BPNB Kepri Rekam Teater Mak Yong di Mantang

0
740
Suasana perekaman latihan pertunjukkan teater mak yong di Mantang Lama, Bintan

Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepri melakukan perekaman atau pembuatan film dokumenter tentang teater mak yong di Mantang Lama, Kabupaten Bintan. Mak yong saat ini di Kepri hanya tersisa di Kijang, Mantang dan Batam.

Meski sudah ditetapkan jadi warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia tahun 2013 lalu, pembuatan film dokumenter tentang mak yong sangat penting. Teater tradiasional ini bisa punah dan generasi mendatang bisa mengetahui kebesaran mak yong dari dokumentasi yang dilakukan, salahsatunya melalui film.
“Kami turun ke salahsatu pusat mak yong Kepri, yakni Mantang Arang di Bintan. Kami sangat tertarik dengan pertunjukkan mak yong di sana. Mereka tampil di alam terbuka. Sangat tradisi,”kata Nanda Darius, salahsatu panitia pelaksana perekaman film, Sabtu (22/9) kemarin.

Mak Yong adalah seni teater tradisional masyarakat Melayu yang sampai sekarang masih digemari dan sering dipertunjukkan sebagai dramatari dalam forum internasional. Di zaman dulu, pertunjukan mak yong diadakan orang desa di pematang sawah selesai panen padi. Pertunjukan mak yong dibawakan kelompok penari dan pemusik profesional yang menggabungkan berbagai unsur upacara keagamaan, sandiwara, tari, musik dengan vokal atau instrumental, dan naskah yang sederhana. Tokoh utama pria dan wanita keduanya dibawakan oleh penari wanita. Tokoh-tokoh lain yang muncul dalam cerita misalnya pelawak, dewa, jin, pegawai istana, dan binatang. Pertunjukan mak yong diiringi alat musik seperti rebab, gendang, dan tetawak.

Sejarawan Aswandi Syahri menyebut Teater Mak Yong Kepulauan Riau telah mengalami “domestifikasi” sehingga tampil sebagai teater “endemik” khas Kepulauan Riau yang menemukan bentuknya di Pulau Mantang dan dapat dibedakan dari teater sejenis yang ada di Malaysia maupun di tempat asalnya di Selatan Thailand: Teater Mak Yong Kepulauan Riau lebih “dinamis” dalam performa dan arnsement nyanyian maupun musikalnya. Atau dalam bahasa penontonnya yang awam, “enak ditonton dan tidak membosankan”.

Jika lembaran sejarah kita sibak, maka jelas terlihat bahwa Mak Yong di Kepulauan Riau adalah bagian dari sejarah (seni) masyarakat Melayu di Kepulauan Riau. Bahkan, pada masa lalu, teater ini adalah bagian dari puncak-puncak kesenian Melayu yang sangat dimuliakan oleh istana Riau-Lingga di Daik dan Pulau Penyengat. Sebagai “teater istana”, hidup para pemain Mak Yong pada masa lalu dijamin oleh Istana Riau-Lingga. Bahkan Kerajaan Riau-Lingga menyediakan sebuah perahu layar dari jenis perahu Nadir yang diberi nama “Pisang Emas” guna mendukung mobiliatas dan aktifitas para pendukung teater Mak Yong Pulau Mantang.

Cukup banyak bukti untuk untuk mendukung hujjah ini. Pada akhir tahun 1850-an misalnya, Engku Puteri Raja Hamidah menampil teater Mak Yong di istananya sempena pesta pernikahan anak Kapitan Cina Tanjungpinang yang juga menjadi anak angkatnya. Kisah ini direkam oleh Encik Abdullah dari Kampung Bulang Pulau Penyengat dalam bait-bait Syair Kawin Tan Tik Cu atau Syair Perkawinan Anak Kapitan Cina atau Syair Tik Sing yang ditulis tahun 1860.

Bukan itu saja, sebuah kartu pos dari akhir abad ke-19 juga dengan jelas merekam kelompok teater Mak Yong Mantang Arang pimpinan Ungu II berfoto bersama di halaman Istana Keraton Riau-Lingga di Pulau Penyengat usai sebuah pementasan di hadapan Sultan Abdulrahman Mu’azamsyah dan Residen Riau.

Setelah penghapusan kerajaan Riau Lingga pada tahun 1913, kelompok terater Mak Yong yang tersebar di Pulau Mantang, “beralih” menjadi seni pemetasan keliling dan memenuhi undangan pesta pernikahan ke sekotah Kepulauan Riau-Lingga seperti ke Rejai, Pulau Abang, Tajur Biru, Pulau Karas, dan hingga ke sarang “sarang” teater Mendu di kawasan Pulau Tujuh.

Selain itu, sudah barang tentu juga di Pulau Penyengat yang pada zaman kerajaan Riau-Lingga adalah laman tempat mereka bermain. Khusus di Pulau Penyengat, Mak Yong Mantang Arang untuk terakhir kalinya tampil bermain pada tahun 1930 dengan Pak Yong-nya bernama Ungu II. **