Masyarakat Batak Toba yang tinggal disekitar kawasan kaldera Toba terkenal sebagai masyarakat agraris yang handal. Hal ini terlihat dari kualitas beras yang mereka hasilkan. Sebut saja beras Seribu Dolok yang terkenal sampai ke Medan dan sekitarnya, sering menjadi buah bibir ibu-ibu sebagai beras yang pulen dan wangi. Kualitas beras yang baik tersebut tentu saja dihasilkan oleh banyak hal, dari mulai kualitas bibit yang ditanam, unsur hara tanah yang terjaga, cuaca dan banyak hal yang terkait dengan alam. Semua syarat-syarat bercocok tanam tersebut juga berkelindan dalam konstelasi nilai budaya yang hidup dalam masyarakat pendukungnya. Sebagian masih dilaksanakan pada masa sekarang namun tidak sedikit juga yang bertahan dari punah (bahkan sudah punah).
Seperti kebanyakan masyarakat agraris lainnya di wilayah Sumatera, menanam padi bukanlah sekedar aktifitas berladang tanpa syarat dan makna. Pada masyarakat Batak Toba yang hidup di lembah Bakara (sekarang Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan), dikenal sebuah ritual yang berpusat pada sebuah benda bernama batu siungkap ungkapon (batu yang diungkap/dibuka).
Dalam sebuah huta (kampung) biasanya terdapat ruang umum yang disebut toguan, tempat dilakukannya rapat para stakeholder desa dan juga tempat di mana masyarakat melakukan ritus atau upacara-upacara penting yang melibatkan seluruh marga yang tinggal dalam huta. Di toguan inilah terdapat batu siungkap ungkapon. Batu ini berbentuk lingkaran yang mengerucut ke atas seperti tutup sebuah tempayan batu. Batu ini diletakkan diatas alas batu datar. Pada bagian dalam batu kerucut tadi terdapat lubang persegi empat. Maka ketika diletakkan di atas permukaan batu yang datar tadi akan ada ruang kosong di tengah, yang nantinya akan menajdi tempat semut berkumpul.
Pada awal musim bertanam padi, para Raja Bius (Perwakilan dari beberapa Horja dan Huta) akan melakukan ritus yang diantaranya adalah membuka batu siungkap ungkapon. Batu itu akan diungkap (diangkat ke atas) untuk melihat warna telur dari semut yang bersarang di bawah batu tersebut. Jika ditemukan telur berwarna putih maka jenis padi yang ditanam adalah bibit padi putih, jika ditemukan telur berwarna merah maka bibit padi merahlah yang akan ditanam.
Batu siungkap ungkapon merupakan media bagi masyarakat untuk berkomunikasi dengan leluhurnya. Karena dalam kepercayaan masyarakat dahulu (sebelum masuknya Agama Kristen), roh (tondi) dari orang yang meninggal akan tetap ada di dunia bersama kita. Kepada roh-roh leluhur inilah masyarakat keturunannya akan meminta nasihat. Batu siungkap ungkapon adalah salah satu medium untuk meminta nasihat terkait soal pertanian. Namun pada masa sekarang keberadaan Batu siungkap ungkapon sudah langka karena ritus yang menggunakannya pun sudah tidak pernah dilakukan lagi. Semenjak Ludwig Ingwer Nommensen (misionaris zending utusan dari Seminari Rheinische Missionsgesellschaft di Wupertal-Barmen, Jerman) menyebarkan Kristen pada periode awal abad ke-19, masyarakat dilarang melakukan praktik-praktik yang berlawanan dengan aturan gereja, bahkan jika ada yang melakukan akan dianggap sesat.
Artikel: Angga
Foto: Miftah Nasution