Para siswa/i usia sekolah dasar yang merupakan peserta pada Festival Permainan Tradisional Anak tahun 2016.
Para siswa/i usia sekolah dasar yang merupakan peserta pada Festival Permainan Tradisional Anak tahun 2016.

Banda Aceh-“Kami adalah generasi 80-90an, kami adalah generasi paling bahagia, generasi terakhir yang masih bermain di halaman rumah yg luas. Kami berlari, bersembunyi, dan penuh canda tawa. Bermain petak umpet, gobag sodor, lompat tali, masak-masakan, jepret karet, jamuran, putri putri melati tanpa peringatan dari bapak ibu hingga malam. Kami bisa memanfaatkan gelang karet, biji sawo, biji asem, kulit jeruk, daun-daun atau bahkan baterai bekas menjadi permainan yg mengasyikkan. Kami adalah generasi terakhir yang memainkan meriam bambu. Kami adalah generasi yang paling bahagia, tidak seperti generasi setelah kami yang lebih disibukkan dengan permainan game digital, smartphone, berkurung di dalam rumah, atau bermain di mall-mall besar.”

Sobat budaya pasti pernah mendengar atau paling tidak pernah membacanya di media sosial. Apa yang sobat budaya rasakan pada saat mendengar atau membaca hal tersebut? Bagi sobat yang masa kecilnya di era 1980 s/d 1990-an pasti teringat akan masa-masa lalu itu dan mencoba memutar kembali memori masa kecil dahulu dan pastinya juga ada rasa kebanggaan di dalam hati.

Bangunlah sobat budaya, bangun dari romantisme masa lalu itu. Bisa jadi kita yang masa kecilnya di era 1980 s/d 1990-an lebih bahagia jika dibanding dan disandingkan dengan generasi setelah kita secara kasat mata, walau pada kenyataannya bisa saja rasa bahagia yang kita rasakan dahulu dengan kondisi seperti itu sama saja dengan rasa bahagia yang dirasakan anak zaman sekarang dengan segala kondisi mereka saat ini.

Perlu adanya penelitian lebih mendalam akan hal tersebut sobat budaya. Akan tetapi, jikalau hal tersebut memang nyata adanya, satu saja yang ingin saya sampaikan sobat: “Di satu sisi kita adalah generasi yang paling berbahagia, akan tetapi perlu sobat ingat bahwa pada sisi yang lain kita adalah generasi yang gagal, kita telah gagal mentransfer rasa bahagia yang pernah kita rasakan dahulu kepada generasi setelah kita, padahal mereka itu adalah adik-adik kita sobat, bahkan mereka juga adalah anak-anak kita yang lahir dari rahim-rahim ibu dari era 1980-1990an.

Sobat budaya! Bangunlah! Mari kita mentransfer rasa bahagia yang dulu pernah kita rasakan itu kepada adik-adik dan anak-anak kita.

Alhamdulillah pada hari Sabtu, 27 Agustus 2016, yang lalu BPNB Aceh telah selesai melaksanakan Festival Permainan Tradisional Anak 2016, bertempat di Lapangan Blang Padang, Kota banda Aceh. Festival ini dibuka langsung oleh Walikota Banda Aceh, ibu Illiza Sa’aduddin Djamal, sobat budaya.

Walikota Banda Aceh, ibu Illiza Sa'aduddin Djamal, menyempatkan diri menyapa para siswa/i peserta Festival Permainan Tradisional Anak 2016, saat memberikan kata sambutan sekaligus membuka festival secara resmi.
Walikota Banda Aceh, ibu Illiza Sa’aduddin Djamal, menyempatkan diri menyapa para siswa/i peserta Festival Permainan Tradisional Anak 2016, saat memberikan kata sambutan sekaligus membuka festival secara resmi.

Festival ini merupakan acara tahunan kita sobat, dalam rangka melestarikan tradisi permainan tradisional, yang kata anak zaman sekarang itu permainan jadul alias jaman dahulu. Festival ini diikuti oleh ratusan anak didik tingkat sekolah dasar se Banda Aceh. Adapun tema festival tahun ini adalah “Jak Meurunoe Budaya Geutanyoe.” yang kira-kira artinya: Mari Belajar Budaya Kita.

Ibu Irini Dewi Wanti, SS., M. Sp., saat membacakan laporan pelaksanaan Festival Permainan Tradisional Anak tahun 2016.
Ibu Irini Dewi Wanti, SS., M. Sp., saat membacakan laporan pelaksanaan Festival Permainan Tradisional Anak tahun 2016.

Sobat budaya, kita berbuat demikian karena kita peduli dan karena kita ingin mentransfer kebahagiaan yang kita rasakan di masa lalu kepada adik-adik dan anak-anak kita di zaman ini.

#SalamKebudayaan