Gasing berasal dari dua suku kata, yaitu Gang dan Sing. Gang memiliki arti lorong atau lokasi lahan dan Sing memiliki arti Suara. Dalam arti sederhananya, gasing ini memiliki arti sebuah permainan yang dimainkan di sebuah lokasi atau tempat yang kosong dan mengeluarkan bunyi. Permainan ini dapat dilakukan satu lawan satu atau berkelompok. Dalam permainan satu lawan satu, pemain yang gasingnya paling lama berputar adalah pemenangnya.
Permainan gasing yang ada hampir di seluruh wilayah di nusantara namanya beragam.Di beberapa daerah Indonesia, permainan ini disebut dengan istilah yang berbeda, seperti permainan Gangsing atau Panggal (Jakarta dan Jawa Barat), permainan Pukang (Lampung) permainan Gasing (Jambi, Bengkulu Tanjungpinang, dan wilayah kepulauan Riau, Sumatra Barat) permainan Begasing (Kalimantan Timur), permainan Megangsing (Bali), permainan Maggasing (Nusatenggara Barat), permainan Apiong (Maluku). Masyarakat Bolaang Mongondow di daerah Sulawesi Utara misalnya, mereka mengenal gasing dengan sebutan Paki. Masyarakat Bugis di daerah Sulawesi Selatan menyebutnya dengan Maggasing atau Agasing (Makasar).
Masyarakat Yogyakarta di Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutnya dengan istilah Gangsingan, dan lain lain.
Banyaknya daerah yang mengembangkan permainan gasing yang berciri lokal atau ke daerahan menyebabkan gasing nusantara menjadi beragam. Keragaman ini tak hanya pada istilah daerah yang digunakan untuk menyebut gasing tapi juga bentuk dan ukuran gasing, jenis, bahan baku gasing, ukuran dan kondisi arena bermain, teknik memukul, jumlah pemain dan aturan permainannya.
Bagi orang Melayu, ada dua pendapat yang sampai hari ini diyakini sebagai cikal bakal munculnya permainan tradisional Gasing ini. Pertama, banyak orang meyakini kalau Gasing ini berasal dari para penduduk di pesisir pantai Timur Sumatra. Permainan ini pertama kali menggunakan buah berembang yang banyak tumbuh di pesisir pantai, bentuknya bulat dan ada bagian lancip di bagian tengahnya. Buah ini bisa diputar dengan menggunakan tangan.
Kedua, sebagian lagi menyakini kalau permainan gasing ini berawal dari anak-anak yang menggunakan telur untuk permainan mereka. Dimana telur ini diputar dan yang bertahan paling lama maka dialah pemenangnya. Kemudian pada perkembangannya telur ini diganti dengan kayu berbentuk bulat dan diberi tali supaya bisa berputar lebih kencang.
Keberadaan gasing di Kesultanan Riau Lingga diyakini sudah ada sejak Zaman Belanda. Raja Ali Haji (1808-1873) yang menulis Kitab Pengetahuan Bahasa, Kamus Logat Melayu Johor Pahang Riau Lingga juga menulis tentang kosakata yang dikenal dalam permainan gasing dalam karyanya ini. Kitab Pengetahuan Bahasa dicetak di Percetakan Matha’ah Al Ahmadiyah, Singapura tahun 1928 M.
Kosata gasing ditulis dalam halaman 82 tentang alit. Alit diartikan tali pemusing gasing permainan dililitkan pada kepala gasing atau kepada tangkai gasing, kemudian ditarik maka berpusinglah gasing itu. Dan terkadang datang pula makna pesolek, yaitu berhias seperti kata seorang pendayang. Selain alit, dalam kitab itu juga ada kosakata bindu. Pada halaman 199, Bindu dapat diartikan yaitu perkakas orang melarik kayu, membuat gasing atau lainnya, yaitu sesuatu rupa perkakas dibuat daripada kayu.
Dari tulisan Raja Ali Haji dapat digambarkan saat Raja Ali Haji hidup, gasing sudah dimainkan. Berbagai istilah dalam permainan gasing seperti larik dan bindu tentunya bisa didata Raja Ali dari kondisi yang ada zaman itu di abad 19. Bukan mustahil tahun-tahun sebelumnya gasing sudah ada di zaman itu. Pada abad ke 19, pusat Kesultanan Lingga Riau ada di Daik Lingga.
Secara umum gasing yang tersebar di wilayah Indonesia, berdasarkan jenisnya dapat dikelompokkan kedalam gasing adu suara, gasing adu putar, dan gasing adu pukul/adu kekuatan (gasing uri/penahan dan gasing pangkah/pemukul). Gasing tradisional pada umumnya terbuat dari kayu dan permainannya dengan menggunakan tali yang terbuat dari kulit pohon. Jenis kayu yang biasanya digunakan untuk membuat Gasing antara lain Menggeris, Pelawan, Kayu Besi, Leban, Mentigi, dan sejenisnya. Sedangkan di beberapa daerah lainnya Gasing terbuat dari bambu.
Koleksi gasing yang Ada di Museum Sang Nila Utama adalah jenis gasing jantung. Gasing jantung ada ditemukan disejumlah wilayah di Indonesia, seperti Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Natuna, Anambas, Riau, dan sejumlah daerah di Kabupaten Lingga. Di Riau dikenal dua jenis gasing, yakni gasing jantung yang khusus diadu dalam pertandingan dan gasing beralik yang hanya dimainkan untuk hiburan atau hanya dipusingkan (diputar) saja.