wilayah Singkep tepatnya di daerah tanah kuning atau pasir kuning. Sekarang daerahnya masuk Desa Tanjung Harapan. Pada saat itu bertepatan dengan datangnya bulan suci Ramadhan. Ia memerintahkan kepada seluruh masyarakat di wilayah itu untuk membunyikan meriam sebagai penanda waktu masuknya bulan suci Ramadhan.

Meriam karbit ini dibunyikan sebagai penanda waktu datangnya hari-hari besar Islam seperti Maulud Nabi Muhammad SAW, bulan suci Ramadhan, bulan Syawal dan hari-hari besar Islam lainnya. Daerah lainnya sekitar Desa Tanjung Harapan akhirnya ikut main meriam karbit ini. Sejak reformasi, tradisi ini mulai memudar dan hanya dimainkan anak-anak saat Ramadhan saja. Berbeda dengan zaman dahulu, meriam karbit juga dimainkan orang dewasa.

Bermain meriam karbit tidak mudah. Pertama, harus menebang pohon sagu terlebih dahulu kemudian membelahnya dan melubanginya serta menangkupkannya kembali sambil diikat menggunakan rotan. Baru dibawa ke lokasi permainan. Ini pekerjaan yang cukup susah. Sebagai gantinya masa kini anak-anak muda lebih memilih main petasan. Pada masa kini, pohon sagu atau kayu yang dilubangi untuk main petasan, ada yang diganti dengan pipa berukuran besar.

Nilai dalam tradisi meriam karbit, antara lain nilai keagamaan, kerjasama atau gotong royong. ** (dari berbagai sumber).