Kondisi Situs Bukit Kerang Kawal Darat (BKKD) di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri tidak terawat. Akses jalan darat maupun jalur sungai menuju ke lokasi, kondisinya memprihatinkan.
Penulis bersama Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Umrah berkesempatan datang ke Situs BKKD melalui jalur sungai, Rabu (3/9) kemarin. Tim Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepri bersama mahasiswa naik speedboat ke lokasi. Perjalanan sekitar 30 menit sampai di dermaga kayu yang kondisinya hampir roboh. Dermaga kondisinya sudah miring dan terlihat sisa-sisa bekas kebakaran. Dari dermaga jalan kaki ke arah kebun kelapa sawit. Jalan di atas kayu yang dibuat diatas rawa-rawa berair. Di kebun kelapa sawit, datang dua mobil yang membawa ke lokasi sekitar lima menit.
“Jalan ke situs via sungai. Dari dermaga kondisinya memang begitu. Itu pun kami perbaiki bersama pemuda setempat,”kata Defri Simatupang, Ketua Peneliti dari Balai Arkeologi Sumatra Utara yang penelitian di Situs BKKD ini.
Dalam diskusi bersama mahasiswa, Defri meminta tanggapan dari mahasiswa dari obyek situs BKKD yang didatangi. Ada sejumlah mahasiswa yang bersuara memberikan pendapatnya. Dina, Cahyo, Agung dan mahasiswa lain menilai keberadaan situs BKKD ini sangat bernilai dan bisa jadi andalan wisata Bintan. Namun, yang jadi permasalahan, situs terkesan dibiarkan dan belum dikelola dengan baik. Kondisi situs tidak terawat, plangnya yang sudah kabur warnanya dan tidak ada petunjuk arah menuju ke lokasi. “Situs ini bisa jadi ikon wisata Bintan, tapi kalau terkelola dengan baik. Tinggal diviralkan. Pasti banyak yang berminat ke sini,”kata Dina.
Atas masukan mahasiswa, Defri Simatupang mengaku, berbagai kritikan dan pendapat sangat diapresiasinya. Hal inilah yang jadi perhatiannya dalam penelitian kali ini. Aspirasi ini nantinya jadi rekomendasi kepada pihak terkait. Tim dari Balai Arkeologi Sumatera Utara sendiri sejak dari tanggal 21 September 2018 sampai 15 Oktober 2018 kembali melakukan penelitian di Situs Bukit Kerang Kawal Darat (BKKD) di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri. Penelitian kali ini fokus mengkaji model pengelolaan sumber daya situs BKKD dalam bingkai pembangunan berkelanjutan.
Menurut Ketua Tim Penelitian, Defri Simatupang, penelitian kali ini merupakan penelitian yang lebih memfokuskan pendekatan multi disiplin ilmu dengan melibatkan beberapa institusi seperti Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepri, Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, Politeknik Pariwisata Medan, dan Laboratorium Teknik Sipil UNIMED.
“Kegiatan kami akan berlangsung selama tiga minggu. Meskipun penelitian arkeologi prasejarah yang selama ini kami lakukan pada situs ini, masih dirasa belum memuaskan hasil penelitiannya, tapi kami melihat penelitian yang berbasis sinergitas antar institusi pemerintah yang ada di Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Bintan sangat mendesak dilakukan demi menghasilkan model pengelolaan, pemanfaatan dan penataan kawasan cagar budaya yang tepat berdaya guna,”kata Defri, kemarin.
Dijelaskan, penelitian tahun ini kami akan mencoba mengukur daya dukung puncak bukit dari beban diatasnya yang sudah sejak lama kami rekomendasikan untuk tidak diinjak oleh masyarakat pengunjung. Ini merupakan awal dari babak baru penelitian terapan demi percepatan pengembangan kawasan Situs Cagar Budaya agar lebih berdaya guna bagi masyarakat di Pulau Bintan sesuai amanat UU RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan UU RI Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan. **