Rapai Uroeh merupakan seni tradisional masyarakat Aceh yang lahir di wilayah Aceh Utara dan berkembang di pesisir timur Aceh. Rapai Uroeh menampilkan permainan memukul rapai yang dimainkan secara berkelompok, sekurang-kurangnya terdiri dari dua belas orang penabuh rapai dan satu orang khali. Uroeh diartikan sebagai pertandingan sehingga permainan atau pertunjukan Rapai Uroeh merupakan pertunjunkan pertandinagn diantara dua kelompok (biasanya dari dua kampung yang berbeda) yang saling berhadap-hadapan memainkan penampilan terbaiknya.
Masyarakat dan pelaku seni musik tradisional ini meyakini dua konsep munculnya rapai di masyarakat; (1) rapai dibawa oleh para pedagang muslim untuk syiar agama Islam dan (2) rapai merupakan hasil modifikasi barang yang dilakukan masyarakat terdahulu untuk kebutuhan syiar ajaran agama Islam yang saat itu baru dikenal masyarakat. Selain untuk syiar agama, rapai dahulu juga digunakan untuk menggertak musuh dari arah laut dengan suaranya yang keras seolah-olah suara meriam. Dari nuansa sejarahnya, tidak heran jika saat ini kesenian Rapai Uroeh juga selalu menyertakan zikir (atau like) dengan pukulan-pukulan menghentak dan kuat.
Seni tradisional dalam pentuk pertandingan ini dilakukan dalam dua bentuk; (1) dalam posisi duduk (uroeh duek), dan (2) dalam posisi berdiri (ureh döng). Posisi kedua uroeh ini menciptakan penampilan yang sangat berbeda. Pada posisi duduk, rapai yang digunakan berukuran lebih kecil dengan diameter kurang lebih 40 cm sementara pada posisi berdiri, rapai paling tidak memiliki diameter 60 cm (sering disebut rapai pasee). sementara pada formasi, uroeh duek dilakukan dalam formasi melingkar berlapis sementara pada uroeh döng dilakukan dalam formasi berdiri berjajar dilengkapi dengan kayu penggantung rapai untuk masing-masing pemain. Rapai Uroeh dimainkan dalam berbagai kesempatan mulai dari silahturahmi antar kampung hingga festival seni dan musik. Secara sederhana Rapai Uroeh biasa dimainkan setelah masa panen padi berakhir. Pada kesempatan lain, Rapai Uroeh dimainkan pada festival dan pagelaran seni hingga pembukaan kegiatan pemerintah baik daerah maupun pusat. Rapai Pasee sendiri pernah menggema sepanjang pesisir timur Aceh saat pawai perdamaian yang menandai berakhirnya konflik antara GAM dan Pemerintah.
Artikel & Foto: Nurmila Khaira