Catatan Keempat: Surat Kecil dari Umah Pitu Ruang Gayo
Senja ini begitu indah, matahari pun mulai berlari dan bersembunyi di balik barisan pegunungan yang mengelilingi danau. Angin berhembus kuat, dedaunan kopi pun mulai berjatuhan sehingga membuat kami bergegas kembali kerumah keluarga Semang selama mengikuti Kemah Kerja Budaya di Desa Toweren.
Reje yang merupakan sebutan untuk kepala kampung di Desa Toweren ini. Reje Toweren Uken saat ini merupakan pemegang kunci Umah Pitu Ruang (Rumah Tujuh Ruang) juga merupakan keturunan dari reje-reje sebelumnya yaitu reje pertama bernama Djludin, lahir di Desa Toweren pada tahun 1840 dan dinobatkan sebagai reje pada tahun 1870 hingga tahun 1915. Kemudian dilanjutkan oleh reje kedua yang bernama Selamat, lahir di Toweren pada tahun 1890 dan dinobatkan sebagai reje pada tahun 1919 sampai dengan tahun 1927. Reje yang ketiga bernama Saleh, lahir di Toweren pada tahun 1905 dan dinobatkan sebagai reje pada tahun 1927 sampai awal kemerdekaan tahun 1945. Kemudian reje terakhir bernama Baluntara.
Ya, reje yang saat ini memegang kunci Umah Pitu Ruang tersebut mengizin kan kami untuk melihat seisi Umah Pitu Ruang. Pada rumah adat Gayo ini terdapat ukiran-ukiran, diantaranya adalah ukiran naga yang makna filosofisnya melambangkan bahwa orang Gayo adalah orang-orang yang kuat sebagaimana kekuatan yang melekat pada sosok naga di dalam mitologi kuno. Ada juga ukiran ikan pedeh yang melambangkan mata pencaharian utama orang Gayo yakni bertani, berkebun, dan juga nelayan.
Sore ini memang begitu sejuk sehingga membuat hati kami begitu terhenyuk memandangi rumah-rumah yang dikelilingi bukit hijau yang begitu indah. Hamparan air Danau Laut Tawar yang begitu menggoda hati untuk menceburkan diri ke dalamnya, namun apalah daya mengingat di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Tanah yang dipenuhi dengan mitologi menjadi daya tarik tersendiri untuk menjelajahi berbagai kisah-kisah tersebut. Beberapa diantaranya membuat kami tertarik untuk mengalinya lebih dalam.
Selain Umah Pitu Ruang, Desa Toweren juga memiliki sistem pemerintahan yang berbeda dengan desa lainnya di Aceh Tengah. Di Desa Toweren ada reje, imam, petuah, dan RGM (Raykat Genap Mupakat), namun disini akan lebih memfokuskan kepada petuah Desa Toweren, yang memiliki peranan penting.
Kejurun Blang yang berarti sebutan untuk petuah kampung yang menaungi atas pertanian dan perkebunan. Namun bukan itu saja banyak juga peran penting dari Kejurun Blang di Desa Toweren. Berikut beberapa resan berume (peran penting) Petuah Desa Toweren yaitu dimulai dari tradisi munyuk seme (menyemai bibit padi), mujergat (pencabutan bibit padi), menomang (memindahkan bibit ke lahan), melamut (membersihkan rumput), dan yang terakhir munuling (memanen padi). Kesemuanya ini merupakan peran penting dari Kejurun Blang.
Selain beberapa tradisi tadi, Desa Toweren juga memiliki beragam tradisi lain seperti tradisi tulak bele (tolak bala), rabun nas (rabu terakhir), nyarang (pawang hujan), pantangan untuk beraktivitas (berladang, mencari ikan di danau, dsb.) pada pagi hari sebelum Shalat Jumat dimulai, juga pantangan untuk melakukan aktivitas saat salah satu warga Desa Toweren meninggal dunia.
Kejuran blang lebih memiliki peran dan fungsi pada seluruh tradisi yang ada di Desa Toweren. Kejurun blang juga memiliki kelebihan khusus yang diperolehnya secara turun-temurun, yaitu bisa mengobati berbagai macam penyakit.
Hanya kejurun blang yang tahu persis mengenai keadaan di Desa Toweren, dan jika ada warga Desa Toweren yang melanggar setiap tradisi-tradisi yang berlaku di Desa Toweren, maka dengan itu mereka akan menerima sesuatu hal buruk yang pasti akan menimpa mereka, mengapa demikian ?
Karena perarturan dan tradisi-tradisi ini memang tidak dibuat secara tertulis akan tetapi diwariskan secara lisan dari generasi pertama sampai keanak-cucu. Banyak aturan-aturan ataupun tradisi-tradisi yang dibuat oleh nenek moyang suku Gayo, namun hanya dalam bentuk sastra lisan.
Dingin, lelah, namun ada saja yang dapat membakar semangat jiwa untuk terus belajar berbagai kearifan lokal yang ada di Desa Toweren. Pesan moral dari Reje Desa Toweren Uken untuk kita semua, khususnya penduduk Desa Toweren, agar kita selaku generasi muda dapat menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam diri kita sejak dini, karena bagaimana pun nilai keagamaan ini lebih penting dari apapun, kita juga harus dapat mempertahankan adat istiadat agar tidak tergerus oleh zaman yang terus berkembang dan berubah. Kita juga harus menjaga peninggalan-peninggalan bersejarah yang ada di daerah kita sebagai bukti bahwa kita memiliki identitas yang kuat sehingga tidak mudah untuk di pecah belah.
Desa Toweren, surga di balik pegunungan, di tepian Danau Laut Tawar berhawa dingin dengan berjuta kisah sejarah dan budayanya. Surga yang akan tetap dijaga dari gerusan zaman yang dinamis.
*Catatan Keempat Oleh: Mubarak Hulda, Taufik Kurniawan, Rayhana, Arkini Sabrina, dan Musaddad Daulay.
*Foto: Koleksi BPNB Aceh