Banda Aceh– Dialog Budaya Nasional 2017 yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, Ph. D., pada tanggal 05 s/s 08 Juli 2017 bertempat di The Pade Hotel Kota Banda Aceh telah sukses digelar. Perhelatan ini merupakan salah satu kegiatan besar BPNB Aceh pada tahun 2017. Ini merupakan pemanasan menuju Kongres Budaya Nasional yang insyaallah akan diadakan pada tahun 2018 yang akan datang.
Berdasarkan paparan para budayawan dan diskusi yang diikuti oleh para peserta yang bukan saja berasal dari kalangan pelaku budaya dan budayawan, akan tetapi juga dihadiri oleh para kalangan akademisi, selama pelaksanaan Dialog Budaya Nasional Tahun 2017 tersebut telah melahirkan rumusan dan rekomendasi sebagai berikut:
- Untuk memperkuat eksistensi budaya nusantara, diperlukan upaya pengayaan narasi budaya Nusantara dengan kompendium pengetahuan dasar mengenai rincian kekayaan budaya serta upaya pengutamaan literasi budaya nusantara melalui pendidikan.
- Diperlukan revisi regulasi untuk memperpendek cakupan waktu kategorisasi warisan budaya mengingat saat ini syarat utama penetapan warisan budaya harus berusia 50 tahun. Sedangkan secara faktual, budaya merupakan hal yang dinamis; terus mengalami perubahan, menerima dan memberi pengaruh, sepanjang tidak mengubah orisinalitas.
- Kontinuitas sejarah dan pelestarian warisan budaya akan terjaga dengan tetap berorientasi pada dinamika perkembangan budaya masa depan yang kontekstual. Untuk itu, masyarakat perlu memahami bahwa setiap kelompok etnis berada bersama kelompok etnis lain, setiap bangsa berdampingan bersama bangsa lain, ini menunjukkan bahwa multikulturalisme ada di mana-mana. Oleh karena itu, kepada masyarakat perlu ditanamkan sikap untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kerukunan, harmoni, kohesi sosial, dan menghargai tetangga.
- Menyikapi arus globalisasi yang semakin kuat dan kompleks, maka diperlukan diplomasi budaya yang dilakukan secara persuasif agar eksistensi dan originalitas kebudayaan kita dapat terjaga dan fungsional.
- Membiarkan masyarakat berada pada posisi planetary civilization adalah tindakan yang merugikan dan mempersempit makna budaya yang pernah mempertinggi martabat masyarakat Nusantara. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya memperkecil dampak akibat planetary civilization, di antaranya dengan memperkuat adat-istiadat dan keyakinan yang ada di masyarakat.
- Indonesia membutuhkan sebuah proses reproduksi sikap, mulai dari revitalisasi pemahaman nilai hingga mengembalikan rasa hormat atas pengorbanan para pahlawan. Usaha ini merupakan sebuah proses berperadaban hingga mengembalikan citra diri sebagai bangsa yang merasa malu untuk melakukan sesuatu yang salah.
- Menyikapi program nasional untuk mengoptimalkan poros maritim, perlu dibangkitkan kembali semangat keberanian masyarakat bahari Indonesia untuk memanfaat jalur laut bagi peningkatan taraf hidup dan memperluas jaringan silaturrahmi antar anak bangsa.
- Apresiasi generasi muda terhadap karya sastra daerah saat ini dirasakan kurang. Untuk itu pemerintah daerah perlu memotivasi para penulis untuk melahirkan karya sastra yang menarik minat baca generasi muda yang mengandung nilai aqidah dan akhlak yang merupakan komponen penting dalam pembentukan karakter bangsa.
- Pemerintah harus memperhatikan budaya lokal sebagai penguat integritas budaya nasional, karena akar budaya nasional berasal dari budaya lokal pada setiap daerah di Indonesia. Upaya ini dapat dimulai dari keluarga, sekolah, perguruan tinggi dan lingkungan masyarakat. Di samping itu, diperlukan pula lembaga tertentu yang dipandang tepat untuk menjadi pengontrol berjalannya upaya tersebut dengan baik.
- Pemerintah perlu memberikan apresiasi dan memfasilitasi ruang-ruang gerak untuk revitalisasi budaya dan bahasa-bahasa lokal di Indonesia.
- Memajukan kebudayaan berarti menjadikan kebudayaan di hulu dan pembangunan muaranya. Segenap masyarakat dan praktisi bidang kebudayaan baik individu maupun kelembagaan harus menyamakan persepsi untuk mengarusutamakan kebudayaan agar ke depannya kebudayaan dapat menjadi sektor utama yang utuh.
- Anggaran kebudayaan tidak boleh sekali-kali dianggap sebagai “biaya” karena dengan anggapan demikian akan terjadi banyak pemotongan. Padahal kebudayaan seharusnya dianggap sebagai modal atau investasi. Yang perlu dilakukan sekarang adalah sikap proaktif dari masyarakat untuk ikut membangun kebudayaan. Urusan kebudayaan tidak dapat diserahkan semata-mata kepada negara, karena tugas pemerintah hanya memfasilitasi pengembangan budaya. Oleh karenanya kebudayaan harus lahir, tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk masyarakat.
Rumusan dan rekomendasi ini disusun oleh empat orang tim perumus yakni: Prof. DR. Usman Pelly (Ketua Tim Perumus); Prof. DR. H. M. Hasbi Amiruddin, M.A.; Dra. Christiyati Ariani, M. Hum.; dan Yarmen Dinamika.
Adapun rumusan dan rekomendasi dari Dialog Budaya Nasional 2017, telah disampaikan kepada Direktorat Jenderal Kebudayaan sebagai sebuah masukan untuk kemajuan kebudayaan di Indonesia. Juga sebagai acuan untuk Kongres Budaya Nasional di tahun 2018 yang akan datang.
🙂