DPRD Lingga Konsultasi tentang Desa Adat

0
299
Rombongan DPRD Lingga foto bersama dengan Kepala BPNB Kepri, Toto Sucipto (tengah) di Kantor BPNB Kepri, Selasa (20/6) kemarin.

Anggota DPRD Lingga lintas komisi berkunjung ke Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kepri, Selasa (20/6). Kedatangan rombongan untuk konsultasi terkait desa adat.

Rombongan dipimpin Pokyong Kadir, didampingi Ahmad Nashiruddin, Zakaria, Alexander Welling dan staf humas DPRD Lingga, Widi Satoto. Konsultasi ini dimaksudkan untuk mencari pola dan arah yang tepat untuk membangun Kabupaten Lingga sebagai pusat sejarah dan budaya Melayu di Kepulauan Riau. Hasil konsultasi ini nantinya diharapkan dapat merumuskan langkah-langkah strategis untuk membuat desa adat dan sebagai basis budaya dan menjadikan Kabupaten Lingga sebagai pusat sejarah dan budaya Melayu.
“Masukan-masukan dari Kepala BPNB Kepri sangat menarik. Pak Toto memperlihatkan contoh- contoh desa adat dan bagaimana proses penetapannya. Masukan ini sangat berguna. Ke depannya apakah membentuk perda atau aturan lain, nanti dirumuskan Komisi I sebagai leading sector,”kata Ahmad Nashiruddin.

Kepala BPNB Kepri, Toto Sucipto mengapresiasi rencana pembangunan desa adat di Kabupaten Lingga. Hingga saat ini baru satu desa adat yang ditetapkan di Kepri, yakni di Desa Mantang Lama, Bintan. “Lingga pusatnya kebudayaan Meloayu. Sudah sangat layak ada ditetapkan desa adat,”kata Toto.

Khusus mengenai desa adat, perlu mempelajari aspek yang berhubungan dengan desa adat
termasuk regulasi yang mengaturnya. Beberapa regulasi yang mengatur tentang desa adat antara lain Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat 2 tentang masyarakat hukum adat dan hak tradisionalnya, UU No 6/2014 tentang Desa, Permendagri 39/2007 tentang Pedoman Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton, dan Lembaga Adat dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah,Permendagri 52/2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Suatu desa disebut sebagai desa adat jika didalamnya ada kelompok masyarakat yang mempunyai adat yang sama atau satu keturunan/satu kesukuan. Kelompok ini mempunyai karakter, nilai- nilai moral, bahasa dan tradisi dan rasa memiliki yang sama yang dimiliki bersama dan diturunkan dari generasi ke generasi. Lebih dari itu, dikategorikan sebagai desa adat karena masih memegang teguh norma-norma adat yang berlaku.

Sebelumnya, DPRD Lingga juga sudah studi banding ke Sumbar terkait desa adat ini. Ada dua
desa yang cocok diusulkan sebagai desa adat, yakni Mepar dan Kelumu.Desa Mepar masyarakatnya memiliki kharakteristik yang unik dan kental nuansa Melayu. Desa ini memiliki potensi wisata budaya dengan berbagai peninggalan sejarah seperti makam keluarga Temenggung Jamaluddin dan Datuk Kaya Montel, serta benteng pertahanan yang terdapat diatas bukit. Sementara, Desa Kelumu merupakan desa lokasi Orang Suku Laut.

Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepri telah melakukan survei pendataan desa adat di Kabupaten
Lingga tanggal 13-21 Februari 2017 yang lalu. Survei yang dilakukanZulkifli Harto ini langsung turun ke desa-desa. Hasilnya, sejumlah desa di Lingga sangat layak masuk desa adat. “Mepar sangat layak. Desa bersejarah. Masyarakatnyajuga masih memegang adat istiadat. Tanah di sana tak boleh diperjualbelikan. Unik sekali,” kata Zulkifli.

Desa Kelumu, Lingga Selain Mepar, Zulkifli juga mendatangi Desa Kelumu. Desa ini penduduknya banyak Orang Suku Laut, selain orang Melayu. Kampungnya juga tertata rapi. Malahan, sejak tahun 2009 Desa Kelumu sudah ditetapkan jadi Komunitas Adat Terpencil (KAT) oleh Kementrian Sosial RI dan di sana ada tugunya. “Kelumu juga layak. Desa-desa di Senayang juga unik karenamemiliki ciri khas,”ujarnya.

Hasil pendataan, katanya akan dikoordinasikan dengan program revitalisasi desa adat (RDA)
yang merupakan program Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi. Verifikator daerahnya juga dibawah koordinasi BPNB Kepri. Selain itu, hasil pendataan juga bisa berguna bagi Pemkab Lingga dalam pengusulan desa adat dan keperluan lain. “Intinya kita berharap pemerintah daerah memperhatikan kondisi desa-desa yang berpotensi ditetapkan jadi desa adat ini,”sebutnya.**