Ritual Mandi Air Masin budaya lama yang hidup di kalangan rakyat Melayu Timur. Antara lain daerah Nipah Panjang, Muara Sabak, Kampung Laut dan Mendahara di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi. Diyakini berkhasiat menyembuhkan penyakit yang sudah menahun. Atau penyakit yang tidak sembuh-sembuh meski penderitanya sudah berobat ke dokter.
Dalam buku buku Upacara Tradisional, terbitan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jambi ditulis soal tradisi ini. Rentetan upacara Mandi Air Masin, sebagaimana diurutkan oleh tetua adat, mulanya pihak keluarga si sakit memanggil dukun. Si sakit dibaringkan di hadapan dukun untuk diperiksa. Pihak keluarga menyediakan beberapa bahan kelengkapan ritual yang diminta dukun. Yakni, wadah pedupaan. Biasanya berbahan kuningan atau besi. Bentuk dan warna wadahnya bebas. Tidak ada aturan mengikat. Dalam wadah pedupaan diisi arang untuk bara api.
Kemenyan putih yang telah dipecah-pecah. Fungsinya sebagai alat pengharum dan pemanggil roh yang akan diajak berkomunikasi oleh sang dukun.
Berteh atau padi goring satu gantang. Beras kunyit secukupnya, dan beras basuh (beras yang telah direndam dengan air) sekira satu genggam.
Sesudah itu, ritual pemeriksaan segera dimulai. Dukun menyalakan pedupaan. Memberi kemenyan. Asap mengepul. Mantra dirapal. Ia berkomunikasi dengan leluhur.
Dukun menaburkan beras kunyit dan beras basuh di tubuh si sakit. Mengasapinya dengan asap kemenyan.
Beras kunyit dan beras basuh, bahan sesaji persembahan kepada leluhur. Maksudnya untuk mengetahui leluhur si sakit. Dari proses tersebut si dukun mengetahui apakah si sakit menderita penyakit itu karena lupa nenek moyang, sehingga perlu diadakan ritual Mandi Air Masin atau tidak. Biasanya, menurut tetua adat, Mandi Air Masin dilakukan untuk orang yang sakit karena tidak mengindahkan sejarah. Keturunan. Alias lupa nenek moyang. Bila ternyata memang perlu diadakan upacara Mandi Air Masin, hari pelaksanaannya ditentukan dukun, sesuai petunjuk yang dia dapat. Bila dukun tak mendapat petunjuk, maka harinya dirunding-sepakati bersama. Antara pihak keluarga si sakit dan dukun.
Sebelum upacara dilakukan, tetua adat diberitahu. Keluarga dekat maupun jauh juga diberitahu. Pelaksanaan upacara selalu ramai. Karena orang kampung berdatangan.
Sesaji
Ritual ini dilaksanakan pagi hingga siang. Lokasinya di tepi laut yang kedalaman airnya antara 1.20 hingga 1.50 meter. Di lokasi, dibangun sebuah pondokan serupa perahu. Disebut kajang lako, bentuk bangunan khas rumah Melayu Timur.
Besarnya sesuai kebutuhan. Lebar lantai sekira 5×4 meter. Diberi jarak 10 hingga 15 cm. Agar air yang dimandikan ke si sakit jatuh melebur ke laut.
Tiang dan lantai dari kayu nibung. Atapnya daun nipah. Kadang tak beratap. Pondokon harus berhadapan dengan laut lepas. Tak boleh ada penghalang. Jarak pondokan dengan bibir pantai tergantung kedalaman air. Di sudut kanan tiang pondokan yang menghadap ke laut, diikat buluh cino (bambu) bersama batang pisang dan tebu. Posisinya berdiri.
Tebunya batangan utuh. Masih berdaun. Tak ada ketentuan pasti berapa jumlah batang tebu. Perangkat upacara disiapkan oleh pihak keluarga. Demikian juga kelengkapan sesaji; ayam panggang dan kue-kue yang terbuat dari beras ketan dan tepung.
Dibuat pada malam hari. Harus selesai menjelang pagi, saat upacara akan dilangsungkan. Dan yang menyiapkan sesaji kaum perempuan dalam keadaan bersih. Alias tidak haid.
Wadah sesaji berupa perahu lancang kuning. Bahan dasarnya kayu pulai yang harus diambil di dalam hutan. Panjangnya 1 hingga 1.5 meter, dengan lebar 40 hingga 45 cm.
Perahu diwarnai dengan kunyit. Dilengkapi pula dengan hiasan. Rantai dan jangkar dari emas. Sesaji tidak boleh terlangkahi dan kena kotoran. Ini nantinya dilarung ke laut.
Pihak keluarga yang bertugas menyiapkan kelengkapan upacara, didampingi dua orang mainang berdasarkan petunjuk sang dukun. Dukun berperan sebagai pemimpin upacara. Di bantu beberapa orang yang memiliki hubungan khusus dengannya. Keluarga si sakit, selain sebagai pelaku upacara, ada juga yang membantu untuk beberapa keperluan.
Dukun dan si sakit mengenakan kain berwarna kuning. Di pondokan kajang lako, dukun berdiri menghadap Timur. Memanggil angin dengan sundang sambil baca mantra.
Sepanjang upacara, musik kulintang pukulan kedungkuk terus mengalun. Alat kulintang perunggu, gendang dua sisi dan gong. Yang memainkan musik kaum perempuan. Tak banyak yang pandai memainkannya. Pukulan kedungkuk tak boleh sembarangan.
Bila nada keliru karena salah pukulan, si sakit langsung kesurupan. Tak sadarkan diri. Untuk menyadarkan, dukun turun tangan. Musik tak boleh berhenti. Kalau alat musik berhenti, saat upacara berlangsung, dukun yang memimpin upacara bisa kesurupan. Dan kalau sudah begini, dia disadarkan oleh dukun lainnya dengan ditepungtawari.
Maka dari itu, pemain musik dalam ritual Mandi Air Masin merupakan satu di antara faktor penting yang sangat menentukan. Lalu, sambil baca mantra, si dukun memandikan si sakit dengan air dari dalam tempayan atau guci yang sebelumnya juga sudah dirapal mantra.
Saat bersamaan, perahu seaji lancang kuning dihanyutkan ke laut. **