Denpasar – Pada tahun 2018 ini, Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali kembali menggelar kegiatan Sarasehan Pesta Kesenian Bali yang dilaksanakan pada Selasa (10/7) kemarin. Kegiatan tersebut dihadiri oleh sekitar 300 orang peserta yang terdiri atas OPD terkait, budayawan, seniman, agamawan, civitas akademik negeri dan swasta, tokoh masyarakat, guru, tokoh pariwisata, pelajar, bendesa, pekaseh dan rekan pers.

Sarasehan merupakan sebuah forum budaya yang dinamis, kontekstual dan multidisiplin. 2018 sebagai tahun kebudayaan dengan disahkannya UU No 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, sarasehan menyajikan dialog budaya yang kontekstual, kritis dan konstruktif sebagai media terbuka bagi seniman, budayawan, akademisi, politisi, generasi muda untuk mengembangkan wawasan, memperdalam analisis, dan mengasah kearifan di era digital dan modern.

Kegiatan yang dilaksanakan di Art Centre Denpasar ini mengangkat tema “Kerja Keras, Kerja Cerdas, dan Kerja Ikhlas Dalam Pemajuan Kebudayaan dan Pengabdian Bagi Negara”. Tema tersebut memiliki makna kesungguhan dalam bekerja secara giat yang cerdas dan ikhlas; kemajuan bagi kebudayaan baik kebudayaan lokal, nasional maupun internasional; serta makna pengabdian yang tiada henti bagi negara.

Sarasehan diawali dengan keynote speech dari Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid yang memaparkan tentang “Kekuatan Modal Budaya dan Indeks Pembangunan Kebudayaan Bagi Penguatan Identitas, Spirit Hulu Kehidupan dan Penghidupan. Disamping Direktur Jenderal Kebudayaan, terdapat tiga pemakalah yang memaparkan materinya secara panel. Diantaranya:

  1. Bupati Buleleng yang diwakili oleh Kepala Dinas Kebudayaan Drs. I Putu Tastra Wijaya, M.M (Judul Makalah: Mengkonstruksi Linkage Secara Simbiosis Postitif Antara Kebudayaan Dan Pariwisata Menuju Kemajuan Seimbang Dan Berkelanjutan di Kabupaten Buleleng).
  2. Rektor Universitas Udayana yang diwakili oleh Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum (Judul Makalah: Strategi Antisipasi Berbasis PIP Kebudayaan (PIP Unud) Terhadap Peluang Di Tahun Prestasi, Tantangan di Tahun Politik dan Kemajuan Tahun Kebudayaan).
  3. Rektor Institut Seni Indonesia yang diwakili oleh Dr. I Wayan Kun Adnyana (Judul Makalah: Strategi Disrupsi Pemajuan Kebudayaan dalam Tahun Politik)

Usai pemaparan ketiga pemakalah panel, pada akhir kegiatan kemudian dirumuskan beberapa rekomendasi yang bermanfaat untuk pemajuan kebudayaan. Antara lain:

• Penelitian Kebudayaan perlu mendapat skala prioritas, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Karena kebudayaan adalah ujung tombak kehidupan dan penghidupan.
• Pemajuan Kebudayaan harus dibicarakan secara komprehensif dari perspektif multidisipliner.
• Dalam upaya pemajuan kebudayaan, peran dan partisipasi aktif perguruan tinggi harus dikedepankan. Di samping peran pemerintah, baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota dan masyarakat ditempatkan sebagai tiga pilar utama untuk merumuskan pokok-pokok pikiran tentang Rencana Induk Kebudayaan sebagai acuan bagi pengelola kebudayaan.
• Besaran Anggaran Pemajuan Kebudayaan perlu diperjuangkan agar bisa ditetapkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan (UU, Permen, dan lain-lain), sebagaimana halnya anggaran pendidikan 20 % dari APBN atau APBD.
• Manajemen pengelolaan seni maupun budaya agar berbasis organisasi tradisional Banjar, bukan hanya melalui sanggar-sanggar.
• Kebudayaan perlu diperjuangkan setara dengan bidang-bidang lainnya agar memiliki lembaga kementerian tersendiri (Kementerian Kebudayaan RI). (WN)