- Catatan Mengikuti Lasenas Aceh 27 April-1 Mei 2018
Lawatan Sejarah Nasional (Lasenas) di Bumi Serambi Mekah, Aceh 27 April-1 Mei 2018 berakhir sudah. Sebanyak 250 peserta mengunjungi 12 obyek lawatan sejarah dari Banda Aceh, Aceh Besar sampai Sabang. Pembukaan acara di Anjong Mon Mata Pendapa Gubernur Aceh, Jumat (27/4) malam sangat berkesan. Semua peserta larut menjadi satu ditengah keberagaman. Sayangnya, penutupan kegiatan di Sabang nyaris tak berkesan. Tak ada kemegahan. Apa yang terjadi?
======================================================
Lasenas 2018 diikuti 250 peserta. Terdiri dari siswa SMA sederajat, guru sejarah SMA sederajat, wartawan, utusan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB), lembaga swadaya masyarakat dan komunitas kesejarahan. Paling istimewa ada tiga peserta pelajar SMA sederajat dari setiap provinsi yang dikirim dalam event ini. Satu provinsi didampingi satu orang guru atau tenaga pendamping. Semua peserta diinapkan di Asrama Haji banda Aceh. Sejumlah kegiatan juga dipusatkan di sana, diantaranya seminar sejarah dan presentasi karya tulis yang diikuti 10 finalis utusan BPNB.
Pembukaan Lasenas dilakukan di Anjong Mon Mata Pendapa Gubernur Aceh. Hal yang menarik semua peserta wajib memakai baju adat (tradisional) daerah masing-masing saat acara pembukaan. Kegiatan pembukaan juga digabungkan dengan pembukaan Inti Bangsa yang diikuti 250 guru sejarah se-Indonesia. Lasenas 2018 dibuka Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid. Hilmar menyebutkan, pelajaran sejarah memiliki peran strategis dalam memberikan pemahaman kearifan masa lampau. Selain itu, pelajaran sejarah juga berperan mempererat dan mengguatkan karakter bangsa. “Aceh memiliki sejarah yang panjang. Semua peserta selama kegiatan bisa mempelajari dan memahami sejarah Aceh,”kata Hilmar.
Sekdaprov Aceh, Dermawan mengabsen para peserta dan menanyakan daerah asal. “Panitia menyebut 250 dari 34 provinsi. Saya cek satu persatu. Ternyata pesertanya memang dari seluruh Indonesia,”kata Dermawan dalam sambutannya.
Ia menilai masyarakat Aceh akan sangat senang untuk berbagi, berdiskusi maupun bertukar pengalaman mengenai sejarah, adat dan budaya Aceh. Dermawan juga tidak lupa mengimbau para peserta agar ketika pulang ke daerah masing-masing, menceritakan kondisi Aceh saat ini yang aman dan damai. Selama ini banyak masyarakat luar yang memandang negatif terhadap kondisi Aceh.
“Mudah-mudahan dengan mengenal Aceh lebih dalam, bapak, ibu dan anak-anak kami semua semakin bangga dengan keberagaman yang ada di negeri kita,”tukasnya.
Malam pembukaan juga dimeriahkan pembacaan puisi oleh Penyair Fauzan Santa. Ia membacakan puisi Emha Ainun Nadjib berjudul Indonesia Berterimakasih Kepadamu Aceh. Selain itu juga ada penampilan sejumlah sanggar yang menampilkan sejumlah tarian khas Aceh, termasuk Tari Saman.
Momen yang ditunggu-tunggu peserta adalah melawat ke obyek sejarah. Sabtu (28/4) pagi, situs pertama yang dikunjungi adalah Makam Pahlawan Nasional Teungku Chik Di Tiro, Masjid Indrapuri, Museum Negeri Aceh, dan Makam Raja-raja Aceh, seperti Iskandar Muda, Makam kandanmg XII dan Kandang Meuh. Perjalanan dilanjutkan melihat replika Seulawah RI 001 dan berakhir di Masjid Bairurahman, Bandaaceh. Selama lawatan peserta pelajar dibagi atas beberapa kelompok dan diminta panitia membuat tugas, seperti membuat vlog, video dan foto setiap obyek yang dikunjungi. Hari kedua lawatan, Ahad (29/4) pagi, peserta mengunjungi Makam Laksamana Malahayati di Aceh Besar, Benteng Iskandar Muda, Benteng Indrapatra, Gunongan dan berakhir di kediaman atau rumah Cut Nyat Dien.
Tak hanya melawat ke obyek sejarah, dalam Lasenas 2018 ini jga ada acara seminar sejarah dan presentasi karya tulis pelajar. Seminar sejarah dilaksanakan di Asrama Haji Banda Aceh. Ada tiga narasumber, yakni Prof Dr Taufik Abdullah (AIPI), Kamaruzzaman Bustaman P.hD (IAIN Ar Raniry) dan Dr Doni Koesoema (Kemendikbud). Sementara presentasi karya diikuti 10 finalis. Sebanyak lima siswa utusan Yogya,tiga siswa utusan BPNB Kepri dan dua orang dari BPNB Aceh.
