Asal Usul Nama Tungkal Ulu

0
2249
PLTU yang ada di Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Banyak pendapat dan versi yang berkembang tentang nama Tungkal Ulu.
Versi pertama adalah bahwa istilah Tungkal Ulu digunakan sebagai padanan Tungkal
Ilir yaitu nama Marga yang beribukota di Kuala Tungkal. Dusun-dusun yang berada di
sekitar Kuala Tungkal dimasukkan dalam wilayah Marga Tungkal Ilir yaitu dusun-dusun
yang berada di ilir Sungai Pengabuan. Sedangkan dusun-dusun yang berada di ulu Sungai
Pengabuan dimasukkan dalam satu Marga yang bernama marga Tungkal Ulu dengan
ibukota di Merlung.

Dalam istilah geografis, istilah Kuala atau Muara digunakan untuk nama daerah yang
berada di kuala atau muara sungai yang yang mengalirinya. Misalnya Muara Bulian, adalah
muaranya Sungai Batang Bulian, Muara Tembesi adalah muaranya Sungai Batang
Tembesi. Kuala Dasal adalah muaranya Sungai Dasal. Meski demikian, terdapat juga
penamaan yang tidak ada kaitan dengan nama sungai yang mengalirinya sebut saja Kuala
Lumpur, Kuala Simpang, Muara Jambi dan lain-lain.

Istilah Kuala Tungkal tidak menunjukkan bahwa Sungai yang mengalirinya bernama sungai
Tungkal. Nama sungainya tetaplah Sungai Pengabuan, adapun mengapa nama kuala Sungai
Pengabuan dinamakan Kuala Tungkal tidak Kuala Pengabuan karena muara atau kuala
sungai Pengabuan hanya satu atau tunggal. Muara atau Kuala sungai-sungai besar yang
mengalir di Pulau Sumatera yang bermuara di pantai timur Sumatera pada umumnya
bercabang. Karena itu, Kuala Sungai Pengabuan disebut Kuala Tunggal, atau kuala yang satu.
Istilah Tunggal berubah Tungkal oleh perubahan dialek. Jika pendapat tersebut benar
adanya, dapat disimpulkan bahwa nama Kuala Tungkal lebih dulu dikenal, dan kehidupan
masyarakat di Kuala Tungkal lebih dahulu daripada masyarakat Tungkal Ulu. Ini artinya
bertolak belakang dengan pendapat di atas. Dengan demikian, pendapat bahwa nama
Tungkal berasal dari kata “Tunggal” memiliki dasar yang lemah.

Versi kedua, Orang-orang Tungkal Ulu diyakini berasal dari Pagaruyung bersamaan
dengan eksodusnya orang-orang Pagaruyung ke daerah lain dalam Propinsi Jambi
sekarang. Orang-orang Minangkabau yang eksodus ke Tungkal Ulu sekarang bersamaan dengan
mereka yang juga mendiami sejumlah wilayah lain di Jambi dalam catatan Nasrudin adalah
anak keturunan Adityawarman, Raja Melayu yang terkenal yang mendirikan Kerajaan
Pagaruyung yang dipimpin oleh seorang Menteri bernama Datuk Malin Andiko Srimaharajo.
Karena itulah mereka yang pertama kali kemudian mendiami wilayah Tungkal Ulu sekarang
disebut juga Suku Mandaliko. Jika tesis ini benar adanya, maka peristiwa eksodusnya orang
Minangkabau ke Tungkal Ulu diperkirakan terjadi pada abad ke-15 dan orang-orang yang
datang dari Minangkabau tersebut telah memeluk Agama Islam.

Hanya saja, rombongan orang-orang Minangkabau yang datang ke Tungkal mendapati
bahwa daerah ini telah pula berpenghuni manusia diantaranya di Merlung, Tanjung Paku
dan Suban, yaitu masyarakat peninggalan Kerajaan Kuntala. Mereka telah pula mempunyai
struktur pemerintahan yang dikepalai seorang Demong. Pada mulanya, rakyat Kedemongan tidak mau tunduk kepada pendatang asal
Minangkabau, tapi lama kelamaan mereka sepakat untuk berbaur menjadi masyarakat
yang satu, dengan catatan tidak semua hukum adat Minangkabau dapat diterapkan di
Tungkal.

Struktur pemerintahan pada masa itu tidak jauh berbeda dengan struktur
pemerintahan di Minangkabau negeri asal Suku Mandaliko. Wilayah Tungkal Ulu dibagi
dalam tiga areal atau disebut ‘suku nan tigo. Tiga suku yang dimaksud adalah anakanaknya
yang mendiami tiga wilayah masing-masing, Lubuk Kambing, Lubuk Bernai (Tanjung Genting) dan Rantau Benar sekarang.
Pada perkembangannya masyarakat perantauan asal Minangkabau berbaur dengan masyarakat Melayu
asal Johor menjadi masyarakat TungkalUlu setelah Kerajaan Johor menaklukkan Tungkal.
Yang memberi nama Tungkal adalah parabangsawan Johor yang tersesat dalam perjalanannya menuju Indragiri.
Nama Tungkal diambildari nama kayu yang banyak ditemui di kuala sungai Pengabuan.

Sekembalinya mereka ke Johor, Sultan memerintahkan untuk mendatangi kembali
Sungai Tungkal untuk melakukan invasi. Invasi kesultanan Johor berhasil dilakukan
dengan damai. Para petinggi Johor dan Minang akhirnya sepakat membagi anak keturunan
Datuk Mandaliko dalam beberapa suku, yaitu Suku Benaluh yang pemimpinya bergelar
Paduko, Suku Lingkis yang pemimpinya bergelar Rio Singokarti, suku Runai Air Talun
yang pemimpinnya bergelar Rio Manaleko Eleng, serta suku Dusun Baru yang
pemimpinnya bergelar Rio Manaleko Panai.

Versi ketiga adalah berasal dari makna kata “tungkal” dalam Bahasa Ogan di
Sumatera Selatan yang berarti bukit. Pengartian Tungkal sebagai bukit masuk akal karena
pada masa lalu yang ada hanya lah Tungkal saja tanpa ada pembagian antara ilir dan ulu.
Tungkal pada masa lalu hanya terdapat di bagian ulu yang merupakan daerah perbukitan
dalam kawasan yang sekarang disebut dengan nama Taman Nasional Bukit Tiga Puluh,
sebuah kawasan perbukitan di pesisir timur Sumatera. Oleh karena itu tidak lah
mengherankan jika ternyata istilah “Tungkal” tidak saja digunakan di Provinsi Jambi,
tetapi terdapat juga nama daerah di empat provinsi lain yang menggunakan kata Tungkal.
Versi keempat, terdapat pula pendapat meyakini nama Tungkal merupakan
perubahan etimologis dari nama Kuntala, sebuah nama Kerajaan Budha yang banyak ditulis
dalam sejarah. Dalam buku Dinamika Adat Masyarakat Kabupaten Tanjung Jabung Barat
seperti telah disebutkan di atas, disebutkan bahwa sebelum kedatangan orang-orang
Pagaruyung ke Tungkal Ulu, beberapa dusun seperti Merlung, Tanjung Paku, dan Suban
sudah berpenghuni yaitu masyarakat sisa-sisa Kerajaan Kuntala yang merupakan Kerajaan
yang sudah berdiri sebelum Melayu dan Sriwijaya yang waktu itu merupakan daerah
taklukan Kerajaan Singosari.**

Sumber: Edianto. Perkembangan Kelembagaan Dari Negeri dan Marga Menjadi Desa di Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten
Tanjungjabung Barat. Jurnal Ilmu Hukum,2011.