Salah satu narasumber dalam kegiatan Rapat Teknis Pelestarian Nilai Budaya yaitu I Wayan Geriya. Narasumber adalah seorang Antropolog, purna bhakti dari jurusan Antropologi, Fakultas Sastra, Universitas Udayana. Dalam makalahnya, narasumber memaparkan tentang strategi dan implementasi Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan di Bali.

Pemaparan makalah oleh narasumber I Wayan Geriya pada kegiatan Rapat Teknis hari kedua, Senin (5/3).

Kebudayaan Indonesia yang bersifat Bhineka Tunggal Ika, merupakan kekayaan, potensi, dan sekaligus modal. Sebagai kekayaan, kebudayaan berpeluang untuk pengembangan ekonomi kreatif, industri berbasis budaya hingga persiapan ekonomi. Sebagai potensi, kebudayaan berperan dalam penguatan identitas pembentukan karakter dan refrensi nilai-nilai utama: logika, etika, estetika, kreativitas, solidaritas, dan spiritualitas. Sebagai modal, kebudayaan efektif untuk pengembangan Pariwisata Budaya, Pariwisata Heritage, sampai Diplomasi Kebudayaan, serta modal investasi menuju Masa Depan Bangsa.

Di tengah kekayaan, potensi, dan modal budaya, obyek pemajuan kebudayaan nasional (Pasal 5, Undang-Undang No. 5, Tahun 2017) meliputi sejumlah unsur kebudayaan unggul, yaitu: tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat serta olahraga tradisional.

Dalam rangka implementasi Undang-Undang No. 5, Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, seluruh jajaran Kebudayaan tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, sampai NKRI mengemban tugas secara berjenjang untuk menyusun: (1) Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten/Kota; (2) Pokok Pikiran Kebudayaan Provinsi; (3) Strategi Kebudayaan; dan (4) Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan dengan refrensi Pasal-pasal Undang-undang No. 5, Tahun 2017 tersebut (pasal 8 s/d pasal 14).

I Wayan Geriya dalam pengalamannya sebagai Tim Bali Cultural Heritage Conservation (Bali CHC) kemudian membuat sebuah narasi terkait dengan visi, misi dan strategi kebudayaan versi Bali_CHC, Tahun 2000 yang dapat dijadikan sebagai inspirasi dan komparasi. Adapun narasi tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:

VISI, MISI, STRATEGI BALI_CHC, TAHUN 2000
VISI Terwujudnya Pelestarian Kebudayaan Bali berkelanjutan dalam keseimbangan peningkatan kesejahteraan ekonomi, kelestarian lingkungan, pembangunan SDM berbasis filosofi Tri Hita Karana.
MISI 1.  Penguatan identitas berbasis kebudayaan Lokal, Nasional.

2.  Pemberdayaan Ekonomi dalam kesenian dengan sektor primer, sekunder, tertier sampai quartier berbasis teknologi (smart provience)

3.  Pengembangan lingkungan dalam keseimbangan ekologi

4.  Pembangunan manusia yang berkepribadian di bidang kebudayaan.

5.  Penguatan jaringan budaya sinergis Lokal, Nasional, Internasional.

STRATEGI 1.    Legal : Penyusunan Perda Provinsi, Kabupaten/Kota

2.    Educational: pelatihan dalam bentuk TOT dan DOT, dan jalur formal, S2, S3.

3.    Institusional: penguatan kelembagaan melalui jalur tradisional, birokrasi, Non formal (Bali Heritage Trust).

4.    Penelitian/Publikasi: Majalah, Penelitian publikasi disipliner sampai multidisipliner.

5.    Pengembangan Jaringan: Lokal, Nasional, Internasional.

6.    Penghargaan (Prize): Bagi Person, budaya yang berhasil memorable dalam pelestarian

7.    Best Practice: Pencatatan yang sukses dalam pelestarian tangible dan intangible

8.    Dana Abadi: APBD, APBN, wisatawan (heritage fee)

Menurut I Wayan Geriya, narasi ini dapat diimplementasikan kemudian demi pemajuan kebudayaan yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017. Geriya melihat studi Bali CHC telah mengantarkan Provinsi Bali dalam kemajuan kebudayaan. Sehingga kiranya, narasi ini tidak hanya dapat diterapkan di Provinsi Bali, melainkan juga dapat diterapkan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur bahkan provinsi lain di seluruh Indonesia. (WN)