Arti Penting Natuna Sebagai Jalur Lalu Lintas Perekonomian di Laut Natuna Utara

0
4956

oleh: Anastasia Wiwik Swastiwi P.hD (Peneliti Madya BPNB Kepri)

Latar Belakang

Wilayah perbatasan sebagai batas kedaulatan suatu negara secara universal memiliki peran strategis dalam penentuan kebijakan pemerintah baik untuk kepentingan nasional maupun hubungan antar negera (internasional). Posisi geografis Repulik Indonesia yang diapit oleh dua benua, mempunyai batas wilayah internasional dengan 10 negara tetangga. Secara faktual, wilayah perbatasan merupakan pagar NKRI yang wilayahnya harus dimodernisasi untuk dapat mengontrol dan menguasai batas-batas wilayah kedaulatan negara. Modernisasi wilayah perbatasan tidak selalu diterjemahkan dalam pengertian fiskal. Modernisasi wilayah perbatasan dapat dilakukan dengan pendekatan resources karena tidak sedikit pulau-pulau perbatasan maupun daratan diperbatasan, memiliki potensi sumberdaya kelautan yang dapat dikembangkan secara ekonomi perbatasan (Mukti, dalam Hadiwijoyo, 2009 “ Batas Wilayah Negara Indonesia”).

Salah satu wilayah perbatasan di Indonesia adalah Kabupaten Natuna. Kabupaten Natuna terletak di wilayah perbatasan yang dikaruniai potensi Sumber Daya Alam yang besar, maka kawasan Pulau Natuna dan sekitarnya telah ditetapkan sesuai PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional menjadi salah satu Pusat Kegiatan Strategis Nasional yaitu kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan, di mana usaha dan atau kegiatannya berdampak besar terhadap kondisi geopolitis dan pertahanan keamanan nasional serta regional. Beberapa kriteria kawasan tertentu yang dapat terpenuhi di Kawasan Natuna antara lain karena mempunyai: Potensi  Sumber Daya Alam yang besar dan berpengaruh terhadap pengembangan Politik ekonomi social-budaya pertahanan dan keamanan  serta pengembangan wilayah sekitarnya. Potensi Sumber Daya Alam yang besar serta kegiatannya berdampak besar dan penting terhadap kegiatan sejenis maupun kegiatan lain, baik di wilayah bersangkutan, wilayah sekitar maupun wilayah negara.

Secara geografis, posisi dan letak Kabupaten Natuna sangat menguntungkan karena berada pada posisi silang jalur Pelayaran Internasional. Kepulauan Natuna, adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau,Indonesia. Natuna merupakan kepulauan paling utara di selat Karimata. Di sebelah utara, Natuna berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja, di Selatan berbatasan dengan Sumatera Selatan dan Jambi, di bagian barat dengan Singapura,Malaysia, Riau dan di bagian Timur dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat. Luas Natuna mencapai 141.901,20 Km2 dengan rincian 138.666,0 km2 perairan (lautan) dan 3.235,20 km2 daratan. Ini menggambarkan bahwa wilayah Natuna sebagian besar berupa lautan.[1] Sebagai wilayah yang berada pada posisi silang jalur Pelayaran Internasional, Natuna memiliki arti penting dalam perekonomian. Tulisan ini memberi gambaran peran pentingnya dalam lintasan sejarah

Potensi Ekonomi

Kabupaten Natuna[2] merupakan hasil pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau menjadi 3 (tiga) yaitu Kabupaten Kepulauan Riau (sekarang menjadi Kabupaten Bintan), Kabupaten Karimun dan Kabupaten Natuna menyusul kemudian Kota Tanjungpinang yang diresmikan pada tahun 2001. Kemudian berdasarkan UU No. 33 Tahun 2008 tanggal 21 Juli 2008 tentang pembentukan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Natuna yaitu Kabupaten Kepulauan Anambas dengan 7 Kecamatan di gugusan pulau Anambas. Sejak penerapan otonomi daerah mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2001 dengan UU No. 22 tahun 1999, maka proses sosialisasi terhadap undang-undang tersebut menjadi penting untuk dipahami dan dimengerti oleh setiap komponen masyarakat yang concern terhadap proses berjalannya otonomi daerah ini. Hal yang sangat penting dalam proses sosialisasi adalah sejauh mana penerapan otonomi daerah ini dapat memberikan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dalam proses sosialisasi adalah sejauh mana penerapan otonomi daerah ini dapat memberikan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dalam proses membangun ekonomi rakyat. Momentum otonomi daerah tentunya akan memberikan upaya peningkatan ekonomi rakyat.

Posisi dan letak Natuna yang strategis tersebut,  dapat menjadikannya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan wilayah, maka Kabupaten Natuna seharusnya memberdayakan segala potensi yang ada di wilayah tersebut. Ketersediaan sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi, pemerintahnya dapat mengundang investor untuk dapat menanamkan modalnya. Dengan masuknya penanaman modal, maka diharapkan pembangunan yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat dapat dilaksanakan (Hasrul Sani, 2004 : 11).

