Etnografi Digital

Menjadi sebuah keniscayaan, paling tidak untuk saat ini, bahwa keseharian generasi muda “zaman now”  tidak dapat dilepaskan dari teknologi informasi. Dari sekedar untuk ber-selfie-ria di media sosial sampai kepada urusan serius yang berkaitan dengan pengumpulan informasi terkait tugas-tugas yang dibebankan oleh sekolah. Tumbuh kembangnya generasi muda “zaman now” ini seolah-olah beriring-sejalan dengan perkembangan teknologi informasi itu sendiri.

Pemanfaatan yang demikian tentu masih terkategori sebagai pemanfaatan positif dari sebuah teknologi informasi. Bagaikan dua sisi mata uang, selain memiliki sisi positif teknologi informasi ini juga ada sisi negatifnya. Tidak sedikit generasi muda “zaman now” yang terjebak pada pusaran arus negatif dari teknologi informasi yang kian hari kian berkembang. Sebut saja seperti pornografi dan pornoaksi, hate speech di media-media sosial, dan lain sebagainya yang sadar atau tidak sadar, cepat atau lambat akan merubah pola kehidupan kita sebagai sebuah bangsa yang berbudaya luhur.

Inilah yang seharusnya kita sadari bersama-sama sebagai orang tua maupun sebagai sebuah institusi pemerintah yang bertanggung jawab akan nilai-nilai luhur kebudayaan itu. Perkembangan teknologi informasi ini sudah semestinya bisa kita ikuti, kuasai, serta bisa kita manfaatkan untuk menjalin komunikasi serta menyampaikan pesan-pesan kepada generasi “zaman now” tersebut karena mereka lah yang nantinya akan melanjutkan estapet pembangunan budaya dan bangsa kita. Seminimal-minimalnya kita dapat mengarahkan generasi “zaman now” dalam memanfaatkan teknologi informasi tersebut sebagai sebuah sarana untuk menyampaikan dan melestarikan budaya bangsa. Mereka harus diarahkan untuk bisa menyebarkan informasi positif tentang kekayaan budaya dan tradisi. Tidak tertutup kemungkinan jika mereka kreatif dalam mengemas informasi tentang budaya dan tradisi tersebut bisa saja menjadi salah satu pintu untuk menghasilkan rupiah. Sebagaimana yang sudah dirasakan oleh banyak youtubers saat ini.

Jejak Tradisi Daerah & Etnografi Digital

Sadar akan perkembangan teknologi informasi yang kian hari kian berkembang, pada tanggal 27 s/d 30 Maret 2018 di Kabupaten Bireuen, Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (BPNB Aceh) telah sukses menggelar kegiatan Jejak Tradisi Daerah (Jetrada) dengan mengangkat tema Etnografi Digital: Belajar Tradisi, Memanfaatkan Teknologi.

Selama empat hari kegiatan Jetrada diikuti oleh 54 orang siswa/i sekolah menengah atas dan sederajat, beserta tujuh orang guru pendamping yang berasal dari beberapa sekolah yang ada di Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. Kegiatan Jetrada kali ini berjalan dengan sukses dan lancar sejak dibuka oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Bireuen, Ir. H. Zulkfli, SP., di Gedung Aula Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bireuen sampai dengan selesai.

KBA pada penyampaian materi Etnografi di Jetrada 2018 Bireuen.
Kamaruzzaman Bustamam Ahmad atau yang biasa dipanggil dengan KBA saat menyampaikan materi tentang Etnografi dengan bahasa yang sederhana dan gaya peyampaian kekinian yang mudah difahami oleh generasi “zaman now”.

Pada hari kedua kegiatan Jetrada seluruh peserta telah mendapatkan materi tentang Etnografi yang disajikan oleh Kamaruzzaman Bustamam Ahmad (KBA) yang merupakan Dosen Antropologi pada UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Dengan tata bahasa yang sederhana dan berbekal gaya anak muda, KBA menerangkan pengertian tentang Etnografi serta teknik-teknik dalam Etnografi.

Begitu juga pada saat Putera Perwira Lubis (Jurnalis dan Produser Kompas TV Medan) menyampaikan tentang materi Etnografi Digital. Beliau menjelaskan dengan bahasa yang sederhana, apa itu Etnografi Digital? Serta teknik-teknik dalam pembuatan sebuah produk dari Etnografi Digital tersebut. Setelah mendapatkan penjelasan dari bang Putera barulah sebagian mereka tersadar bahwa selama ini mereka juga telah pernah mengupload sebuah foto ataupun video berdurasi pendek di akun Instagram milik mereka yang ternyata masuk dalam kategori produk Etnografi Digital.

Setelah dibekali dengan pengetahuan dasar tentang Etnografi dan Etnografi Digital, mereka dibagi ke dalam enam kelompok dan selama dua hari berturut-turut dibawa ke objek-objek yang telah ditentukan oleh panitia, yaitu: Sate Matang Apaleh di Geurugok; sentra pembuatan kue tradisional di Cot Batee; Tari Seudati di Sanggar Peudeueng Pusaka Bireuen; Rabbani Wahed di Samalanga; dan berkunjung ke Dayah (pesantren) Mudi Mesra di Samalanga. Mereka diwajibkan mengeksplorasi secara menyeluruh terkait objek yang mereka kunjungi dan harus menghasilkan sebuah produk Etnografi Digital dalam format video feature berdurasi maksimal 15 menit.

Di hari terakhir setiap kelompok mempersembahkan video hasil eksplorasi selama berkunjung ke objek-objek tersebut secara bergilir. Kelompok VI terpilih sebagai kelompok dengan karya video feature terbaik. Semua bergembira ria tatkala setiap kelompok mendapatkan apresiasi atas kerja dan karya mereka. Akan tetapi kegembiraan itu langsung tergantikan dengan kesedihan keesokan harinya, disaat mereka harus berpisah dan pulang ke rumah masing-masing. Tidak lupa panitia menitip pesan agar mereka membuat grup di aplikasi WhatsApp dan tetap menjaga komunikasi dan agar tak lupa menebar “virus” kebudayaan yang telah ditanamkan oleh panitia selama kegiatan Jetrada berlangsung.

🙂