Kegiatan Lasenas 2018 jadwalnya cukup padat. Siang hingga malam, aktivitas peserta cukup padat. Apalagi siswa harus menyelesaikan tugas kelompok baik vlog, video dan foto. Namun, para peserta nampak menikmati rangkaian kegiatan. meskipun mereka menginap bukan di hotel berbintang, tapi hanyan di asrama haji. Mereka dibagi atas kelompok dan penginapannnya juga dibedakan. Peserta dari berbagai daerah bercampur menjadi satu. Tak ada lagi perbedaan agama, suku atau pun warna kulit. Semuanya jadi satu dan berstatus sama sebagai peserta Lasenas.
Begawan sejarah Taufik Abdullah yang mengikuti acara sampai akhir mengaku sangat menikmati kegiatan Lasenas ini. Para peserta datang dari daerah berbeda, namun semuanya bisa membaur. Menurutnya, kerukunan dan keberagaman itu tak sekedar dibicarakan, tapi dipraktekkan. “Lihat anak-anak sekarang. Mereka begitu pintar. Pandai presentasi. Jago Bahasa Inggris. Saya untuk dapat ijazah sarjana muda, skripsinya tulis tangan. Kalau sekarang, anak-anak sudah mahir teknologi semua,”kata Taufik.
Ia menilai tepat memilih Aceh untuk lokasi Lasenas. Peserta dari seluruh Indonesia bisa mempelajari dan memahami sejarah panjang Aceh. Aceh, katanya sangat istimewa dalam sejarah republik ini. Negeri yang heroik dalam melawan penjajah, sejarah keislaman hingga aksi ketidakpuasan pada pemerintah pusat. “Anak-anak bisa tahu. Tak benar anggapan Belanda menjajah 350 tahun. Aceh baru awal abad 20 mulai ditaklukan Belanda. Itu pun dimana-mana masih ada perlawanan,”ujarnya.
Peserta Lasenas 2018 juga sempat berkunjung ke titik nol kilometer di Sabang, Senin (30/4) siang. Peserta menyeberang menggunakai kapal feri dari Pelabuhan Ulee Lheue menuju Sabang. Hanya satu titik yang dikunjungi di Sabang dan peserta ke penginapan untuk beristirahat. Rencananya penutupan Lasenas 2018 digelar di Pelabuhan Sabang malam harinya. Tapi panitia memajukan jadi sore hari pukul 17.00 WIB hingga magrib. Saat penutupan dilakukan penyerahan pemenang lomba karya tulis sejarah.
Penutupan kegiatan yang kesannya terburu-buru sangat disayangkan. Perwakilan dari 11 BPNB se-Indonesia dijadwalkan tampil. Namun dengan waktu penutupan yang sempit, hanya lima utusan BPNB yang bisa menunjukkan kebolehannya. Tak ayal lagi sejumlah utusan BPNB mengungkapkan kekecewaannya. Para peserta dari Papua bertangisan dilokasi penutupan. Mereka yang sudah berdandan habis-habisan dan memakai baju tradisional Papua tak jadi tampil. Panitia tak mengemas dan menyiapkan acara penutupan dengan bagus. Tak ada pentas atau lokasi pertunjukkan yang khusus dibuat untuk penutupan acara Lasenas. Penutupan dilakukan menumpang dievent kegiatan yang lain. Di panggung pertunjukkan spanduk Lasenas 2018 ditempelkan menutupan spanduk kegiatan lain. Begitu penutupan, spanduk Lasenas dicabut dan nampaklah event lain yang dibuat dalam tempat yang sama.
“Penutupan sangat amburadul. Jadwalnya malam dimajukan sore. Panggung acara menumpang dikegiatan Festival Pesisir. Nampak sekali panitianya tak siap. Jelang Magrib, penutupan acara sudah selesai. Anak-anak dari 11 BPNB bagaimana mau tampil, jadwal mepet gitu,”kata salahseorang pendamping dari BPNB yang enggan disebutkan namanya.
Tak habis di sana, kepulangan para peserta Lasenas juga amburadul. Peserta dari Sabang berangkat pagi menggunakan kapal feri. Dari Pelabuhan Ulee Lhue menuju ke Bandara Iskandar Muda pakai bus. Sebagian besar rombongan mengejar jadwal penerbangan pukul 10.00 WIB. Sejumlah bus yang membawa peserta baru sampai bandara pukul 09.30 WIB. Hal yang jadi masalah adalah barang-barang milik peserta letaknya tak beraturan. Tas diturunkan dari bus dan para peserta berlarian mengejar tas masing-masing. Saat proses pencarian tas, para penumpang sudah diminta naik ke pesawat. Sejumlah peserta tasnya tercecer. Ada yang ketinggalan tas berisi oleh-oleh, ada pula yang berisi laptop. Peserta langsung naik ke pesawat. Tas yang tinggal nantinya diselamatkan panitia lokal dari BPNB Aceh.
Dengan berbagai kelebihan dan kekurangan dari pelaksanaan Lasenas 2018 ini, hal yang patut disyukuri semua peserta dapat menikmati lawatan ke berbagai obyek sejarah dan keramahan masyarakat Aceh. Ditengah desas desus tahun 2019 tak ada lagi Lasenas, besar harapan kegiatan ini tetap dipertahankan. Betapa indah mengumpulkan ratusan pelajar dari 34 provinsi se-Indonesia yang latarbelakang berbeda bisa berkumpul bersama. Mereka bisa berbaur, bisa bersosialisasi dan memahami, serta menghargai budaya masing-masing. Lasenas yang bersejarah yang sudah berlangsung belasan tahun, sangat sayang kalau dihapuskan dan tinggal sejarah. **