Belajar dari Dinas Kebudayaan Lingga Memajukan Budaya

0
379

oleh:
Dedi Arman
(Peneliti Pertama Bidang Sejarah BPNB Kepri)

Saat banyak daerah kabupaten/kota mengeluhkan minimnya anggaran, keterbatasan sumber daya manusia bidang kebudayaan, Dinas Kebudayaan Lingga di Provinsi Kepri jauh melangkah maju. Pemda Kabupaten Lingga salahsatu daerah di Indonesia yang memiliki kepedulian dalam memajukan kebudayaan di daerahnya. Bentuk kepedulian itu adalah membentuk Dinas Kebudayaan Tipe B menjadi organisasi perangkat daerah (OPD) sejak tahun 2016. Hal ini ditetapkan berdasarkan Perda Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah. Dinas kebudayaan dipisahkan dengan dinas pariwisata. Pembentukan disbud menjadi OPD tersendiri sebagai upaya Pemda Kabupaten Lingga menjadikan Lingga sebagai pusat kebudayaan Melayu dengan julukan Bunda Tanah Melayu.

Kebijakan ini satu-satunya di Provinsi Kepri, sementara daerah lainnya dinas kebudayaan digabung dengan dinas pariwisata, seperti di Tanjungpinang, Bintan, dan Natuna, Anambas. Di Karimun, nama OPD-nya, yakni dinas pariwisata, seni dan budaya. Upaya membentuk Dinas Kebudayaan Lingga menjadi OPD tersendiri berdampak positif. Dengan terpisah, sektor kebudayaan dapat dikelola lebih optimal. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kinerja dinas tersebut dalam upaya pemajuan kebudayaan selama tiga tahun terakhir.

Banyak hal yang dilakukan Dinas Kebudayaan Lingga sejak tahun 2017. Prestasi Disbud Lingga, antara lain: Pertama, upaya menjadikan Sultan Mahmud Riayat Syah (SMRS), Sultan Kerajaan Johor, Riau, Lingga dan Pahang sebagai pahlawan nasional. Upaya sejak tahun 2013 itu mengalami banyak kendala, namun bisa diwujudkan tahun 2018 lalu. Presiden Jokowi memberikan gelar pahlawan nasional untuk SMRS tanggal 10 November 2018 lalu.

Kedua, Kinerja Disbud Lingga yang lain adalah pencapaian dalam penetapan warisan budaya tak benda (WBTB). Sejak Kabupaten Lingga berdiri hingga tahun 2016, jumlah warisan budaya tak benda (WBTB) yang diusulkan oleh Kabupaten Lingga hingga ditetapkan sebagai WBTB Indonesia berjumlah dua warisan. Namun, pasca ditetapkan menjadi OPD tersendiri, sejak 2017 hingga 2019 tercatat 23 WBTB usulan Kabupaten Lingga yang telah tercatat 23 yang telah ditetapkan menjadi WBTB Indonesia. Tahun 2017 ada dua WBTB, tahun 2018 ada lima WBTB dan tahun 2019 meningkat jadi 16 WBTB. Keseluruhan WBTB yang telah ditetap dari Kabupaten Lingga berjumlah 25 WBTB. Sementara, total WBTB di Kepri yang sudah ditetapkan sebanyak 35 WBTB dan dari Lingga 25 WBTB atau Lingga menyumbang 71,4 persen dari total keseluruhan WBTB Provinsi Kepri. (kumparan, 7/12/2019).

Ketiga, Prestasi lain Disbud Lingga nampak dalam literasi kebudayaan. Selama 13 tahun Kabupaten Lingga terbentuk dari tahun 2003 sampai 2016, buku kebudayaan yang diterbitkan hanya lima buku. Namun, sejak Disbud Lingga menjadi OPD tersendiri, dari tahun 2017 hingga akhir 2019, berhasil diterbitkan 16 buku sejarah dan budaya. Penulisan dan penerbitan buku dianggarkan di Disbud Lingga sementara penulisannya diserahkan pada akademisi, peneliti yang berkompeten dibidangnya. Buku-buku bernilai sangat penting, karena data dan informasi seputar sejarah dan budaya Kabupaten Lingga bisa digali. Buku yang telah diterbitkan tersebut dapat berguna sebagai referensi materi muatan lokal dan juga berguna dalam dalam pengusulan WBTB.

Keempat, Dibidang permuseuman, Kabupaten Lingga juga lebih maju ketimbang daerah lain di Kepri. Saat daerah lain, seperti Anambas, Natuna belum memiliki museum dan baru mulai membangun seperti Batam, Kabupaten Lingga memiliki dua museum. Museum Lingga Cahaya Daik Lingga naik menjadi tipe B tahun 2019 dan mendapatkan dana alokasi khusus (DAK) dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar 450 Juta. Tahun 2019 juga diresmikan museum baru bernama Museum Timah Singkep di Dabo Singkep dengan koleksi awal 1.000 barang. Kedua museum dikelola Disbud Lingga.

Kelima, dalam pelestarian cagar budaya, Disbud Lingga juga aktif bergerak. Lingga telah memiliki tim ahli cagar budaya (TACB) sejak tahun 2018. Biaya sertifikasi dan operasional TACB ditanggung Disbud Lingga. Sejak awal tahun 2019, TACB Lingga telah bekerja bersidang beberapa kali untuk menetapkan cagar budaya Lingga. Upaya ini bagian dari perlindungan cagar budaya sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Sebelumnya, Lingga telah memiliki Perda Cagar Budaya.

