Entong Gendut

You are currently viewing Entong Gendut
Entong Gendut
Sumber foto: Database Orang Betawi

Entong Gendut

Aktivitas Entong Gendut sebagai Pembela rakyat
Entong Gendut lahir di wilayah Condet Jakarta Timur. Ia dikenal sebagai pembela rakyat Condet. Pada abad ke-17, di Batavia telah terbentuk sebuah kota. Tanah yang dikuasai VOC semakin luas, bahkan tanah-tanah yang ada di sekitar benteng di Batavia diperuntukkan perwira dan dan pejabat tinggi VOC, namun justru tanah-tanah tersebut dijual kepada saudagar Cina yang kaya. Tanah-tanah inilah yang kemudian dikenal dengan nama tanah partikelir (Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Prov. DKI Jakarta: 2003: 38). Penduduk yang berdiam di atas tanah partikelir diwajibkan untuk mambayar pajak kepada pemilik tanah. Begitu pula dengan para petani yang menyewa tanah diharuskan membayar cuke atau pajak yang ditentukan setiap sepuluh tahun sekali. Selain itu, setiap panen para petani yang menyewa tanahnya harus menyerahkan seperlimanya untuk diserahkan kepada pemilik tanah. Pada saat-saat tertentu para petani juga diharuskan untuk kerja di tanah milik tuan tanah tersebut tanpa diberi upah. Atas kesewenang-wenangannya, timbullah perlawanan petani terhadap tuan tanah. Perlawanan petani terhadap tuan tanah bukan hanya terjadi pada masalah pajak, tetapi juga masalah hutang, di antaranya mengadukan petani ke pengadilan karena lalai membayar hutang. Pada 1913, tidak kurang dari 2.000 orang petani yang diajukan ke pengadilan di Mr. Cornelis karena lalai dalam membayar uang sewa tanah dan pekarangan, cuke dan tebusan uang kumpenian.
Condet merupakan salah satu daerah yang ada di Jakarta Timur. Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda, Condet merupakan daerah yang dikuasai tuan tanah. Para tuan tanah bermarkas di Kampung Gedang. Seluruh tanah di Condet dari Tanjuug Timur sampai dengan Tanjung Barat dikuasai oleh tuan tanah. Waktu itu rakyat diharuskan membayar pajak yang ditagih oleh mandor dan centeng tuan tanah. Besarnya pajak (blasting) sebesar 25 sen yang harus dibayarkan setiap pekan. Peraturan tersebut dinilai sangat berat oleh rakyat dikarenakan harga beras waktu itu sudah mencapai 4 sen/per kg. Apabila ada penduduk yang belum membayar, mereka diharuskan kerja paksa, mencangkul sawah atau kebun milik bangsa Belanda, dan apabila ada penduduk yang belum bayar pajak (blasting) orang tersebut tidak boleh memanen hasilnya. Adanya peraturan yang begitu memberatkan tersebut, keresahan pun meningkat pada 1916. Ketika seorang petani yang bernama Taba, penduduk Batu Ampar diajukan ke pengadilan di Mr. Cornelis dan divonis bersalah. Rumah Taba kemudian disita dan jual seharga f.4.50. Peristiwa ini menghebohkan masyarakat sekitar. Ketika para pejabat tuan tanah hadir di kediaman Taba untuk menyita dan menjual rumah tersebut, warga sekitar berkerumun di sekitar sambil menghalang-halangi mereka. Peristiwa berkelanjutan yang menimpa para petani akibat ulah tuan tanah tersebut menimbulkan keprihatian kelompok pencak silat di Batu Ampar pimpinan Entong Gendut. Mereka ingin memihak para petani dan mencegah apabila rumah dan tanah petani disita dan dijual, mereka juga membenci para tuan tanah yang hidup berfoya-foya.
Pada 1916, di Condet terdapat seorang tuan bernama Lady Lollinson. Di Villa tersebut sedang diadakan pesta tari Topeng dan kegiatan lainnya. Dengan kejadian tersebut, Entong Gendut bermusyawarah dengan tokoh Condet H. Asmat Wahab dan H. Maliki. Dari hasil musyawarah tersebut, Pada 5 April 1916, sekitar jam sebelas malam, H Entong Gendut beserta tokoh Condet serta mengajak 300 orang pengikutnya menuju kediaman Lady Lollinson di Villa Nova. Mereka menghentikan acara yang diadakan di rumah tersebut. Pesta Tari Topeng dan kegiatan lainnya yang ada di rumah tersebut sengaja dihentikan. Tentu saja perbuatan Entong Gendut membuat amarah para marsose Belanda dan bagi tuan tanah perbuatan Entong Gendut dianggap sebagai pembangkangan.
Akhir Hayat
Tuan tanah tidak dapat menerima atas kejadian yang dilakukan oleh Entong Gendut. Mereka melaporkan ke pihak yang berwajib. Assisten Wedana dan Mantri Polisi mendatangi kediaman Entong Gendut agar Entong Gendut dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertempuran antara masyarakat Condet pimpinan Entong Gendut dan para marsose Belanda, tidak dapat dihindari. Entong Gendut tertembak Belanda, dan meninggal dunia.

Sumber: berbagai sumber