Sultan Mahmud Riayat Syah ditetapkan jadi pahlawan nasional dalam hari pahlawan 2017 ini. Penantian panjang karena sudah diperjuangkan sejak 2012 lalu. Spesialnya lagi, ini pahlawan nasional pertama yang ditetapkan sejak Provinsi Kepri diresmikan tahun 2014 lalu. Berbeda dengan dua pahlawan nasinal sebelumnya, Raja Haji Fisabilillah dan Raja Ali Haji yang berdarah Bugis, Sultan Mahmud Riayat Syah dianggap wakil simbol Melayu.
=======================================================
Patut dicatat pahlawan nasional dari Kepri baru dua orang itu. Keduanya diusulkan dan ditetapkan jadi pahlawan nasional tahun 1997 dan 2004 lalu. Pengusulnya Provinsi Riau. Usai penetapan Raja Ali Haji tahun 2004 sebagai pahlawan nasional dibidang bahasa, diinventarisasi lagi nama-nama tokoh yang berpeluang jadi pahlawan nasional. Pilihan pun jatuh pada Sultan Mahmud Riayat Syah (Mahmud Syah III). Tahun 2013 diusulkan jadi pahlawan nasional tapi gagal.
Ada sejumlah alasan Sultan Mahmud Riayat Syah layak dijadikan pahlawan nasional. Ia menjadi Sultan tahun 1761 M pada usia belia, saat masih berusia dua tahun. Sosok ini adalah putra Tengku Abdul Jalil bin Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah (Sultan Johor-Riau ke-14) dengan Tengku Putih binti Opu Daeng Celak, Yang Dipertuan Muda (YDM) Kerajaan Riau II.
Saat berkuasa, pusat pemerintahannya berada di Hulu Riau (Kota Raja) selama 26 tahun (dari tahun 1761-1787 M).Demi taktik perang melawan Belanda, Sultan Mahmud Syah III kemudian memindahkan Ibukota kerajaan di Lingga hingga akhir hayatnya, tahun 1812 M. Sebagai pemimpin tertinggi Kerajaan Johor-Riau-Lingga dan Pahang, banyak kebijakan Sultan Mahmud Syah III
yang strategis dan monumental.
Salah satunya dengan memerintahkan perjuangan melawan penjajah dalam perang di Teluk Riau dan Teluk Ketapang Melaka pada tahun 1784. Dalam peperangan ini, panglima perang Raja Haji Fisabillillah, tewas sebagai syahid. Meski mengalami kekalahan, tidak menyurutkan perjuangan Sultan Mahmud Syah III melawan penjajah. Beliau justru semakin memperkuat armada perangnya, menyusun strategi dan membangun pusat-pusat ekonomi.
Sultan Mahmud Syah III juga mempererat kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang dengan beberapa kerajaan lainnya seperti Jambi, Mempawah, Indragiri, Asahan, Selangor, Kedah dan Trenggano. Sultan Mahmud Syah III, menguatkan persaudaraan antara Melayu dan Bugis melalui ‘sumpah setia’ dan pernikahan antara kedua belah pihak. Kebijakan Sultan ini terbukti mampu menjadi senjata ampuh, melawan penjajah yang terkenal dengan politik adu dombanya.
Pada masanya juga, Lingga dirintis menjadi pusat tamaddun Melayu. Diantaranya menggalakan dunia tulis (mengarang) dalam kitab-kitab ajaran agama Islam dan bahasa (sastra) Melayu. Kelak, bahasa Melayu menjadi cikal bakal bahasa pemersatu nusantara, yakni bahasa Indonesia.
Sultan Mahmud Syah III, menjadikan Pulau Penyengat sebagai maskawin pernikahannya dengan Engku Puteri Raja Hamidah binti Raja Haji. Berkat perjuangan Sultan pula, akhirnya Lingga dan Pulau Penyengat menjadikota yang hebat. Lingga kemudian dikenal sebagai Bunda Tanah Melayu dan Pulau Penyengat sebagai Pulau Indera Sakti.
Keberhasilan Sultan Mahmud Syah III jadi pahlawan nasional tak terlepas dari kerja keras tim peneliti dan penulis Mukhlis PaEni Cs dan juga Tim Pengkaji dan Penilai Gelar Daerah (TP2GP) Kepri, Abdul Malik Cs. Jangan lupakan juga semangat besar Bupati Lingga, Alias Wello dalam mewujudkan impian masyarakat Kepri ini. Tak lupa lobi-lobi politik tokoh Kepri di Jakarta juga memiliki peranan besar. Pahlawan nasional bukan hanya soal kajian akademis, tapi juga perlu dukungan politik. Perlu akses ke pusat kekuasaan di jantung Jakarta. **