Mengenal Kelintang Melayu Timo Kuala Patahparang

0
901
Kelintang Melayu Timor dari Inhil, Riau foto:senuju.com

Riau ternyata juga mengenal alat musik kelintang. Kelintang khas berasal dari Desa Patah Parang, Kecamatan Sungai Batang, Indragiri Hilir. Alat musik ini berbeda dengan kulintang (kolintang) alat musik khas Sulawesi Utara.

Menurut Budayawan Melayu Riau, Mosthamir Thalib, alat musik ini berbeda dibanding kolintang (kulintang) – alat perkusi, khas Minahasa, Sulawesi Utar. Dibuat dari bahan kayu lokal yang ringan namun kuat (kayu telur [alstonia sp], wenuang [octomeles sumatrana miq], cempaka [elmerrillia tsiampaca], waru [hibiscus tiliaceus], dan yanag sejenis) yang konstruksi seratnya parallel, kelintang Melayu Timo (Timur) di Kuala Patahparang dibuat dari bahan perunggu. Tidak hanya di Kuala Patahparang, dulu ada pula di Kecamatn Reteh, dan beberapa tempat lagi yang ada orang Melayu Timo.

Sesuai dengan namanya “Kelintang Melayu Timo Kuale Patahpaghang”, konon musik tradisional tujuh nada ini berasal dari Timur Nusantara, daerah Tempasuk, pusat Melayu Iranun – Mindanao (Pilifina), dan Sabah Borneo, ( kawasan Kalimatan yang menjadi Negara Bagian Malaysia). Masuk ke Inderagiri dan serantau Kepulauan Riau pada 1787, dibawa prajurit peran Sultan Ismail dari Tempasuk, yang datang ke Kerajaan Melayu Riau-Lingga atau Riau-Johor untuk membantu Sultan Mahmud Riayatsyah yang berseteru dengan penjajah Belanda.

Dengan berpakaian hanya sepinggang di badan, begundal sundal penjajah Belanda yang kalah kocar-kacir terbirit-birit menyingkir getir ketakutan. Kerjasama (koalisi) Kerajaan Riau-Lingga dengan Kerajaan Tempasuk itu berjaya mengalahkan Belanda (Ulande), dan mengusir hengkang Residen David Ruhde enyah dari Tanjungpinang pada Ahad 26 Zulhijjah 1299 (13 Mei 1787). Mereka pontang-panting menuju Temasik (Singapura).

Sebagian prajurit Sultan balik ke Tempasuk – Borneo, dan sisanya tetap tinggal di kawasan Kerajaan Riau-Lingga. Di antara mereka menyisir pesisir Batanggangsal, ke Kuala Patahparang, Benteng (sekitar Pasenggerahan), Sungaiundan, Pulaukijang, hingga ke Sungaigergaji (Kotabarureteh) dan Kotabaru Seberida. Ada pula yang menyusur alur ke Batanghari, Jambi. Mereka inilah (sebagaimana saya nyatakan terdahulu dari catatan sekilas ini) yang membawa serta kelintang, music tradisi dari Kampung halaman negeri asal mereka.

Tokoh keturunan Melayu Timo ini dapatlah disebut di antaranya yang ternama Panglima Besar Tengku Sulung, dan Letnan Muhammad Boya yang bermakam di Sungairukan, Kecamatan Enok, Inhil – abang Anjang Deghus Idrus Tintin. Allaahyarham Tuan Guru Sjaich H. ‘Abdurrahman Ja’cob Reteh Inderagiri (Marhum Pasarkembang) menikahi pula Aisyah – puteri keturunan Melayu Timo – menjadi isteri ketiganya, yang di antara anak hasil perkawinan mereka Tuan Guru H, Muhammad Luthfi ulama’ di Pasarkembang, Kecamatan Keritang, Inhil.

Musik perkusi ‘kelintang Melayu Timo’ ini, dahulu lazim dimainkan oleh kaum perempuan. Pihak Kerajaan Tempasuk memanfaatkannya untuk menyemarakkan atau memberi semangat prajurit yang sedang berdayung berlayar mengharungi lautan besar menghadang gelombang atau angin sungsang. Tentu saja juga untuk mengelu-elukan prajurit yang bertempur di medan perang.

Ada beberapa lagu khas dari negeri leluhur yang mereka nyanyikan, di antaranya Serama, Andok-andok, Kudidi (sejenis burung yang disebut kedidi pada logatnya), Kedincing, Serame 1 hingga 3, Serame Jawa, Serama Angin, Cak Pumpung, Gubang-gubang, Kayoh, Kisak-kisak, Jande Ngagek Teghung, Kedungkok, Tepai Begelot, dan Sendayung “ Sayangnya. **