Provinsi Bangka Belitung layaknya daerah kepulauan lainnya mengalami keterbatasan dalam pasokan pangan, khususnya beras dari padi. Kondisi alam ini disiasati dengan keberadaan pangan alternatif. Salahsatunya beras aruk, beras yang berasal dari olahan ubi kayu.
Masyarakat Bangka Belitung telah mengkonsumsi makanan ini dari masa penjajahan belanda sebagai pengganti beras yang sulit di dapat saat itu. Saat ini beras aruk mulai berkembang di Bangka Belitung sebagai panganan yang disajikan untuk menjamu tamu tamu khusus yang berkunjung atau pada acara acara tertentu. Sentra produksi beras aruk di Pulau Bangka antara lain Desa Kemuja Kabupaten Bangka, Desa Tempilang Kabupaten Bangka Barat, dan Desa Gadung Kabupaten Bangka Selatan.
Beras Aruk memiliki tekstur dan rasa yang khas. Beras aruk bisa direkomendasikan bagi penderita diabetes militus (penyakit gula darah tinggi), karena memiliki kadar gula yang rendah. Dalam buku 100 Resep Hidangan Tradisional, Sajian Nasi Sehat Lengkap Gizi karangan Tuti Soenardi, Rossi Rozanna Septimurni, dan Sri Wulan, terpapar alternatif pengganti nasi, yaitu butiran ubi yang mirip beras tersebut. Komposisi nilai gizi aruk hampir setara dengan beras. Hanya kandungan protein dan lemaknya lebih rendah. Kandungan seratnya tinggi. Sementara, indeks glikemiknya rendah sehingga cocok untuk penderita diabetes mellitus. Butiran ubi ini juga tidak mengandung gluten.
Proses pengolahan ubi kayu menjadi beras aruk melalui beberapa tahapan proses, antara lain. Ubi Kayu dikupas, dipotong 7-8 cm lalu dicuci bersih kemudian direndam selama tiga hari agar menjadi lebih lunak. Perendaman sebaiknya menggunakan air mengalir atau menggunakan wadah dengan pola pergantian air setiap hari. Setelah perendaman kemudian ubi kayu dihancurkan dengan cara diremas-remas pada air baskom dengan tujuan agar pati dan serat sumbu bisa terlepas dan hasilnya akan diperoleh bubur ubi kayu. Bubur ubi kayu tersebut dimasukan kedalam karung bersih (karung tepung terigu) untuk diperas agar kering dan padat. Hasil perasan yang telah padat dan kering ditumbuk untuk mendapatkan tekstur yang lebih halus, kemudian diayak dengan ayakan kasar. Penumbukan menggunakan alat penumbuk padi tradisional (antan). Hasil ayakan dihampar kemudian diaruk aruk dengan arah melingkar menggunakan 5 jari agar membentuk butiran butiran kecil. Butiran butiran kecil tersebut disangrai hingga tampak agak transparan, selanjutnya dijemur dibawah sinar matahari sampai benar-benar kering. Daya simpan beras aruk yang benar-benar kering dapat disimpan selama kurang lebih 1 tahun.
Dari segi harga, beras aruk lebih mahal dari beras dari padi. Meskipun beras aruk di Bangka sudah dipatenkan dan dipasarkan di supermarket, namun juga ada kecendrungan masyarakat mulai meninggalkan kebiasaan makan beras aruk. Ada sejumlah penyebab. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi lunturnya kegemaran sebagian masyarakat terhadap makanan tradisional, yakni adanya perubahan gaya hidup, perubahan sosial budaya, perkembangan ekonomi dalam kehidupan masyarakat serta kebiasaan masyarakat terhadap makan di luar. **