Catatan Ketiga: Intip Proses Cupping Test Bakal Kopi Starbucks di Tanah Gayo
“Ada kopi ada cerita, lain kopi lain cerita,” kata Fikar W. Eda dalam salah satu syairnya. Kopi, minuman yang digemari hampir seluruh lapisan masyarakat di dunia, tak peduli kalangan bangsawan atau proletar, menjadi hal tak terpisahkan dari Provinsi Aceh. Aceh Tengah masyhur dengan kopi gayonya hingga mancanegara. Buktinya, Baburrayyan, koperasi kopi terbesar di Tanah Gayo ini dipercaya sebagai pengekspor biji kopi berkualitas tinggi hingga ke Amerika. Starbucks, perusahaan kopi dunia, merupakan langganan sebagai pembeli dengan jumlah terbesar di koperasi ini. Istimewanya, kopi dari koperasi ini seluruhnya merupakan hasil kebun masyarakat. Koperasi tidak memiliki kebun kopi sedikit pun selain untuk percontohan.
Kemah Kerja Budaya (KKB), salah satu program Badan Pelestarian Nilai Budaya Aceh (BPNB Aceh), memasukkan agenda berkunjung ke koperasi tempat cikal bakal kopi starbucks dalam kegiatan hari ke-3. Menuruni bus, berbaris rapi, mendengarkan pengarahan dari sang manajer hingga melihat langsung poses produksi biji kopi berkualitas tinggi di Baburrayyan. Hamparan biji kopi dari petani dijemur memenuhi lapangan depan pabrik. Aroma khas kopi gayo menusuk-nusuk hidung. Sejumlah buruh membalikkan kopi yang dijemur, sebagian memantau kerja mesin kopi dan sebagian lainnya memilah-milah biji kopi agar yang dihasilkan hanya yang berkualitas baik.
Mesin mulai berbunyi kencang mengalahkan kegaduhan peserta KKB. Sangat bising, namun kami tetap di tempat untuk melihat jelas proses pemilahan biji kopi. Kamera handphone dan digital para peserta mengabadikan momen langka ini. Ada yang merekam proses ini sebagai ilmu, kenang-kenangan, bahan video dan sebagainya. Banyak pula yang berfoto ria sebagai tanda telah mengujunjungi tempat ini untuk diupload di media sosial masing-masing. Selanjutnya, peserta diarahkan ke kantor yang letaknya berdampingan dengan pabrik untuk melakukan eksperimen percontohan tentang bagaimana cara menyeleksi biji kopi gayo yang layak diekspor.
“Ada dua hal penting yang harus diperhatikan saat cupping test yaitu aroma dan cita rasa,” kata Haris, Manajer Pemasaran KBQ Baburrayyan sebelum memperlihatkan caranya di ruang kantor, Kamis (2/8/2018).
Wadah tempat seduh kopi, biji dan bubuk kopi berbagai jenis, cangkir-cangkir kecil, sendok, mangkuk percobaan dan sejumlah air panas telah siap di ruangan. Peserta duduk berbaris mendengarkan penjelasan mengenai kualitas kopi ideal. Haris mencontohkan cara menghirup aroma kopi sebelum dan sesudah diseduh. Kopi yang baik adalah kopi yang tidak mengandung aroma pekat dari benda lain seperti parfum, minyak tanah, durian dan benda berbau tajam lainnya. Mangkuk kecil dengan bubuk kopi ditutup menggunakan telapak tangan dengan menyisakan ruang udara di bagian depan dan belakang, menghirup aroma kopi dan merasakan sensasi aroma khas. Peserta bergantian mencoba cara ini mengikuti langkah yang diajarkan.
“Ada aroma coklat dan kacang-kacangan,” kata salah seorang peserta mengomentari aroma kopi arabika yang dihirupnya.
Langkah selanjutnya adalah menguji aroma kopi yang sudah diseduh dengan air mendidih. Tidak lagi dibaui, kali ini aroma dirasakan melalui mulut, tetapi bukan diminum. Air kopi diambil menggunakan sendok ke arah depan sesuai SOP koperasi, lalu diseruput dan diludahkan kembali.
“Kopi sifatnya menarik bau, untuk itu kita wajib mengecek aromanya sebelum diekspor agar tidak ada bau-bau meyengat atau beraroma tajam pada kopi yang akan diekspor. Ada kopi yang beraroma minyak tanah karena dijemur dekat dengannya, ini tidak layak dipasarkan,” kata Haris menjelaskan.
Haris melanjutkan tentang poin ke dua yang harus diperhatikan yaitu cita rasa. Kopi yang sudah diseduh dicicipi seperti saat menguji aroma, diseruput namun kali ini ditelan. Kopi tidak boleh ditambahkan gula karena itu akan mengganggu cita rasanya. Mencicipi kopi dilakukan dua kali, panas dan dingin, ke duanya harus memiliki cita rasa sempurna sesuai SOP.
Peserta diizinkan untuk menyicipi lima dari delapan kopi pilihan yang tersedia di meja. Kopi yang diseduh untuk dicoba itu diantaranya winey, luwak, premium, speciality dan peabeary. Jenis termahal adalah kopi luwak.
Muncul pertanyaan dari seorang peserta KKB tentang bagaimana selanjutnya akan sampah kopi sisa pemilahan ini. Haris menjawab bahwa sisa-sisa kopi yang kualitasnya di luar standar SOP hingga biji kopi yang benar-benar dalam keadaan buruk akan diambil oleh para pengusaha untuk dijadikan kopi sachet.
Kemah Kerja Budaya kali ini adalah yang ke dua digelar setelah sebelumnya di Stabat. KKB digelar selama lima hari 31 Juli – 4 Agustus mengangkat tema Mukalé Kintembuni atau Rindu Kampung Halaman. Kegiatan bertujuan mendorong pemuda terlibat dalam gerakan literasi dalam konteks pemajuan kebudayaan. Peserta KKB dibaurkan langsung ke masyarakat di Desa Toweren, Kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah. Peserta tinggal bersama keluarga semang dan mempelajari budaya secara langsung dengan interaksi verbal. Kegiatan ini juga diisi lima kelas kebudayaan dan disertai dengan berkunjung ke situs bersejarah hingga produsen kopi terbesar di Tanah Gayo. Acara akan ditutup dengan Pagelaran Malam Rindu Kampung pada 3 Agustus malam dan peserta dipulangkan ke daerah masing-masing pada 4 Agustus.
*Catatan Ketiga Oleh: Cut Della Razaqna, Haikal, Ilal Hamdi, Adha Iwan Bilangan, Sari Nauli Sinaga.
*Foto: Koleksi BPNB Aceh