Keenam, Lingga daerah pertama di Kepri yang menyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) yang merupakan amanat UU Pemajuan Kebudayaan. Tindaklanjutnya adalah Disbud Lingga menjadi motor dalam penyusunan Ranperda Pemajuan Kebudayaan yang melibatkan akademisi dan tenaga peneliti.

Ketujuh, sebelum tahun 2017, tidak satupun desa dan kelurahan di Kabupaten Lingga yang memiliki struktural Lembaga Adat Melayu (LAM). Namun setelah dibentuk tersendiri, Disbud Lingga bersama dengan LAM Kabupaten Lingga berusaha membentuk kehadiran lembaga adat tersebut di tingkat desa dan kelurahan. Hingga akhir 2019, telah 30 desa dan kelurahan yang membentuk LAM. Keberadaan LAM ditingkat desa, dianggap sangat membantu dalam melestarikan budaya Melayu.

Kedelapan, Lingga mampu menggelar event akbar Tamadun Melayu yang mengundang banyak negara tahun 2017 yang berjalan sukses. Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir ke Lingga untuk membuka acara ini. Ini sejarah bagi Kabupaten Lingga, pertama kali event terbesar bidang kebudayaan dan kehadiran petinggi negara.

Kesembilan, Disbud Lingga cukup piawai dalam menjolok dana APBN untuk mengalir ke Lingga. Disbud Lingga aktif dalam menjalin kerjasama dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui unit pelaksana teknis (UPT) di daerah, sebut saja BPNB Kepri, BPCB Sumbar, dan Balai Arkeologi Medan. Ketiga UPT Kemdikbud ini rutin memiliki kegiatan di Lingga setiap tahun. Tahun 2019, Direktorat Kesenian (Kemdikbud) juga mengucurkan dananya ke Lingga melalui kegiatan Revitalisasi Kesenian Hampir Punah di Lingga. Kesenian yang direvitalisasi adalah teater bangsawan dan seni musik ghazal.

Kunci Sukses

Menarik sekali untuk mengetahui faktor-faktor yang memberikan dampak pada kinerja Dinas Kebudayaan Lingga Lingga. Dari segi sumber daya manusia, Disbud Lingga memiliki SDM yang cukup terbatas. Jumlah pegawai yang berstatus PNS 19 orang. Perinciannya: dua orang pendidikan S2, enam orang S1, lima orang D3, selebihnya pendidikan tamatan SMA. Sebanyak 25 pegawai berstatus honorer. Perinciannya, enam pegawai tidak tetap (PTT), selebihnya tenaga harian lepas (THL).

Dari segi pendidikan, dari total 19 PNS, hanya satu orang yang memiliki latar belakang pendidikan budaya. Selebihnya beragam, antara lain sarjana pendidikan, sarjana ilmu pemerintahan, sarjana perikanan dan pariwisata. Dari data ini, dapat dipastikan tingkat pendidikan tidak memberikan pengaruh signifikan pada kinerja pegawai Disbud Lingga.

Banyak ahli yang berpendapat, variabel lain yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah gaya kepemimpinan dan motivasi. Di sinilah kemungkinan kunci sukses Dinas Kebudayaan Lingga. Pucuk pimpinan Disbud Lingga dipimpin M Ishak selaku kepala dinas yang tidak memiliki latar belakang pendidikan budaya, namun dua kali memimpin Dinas Kebudayaan Lingga, yakni saat Dinas Kebudayaan masih bergabung dengan Dinas Pariwisata dan memimpin saat Dinas Kebudayaan telah berdiri sendiri. Keduanya berjalan sukses dan kunci kesuksesan itu tidak terlepas dari gaya kepemimpinannya yang mampu mengayomi dan mampu menjalin pendekatan yang baik dengan pegawai. Tidak hanya itu, ia juga mampu memberikan motivasi kepada bawahannya untuk bekerja optimal dalam menjalankan target yang ingin tercapai.

M Ishak selain menjabat kepala dinas, juga menjabat Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Kabupaten Lingga. Kepemimpinan non formal ini juga mempengaruhi pola kepemimpinannya dalam menahkodai Disbud Lingga. Dalam dirinya melekat dua kekuasaan jabatan struktural dan adat. Disbud Lingga dan LAM Kabupaten Lingga sama-sama sukses yang ditunjukkan dengan kinerja dari output yang dihasilkan. LAM Lingga banyak memiliki kegiatan dan juga aktif menerbitkan buku tentang sejarah dan budaya yang belum bisa diimbangi daerah kabupaten/kota lainnya di Kepri.

Kinerja Disbud Lingga yang menonjol tak terlepas dukungan dari eksternal. Dalam hal ini, Pemkab Lingga dan DPRD Lingga yang memberikan dukungan melalui anggaran dan juga mendukung program Disbud Lingga dalam memajukan kebudayaan. Anggaran yang terbatas dan SDM yang minim tak menjadi alasan untuk berbuat dalam memajukan kebudayaan di daerahnya. Lingga jauh lebih baik dari daerah lain di Kepri. Ada yang APBD-nya Rp3 triliunan namun porsi bidang kebudayaan dalam satu tahun tak sampai Rp500 juta. Ironis bukan. ** (Terbit di Tanjungpinangpos, 17 Desember 2019)