Parno, Ungkapan Adat Dalam Masyarakat Kerinci

0
4581

Salah satu bentuk sastra lisan Kerinci adalah Parno. Parno merupakan ciptaan manusia yang menggunakan bahasa yang indah dan bernilai bagi masyarakat, khususnya masyarakat Kerinci. Parno sangat dikenal dan frekuensi pemakaiannya cukup tinggi dalam kehidupan sosial bermasyarakat di Kerinci, terutama bagi masyarakat Pulau Tengah.

Parno dalam masyarakat Kerinci diungkapkan melalui bahasa lisan yang berupa bahasa kiasan dan perumpamaan di dalamnya. Jadi, Parno Kerinci diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya dari mulut ke mulut dalam budaya Kerinci. Berarti, Parno merupakan tradisi lisan Kerinci yang menjadi bagian dari budaya Kerinci. Di dalam Parno berisi ungkapan adat untuk menyampaikan hajat tetapi isi di dalam nya merupakan kata-kata yang bukan menandai seseorang untuk menyampaikan hajat. Saat berParno tidak semua masyarakat mengetahui apa maksud dari kata-kata Parno tersebut. Hal ini sangat disayangkan bagi masyarakat Pulau Tengah sebagai pewaris sastra lisan berParno yang hanya sekedar mengetahui tanpa tahu bagaimana bentuk dan maknanya.

Parno merupakan ungkapan adat yang berisi hajat seseorang. Ungkapan-ungkapan di dalam Parno berupa pribahasa, bahasa kiasan dan pepatah petitih. Sama halnya dengan seloka, masyarakat Jambi mengenalnya dengan seloko. Seloko adat Jambi berupa ungkapan yang mengandung pesan, atau nasihat yang bernilai etik dan moral, serta sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat agar selalu dipatuhi.

Selain itu, terlihat bahwa kedudukan dan fungsi Parno pada masyarakat Kerinci sangatlah penting dalam pewarisan nilai-nilai adat dan budaya Kerinci kepada generasi selanjutnya. Masyarakat Kerinci sebagai pewaris sastra lisan berParno sebagiannya juga telah mengabaikan sastra lisan ini. Ini terlihat jarangnya dan hampir tidak ditemukan lagi tradisi berParno dalam masyarakat Kerinci. Padahal berParno banyak mengandung nasihat yang bernilai etik dan moral yang masih dibutuhkan pada masa sekarang dan yang akan datang, terutama norma-norma adat pada prilaku yang positif yang mengandung nilai-nilai moral dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

Bentuk pada parno dilihat menggunakan kajian tipografi berdasarkan ciri-ciri seloko dan ungkapan Melayu atau peribahasa yang meliputi pepatah-petitih,perumpamaan, petuah dan kias yang mengkaji baris, diksi, jumlah kata, jumlah suku kata, irama dan persajakannya. Sedangkan dari segi maknanya peneliti menggunakan makna kontekstual yang bersifat gramatikal dalam menganilisis makna. Dalam menganilisis bentuk berdasarkan tipografinya ditemukan kesamaan dengan ciri-ciri seloko dan ungkapan Melayu yang mengandung kata-kata adat, ketentuan-ketentuan adat, nasihat, pedoaman, petunjuk maupun bercerita tentang kehidupan sosial.

Dari 5 jenis teks parno dalam masyarakat Pulau Tengah Kabupaten Kerinci mempunyai kesamaan dengan seloko dan ungkapan Melayu lainnya. Seperti dalam teks parno mintak aroh memuat seloko,pepatah-petitih, perumpamaan dan kiasan didalamnya namun antara kalimat tersebut berkaitan walau berbeda jenisnya. Ketentuan bentuk secara tipografipun bebas dan tidak pada ketentuan umum yang telah disepakati.