Saat ini Natuna menjadi salah satu daerah yang terkenal dengan penghasilan Minyak dan gas Indonesia. Berdasarkan laporan studi Kementrian Energi dan Sember Daya Mineral (ESDM), cadangan minyak yang dimiliki Natuna mencapai 308,30 juta Barel. Sementara cadangan gas buminya terbesar se-Indonesia yaitu, sebesar 54,78 triliun kaki kubik. Dana hasil Migas menjadi sumber pendapatan utama bagi Natuna. Natuna juga memiliki sumber daya perikanan laut yang mencapai dari 1 juta ton per tahun dengan total pemanfaatannya hanya sekitar 36%. [3]

Perairan Natuna Dari Masa ke Masa dan Potensinya

Perairan Natuna sangat penting bagi Indonesia maupun negara-negara lain yang berada disekitarnya karena perairan Natuna merupakan salah satu perairan vital yang tidak hanya bagi Indonesia melainkan juga bagi kepentingan negara tetangga dan Internasional. Sebagai salah satu jalur perdagangan Internasional yang menghubungan  Laut Tiongkok Selatan dengan Samudera Hindia, jalur ini memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi bagi penggunanya sehingga keamanan lalulintas ini sangat penting.

Pada masa Kerajaan Sriwijaya, Natuna menjadi tempat berteduh dari amukan badai Laut Cina Selatan yang ganas. Kepulauan Natuna pada masa itu menjadi tempat berteduh sekaligus sebagai tempat untuk mengisi air bersih dan perbekalan lainnya guna meneruskan pelayaran. Pelayaran yang melewati Kepulauan Natuna pada masa itu dilakukan karena aktivitas perdagangan dengan Cina, Siam dan Campa.[4]

Wilayah Kepulauan Natuna mulai tercatat dalam beberapa literature pada penghujung abad 16. Lihat juga Ph. O.L. Tobing, Hukum Pelayaran dan Perdagangan Amanna Gappa. Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara. Makasar.1961 disebutkan bahwa  pelaut Makasar dan Bugis pada abad ke-17 telah melakukan pelayaran ke seluruh perairan Nusantara (Indonesia). Lebih dari itu mereka juga telah berlayar sampai ke Kedah, Kamboja, Ternate, dan juga Sulu (Philipina) dan tentu saja melewati perairan Kepulauan Natuna. Wilayah Natuna sampai dengan abad ke-17 telah terintegrasi dalam suatu jaringan pelayaran dan perdagangan Nusantara.

Dalam perkembangannya, dari sisi geostrategis. saat ini wilayah ini berbatasan langsung dengan Kamboja dan Vietnam di sebelah utara, Singapura maupun Malaysia di bagian Barat, dan Malaysia Timur di bagian timur. Selain itu, wilayah ini ditakdirkan berada di titik simpul pelayaran internasional yang menghubungkan Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dengan negara-negara lainnya. Dengan fakta itu, sudah semestinya negara “hadir” untuk menjaga pertahanan dan keamanan. Terlebih lagi pulau-pulau yang terletak di Gugusan Natuna telah dijadikan titik dasar terluar wilayah RI dalam Deklarasi Djuanda pada tahun 1957. Berikut peta yang menggambarkan bahwa 90 % perdagangan dunia melalui jalur laut. Sementara itu, 45 % nya melalui perairan Indonesia diantaranya Kepulauan Natuna dan Anambas.

Wilayah perairan Natuna juga memiliki peran dan arti geopolitik yang sangat besar karena menjadi titik temu Tiongkok dengan tetangga-tetangganya terutama yang berada di dalam wilayah ASEAN. Dalam hal sejarah,masalah teritorial,keamanan dan juga hal-hal seperti Sumber Daya Alam dan energy security. Bagi Tiongkok, lautan ini sangat penting bukan hanya karena banyaknya jenis ikan tetapi juga kekayaan sumber daya alamnya yang dapat mendukung perkembangan ekonomi, politik, dan pertahanan keamanannya.

DAFTAR PUSTAKA

Anastasia Wiwik Swastiwi. Toponimi Daerah Natuna. Balai Pelestarian Sejarah dan NilaiTradisional. 2010

Anastasia Wiwik Swastiwi. Perdagangan Dan Ekonomi Maritim Di Kepulauan Anambas Abad 19-20. Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepulauan Riau. 2017 (Laporan  Kajian)

Andaya, Leonard Y. Kerajaan Johor 1641-1728 Pembangunan Ekonomi dan Politik. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. 1987.

Buku Saku Kabupaten Natuna 2007. Kerjasama Bappeda dengan BPS KabupatenNatuna.2008

Buku Pegangan Bagi Unit Kerja Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.

Jakarta. 1988

www.natuna.go.id

www.sinarharapan.co.idwww.bloger.co.id

Yusuf, Ahmad. Dari Kesultanan Melayu Johor-Riau Ke Kesultanan Melayu

Lingga  Riau. Pekanbaru: PEMDA Riau. 1993.

[1]  Website kabupaten Natuna.2013. “Sekilas Natuna” dalam http://www.natunakab.go.id/sekilasnatuna.htm

[2] Penduduk di Kepulauan Natuna diyakini adalah mereka yang berdatangan dari Semenanjung Melayu (1564-1616). Mereka menempati pulau-pulau yang menjadi lintasan pelayaran niaga dari daratan Negeri Cina ke Benua Eropa. Ketika itu, armada Portugis di Laut Cina Selatan mulai aman dengan keluarnya keputusan Sultan Alaudin Riayatsyah (1550-1560) tentang kekuasaan Laksemana Hang Nadim dan Seri Bija Diraja menjadi “Lang-Lang Laut”, sehingga ada jaminan keamanan tinggal di lingkungan pulau-pulau Bunguran-Natuna, Anambas dan Tambelan.

[3] Website kabupaten Natuna.2013. “kondisi geografis” dalam http://www.natunakab.go.id/kondisi-geografis.html

[4] Lihat. Anastasia Wiwik Swastiwi. Toponimi Daerah Natuna. Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional. 2010