Pengasapan adalah salah satu teknologi yang telah dilakukan oleh nenek moyang masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mempertahankan kualitas daging sapi.  Se’i adalah salah satu hasil olahan daging sapi dengan cara pengasapan, yang merupakan hasil olahan khas dari salah satu kabupaten di wilayah Nusa Tenggara Timur, yaitu kabupaten Rote Ndao.

Daging yang Sedang Diasapi Dengan Bara Api

Se’i  bahasa daerah Rote, artinya daging yang disayat dalam ukuran kecil memanjang, lalu diasapi dengan bara api sampai matang. Se’i adalah makanan khas suku Rote yang kemudian merambah selera masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Kemudian dikenal juga se’i babi, pertama di Teunbaun kurang lebih 40 km atau 45 menit dari kota Kupang (terkenal dengan Se’i Baun) yang dikelola oleh Om Ba’i (Gasper Tiran). Om Ba’i awalnya berjualan daging babi keliling pada tahun 1980-an. Pada tahun 1997 merintis usaha se’i babi yang mulai dikenal luas pada tahun 2000.

Produk daging se’i  memiliki keunikan  dan  spesifikasi. Baik aroma, warnanya yang merah, maupun tekstur yang empuk dan rasanya yang lezat. Pengolahan se’i juga bertujuan untuk memperpanjang daya tahan simpan, serta meningkatkan nilai gizi dan nilai ekonomi daging sapi maupun daging babi. Daging se’i begitu populer di kalangan masyarakat Kupang dan Provinsi Nusa Tenggara Timur umumnya dan bahkan sampai para tamu dari luar negeri. Saat ini banyak dijumpai pula di Kupang rumah makan yang menjual se’i babi, yaitu Bambu Kuning, Petra, Aroma, dan Pondok Tepi  Sawah. Untuk se’i sapi bisa dibeli di Ibu Soekiran.

Umumnya bahan baku se’i biasanya dari daging sapi, babi bahkan rusa. Namun, mayoritas masyarakat NTT lebih suka mengonsumsi se’i babi, maka se’i babi menjadi pilihan utama. Mereka menilai lemak daging sapi lebih berbahaya bagi kesehatan dibanding lemak babi. Se’i daging rusa pun telah ditinggalkan karena memang binatang rusa sudah jarang dan termasuk salah satu binatang yang dilindungi oleh pemerintah. (WN)

 

Sumber: Dokumen Pencatatan WBTB BPNB Bali